Pengusaha Rumah Makan dan Restoran Resah Minyak Goreng Langka dan Mahal, Omzet Turun Puluhan Persen
Jadinya kalau harga minyak goreng naik, jadinya makanan yang kita jual harus sedikit naik, misalnya dari Rp 5.000 naik ke Rp 6.000
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pencabutan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit kemasan sangat dirasakan dampaknya oleh masyarakat. Tidak terkecuali bagi dunia usaha rumah makan atau restoran di Kota Pontianak.
Kenaikan harga minyak goreng lantas disikapi pihak rumah makan, dengan menaikkan harga makanan yang menyebabkan omzet menjadi turun. Hal itu diakui oleh Chandra (21), satu di antara pekerja di rumah makan yang berlokasi di Jalan Sungai Raya Dalam.
"Kalau untuk sekarang ini, minyak goreng kan sulit benar untuk didapat dan mahal. Kalau untuk warga biasa mungkin tidak terlalu berpengaruh, kalau untuk penjualan rumah makan ini sangat berpengaruh," katanya, Jumat 18 Maret 2022.
Ia menambahkan, rumah makan membutuhkan minyak goreng dalam jumlah yang banyak. Dampak itu sangat terasa ketika harga minyak goreng naik, bahkan sampai mengalami kelangkaan di pasaran.
"Soalnya kitakan masaknya bukan porsi sedikit, kita kan buatnya porsi langsung banyak. Jadinya kalau harga minyak goreng naik, jadinya makanan yang kita jual harus sedikit naik, misalnya dari Rp 5.000 naik ke Rp 6.000," terangnya.
"Terus porsi minyak gorengnya dibelinya itu tidak seperti dulu, dulukan kita belinya bebas. Jadi kita mau beli minyak goreng berapa ken pun bisa dibeli, kalau sekarang itu dibatasi," ujarnya
Chandra mengungkapkan fenomena kelangkaan serta mahalnya migor ini cukup mempengaruhi pendapatan. Setelah pihak rumah makan menaikkan harga makanannya, omzet pun langsung turun sekitar 20 persen dalam satu harinya.
• Daftar Harga Minyak Goreng Terbaru Kemasan di Sejumlah Toko Modern Lengkap
"Kalau dari pendapatan sekarang semakin menurun, dulu itu bisa mencapai Rp 3 jutaan, kalau sekarang mau Rp 2,5 juta pun sudah susah. Soalnya orang kebanyakan tidak mau beli gara-gara harganya meningkat," ungkapnya.
Selain harga yang mahal, Chandra menuturkan bahwa pembatasan untuk pembelian minyak goreng, menjadi kendala tambahan dalam usaha rumah makan. "Sangat berpengaruh sih untuk di rumah makan. Kalau kami langsung ke bosnya, dari agen, cuma harganya itu memang mahal. Terus sulit juga, pakai porsi," katanya.
Pengusaha Rumah Makan Suib Jl Pattimura Kota Pontianak, Ilham (24), juga mengakui beberapa pekan belakangan fenomena kekosongan minyak goreng sangat berdampak pada pendapatan usaha rumah makan yang ia jalankan.
"Dampak minyak goreng kosong, pertama mempersulit produksi bahan baku, dengan adanya kenaikan harga semakin mempersulit cash flow untuk rumah makan tersendiri," jelasnya.
Lebih lanjut pria yang akrab di sapa I'am ini mengatakan, ketatnya persaingan dunia kuliner membuatnya mempertimbangkan untuk menaikan harga jual masakan.
"Untuk saat ini tidak bisa menaikan harga karena persaingan dunia kuliner semakin sulit. Pendapatan pasti menurun dan mengharapkan agar pemerintah cepat untuk menormalkan harga, dan memperbanyak produksi minyak goreng," ujarnya.
I'am mengungkapkan bahwa pendapatan sulit diperkirakan. Namun dirinya memastikan, keuntungan dari penjualan rumah makannya terasa berkurang.
"Kalau masalah pendapatan berkurang tidak bisa dihitung, cuman yang pastinya profit dari penjualan berkurang, dan membutuhkan tenaga ekstra untuk mengantre. Kami biasanya, adik beradik bergantian sepulang kerja, untuk mengantre mencari minyak goreng," terangnya.