Tenun Songket Sambas Pernah Raih Penghargaan World Craft Council
Proses menenun, imbuh Budiana, secara garis besar adalah proses yang dimulai dari menggulung benang, mewarnai benang, hingga proses menghubungkan bena
Penulis: Imam Maksum | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Membuat Kain Tenun Lunggi atau Kain Tenun Songket bukanlah perihal mudah. Budiana warga Dusun Keranji Desa Tanjung Mekar sudah 30 puluh tahun lebih menjadi pengrajin tenun di Kabupaten Sambas.
“Proses menenun dari awalnya saat kita baru belajar pasti akan terasa sangat sulit tetapi jika dengan kemauan belajar maka kita perlahan akan lihai menenun,” ucap Budiana, Rabu 16 Maret 2022.
Menurut Budiana proses menenun merupakan proses yang membutuhkan ketekunan lebih. “Mengerjakan kain tenun ini perlu ketekunan. Selain dengan hati, kita mengerjakannya juga harus dibarengi dengan rasa yang tulus,” tuturnya.
Budiana menerangkan, bagaimana untuk menjadikan satu kain tenun itu harus melewati tahapan yang juga menguji kesabaran. Hal tersebut dilakukan tentu demi kualitas kain tenunan yang bagus dan berkualitas.
Proses menenun, imbuh Budiana, secara garis besar adalah proses yang dimulai dari menggulung benang, mewarnai benang, hingga proses menghubungkan benang, menenun dan menyongket motif atau langsung ke proses tenun.
• Kisah dan Cerita Pengrajin Tenun Lunggi, Kain Songket Khas Kabupaten Sambas
“Bagaimana membuat satu kain itu penuh kesabaran dan penuh hati hati bagaimana supaya menghasilkan kain yang bagus dan berkualitas,” katanya.
Budiana bercerita pernah mendapat penghargaan pada Tahun 2014 membuat kain tenun kategori dengan pewarna alami dari World Craft Council (WCC). Dirinya bersama kelompok penenun di Desa telah lebih dahulu belajar bagaimana membuat pewarna alami.
“Sebelum mendapat penghargaan itu, Pada 2013 pernah ikut pelatihan dengan Lembaga Gemawan di Bogor Jawa Barat, yakni pelatihan pewarna alami,” katanya.
Setelah pelatihan itulah, Budiana kemudian pulang ke Desa, kembali mempraktikkan tenunan dengan pewarna alami. Mengajak lebih dari 20 orang penenun di desa, Budiana belajar dan mendampingi pengrajin tenun lainnya.
“Usai pelatihan itu kita pulang mengadakan pelatihan di rumah dengan mengajak kawan kawan sebanyak 20 orang. Kami membuat pewarna dari alam,” katanya.
Setelah itu pada 2014 Ada Pameran yang diadakan Garuda Indonesia dengan CTI. Hasilnya tenun Songket Sambas berhasil dibeli oleh CTI dan kemudian diajukan ke WCC, dengan kebanggan berhasil meraih penghargaan.
“Alhamdulillah kain kita dibeli oleh CTI terus diajukan ke WCC dan mendapat penghargaan,” tuturnya. (*)
(Simak berita terbaru dari Sambas)