Dana JHT Bisa Dicairkan Usia 58 Tahun, Berikut Penjelasan Pengamat Ekonomi Untan
kalau ada sesuatu yang bagus dari maksud keputusan itu harusnya diceritakan oleh pemerintah siapa tahu buruh akan tertarik
Penulis: Anggita Putri | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) merilis aturan terbaru tentang pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 itu dikeluarkan Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah berisi tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT.
Dalam beleid tersebut, terdapat satu pasal yang menjadi sorotan, yaitu manfaat JHT akan diberikan kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) berusia 56 tahun.
Menanggapi aturan tersebut, Pengamat Ekonomi Universitas Tanjungpura (Untan), Eddy Suratman mengatakan keputusan tersebut cenderung merugikan pihak pekerja.
• Camat Pontianak Selatan Ajak Semua Pihak Tolak Narkoba
Ia mencontohkan misalnya mereka (pekerja) mengundurkan diri pada usia 40 tahun. Jadi dia belum bisa mencairkan JHT dan harus menunggu hingga usia 56 tahun baru bisa dicairkan.
“Pertanyaannya adalah pada saat 16 tahun menunggu itungannya seperti apa. Nah itulah yang harus diperjelaskan, dan apakah nilai uangnya mengikuti perkembangan atau diukur sampai dia bekerja di usia 40 tahun,” ujarnya Kepada Tribun Pontianak, Minggu 13 Februari 2022.
Selanjutnya, selama 16 tahun itu apakah uang tersebut diberi kompensasi berupa disimpan diperbankan sehingga orang itu seolah menabung.
Lalu sebenarnya pihak pekerja apakah sudah diajak bermusyawarah dalam penerapan peraturan ini.
“Inikan berkaitan dengan pekerja, jadi harusnya pekerja yang ditanya. Kira-kira yang paling bagus itu yang mana,”jelasnya.
Tentu saja pemerintah dalam hal ini Kementrian Tenaga Kerja harus menceritakan kebaikannya begini maupun begitu.
Dikatakannya seperti saat ini kepercayaan masyarakat kepada pihak Asuransi menurun bahkan mendekati nol.
“Termasuk saya memang tidak percaya dengan asuransi karena hampir semua asuransi kacau, termasuk asuransi pemerintah. BPJS kan hampir mirip-mirip seperti itu,”ungkapnya.
Lanjutnya, ia menyampaikan bahwa pointnya adalah pertama seharusnya yang berkaitan dengan nasib tenaga kerja Indonesia harus dibicarakan dengan para tenaga kerja.
“Mereka kan pun asosiasi arau organisasi. Jadi aturan apapun yang dikeluarkan harus memihak pekerja yang terbaik bagi mereka harsunya itu yang diambil kebijakannya,”ujarnya.
Ia mengatakan kalau menggunakan tata kelola seperti di Asuransi jangan sampai seperti orang-orang yang mempercayakan masa depannya di asuransi seperti Jiwasraya, Asabri, Asuransi lainnya.