Apa itu Perjanjian Giyanti ? Ketahui Sejarah Perjanjian Giyanti dan Isi Perjanjian Giyanti
Artikel ini membahas tentang Perjanjian Giyanti. Tidak hanya tentang sejarah Perjanjian Giyanti, namun juga latar belakang serta isi Perjanjian
Perundingan itu membahas pembagian wilayah, gelar yang akan digunakan, hingga terkait kerja sama dengan VOC.
Pada 13 Februari 1755, perundingan mencapai kata sepakat dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti.
Melansir Tribunneswiki.com, berikut 9 poin perjanjian Giyanti:
- Pangeran Mangkubumi diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwono Senopati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifattullah dengan separuh dari kerajaan Mataram. Hak kekuasan diwariskan secara turun-temurun.
- Akan senantiasa diusahakan adanya kerja sama antara rakyat yang berada di bawah kekuasaan VOC dengan rakyat kesultanan.
- Sebelum Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder) dan para bupati mulai melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melakukan sumpah setia pada VOC di tangan gubernur. Pepatih Dalem adalah pemegang kekuasaan eksekutif sehari-hari dengan persetujuan dari residen atau gubernur.
- Sri Sultan tidak akan mengangkat atau memberhentikan Pepatih Dalem dan Bupati sebelum mendapatkan persetujuan dari VOC.
- Sri Sultan akan mengampuni Bupati yang memihak VOC dalam peperangan.
- Sri Sultan tidak akan menuntut haknya atas Pulau Madura dan daerah-daerah pesisiran yang telah diserahkan oleh Sri Sunan Pakubuwana II kepada VOC dalam kontraknya tertanggal 18 Mei 1746. Sebaliknya, VOC akan memberi ganti rugi kepada Sri Sultan sebesar 10.000 real tiap tahunnya.
- Sri Sultan akan memberi bantuan kepada Sri Sunan Pakubuwana III sewaktu-waktu jika diperlukan.
- Sri Sultan berjanji akan menjual bahan-bahan makanan dengan harga tertentu kepada VOC.
- Sultan berjanji akan menaati segala macam perjanjian yang pernah diadakan antara penguasa Mataram terdahulu dengan VOC, khususnya perjanjian-perjanjian yang dilakukan pada tahun 1705, 1733, 1743, 1746, dan 1749.
Perjanjian ini dari ditandatangani oleh N. Hartingh, W. H. Van Ossenberch, J. J. Steenmulder, C. Donkel, dan W. Fockens.

• Apa itu Kurikulum Merdeka yang Digagas Mendikbud Ristek Nadiem Makarim untuk SMA
Dampak Perjanjian Giyanti
Dampak Perjanjian Giyanti adalah mengakiri Dinasti Mataram Islam sebagai kerajaan independen.
Kerajaan Mataram Islam terpecah menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat.
Kasunanan Surakarta tetap dipimpin oleh Pakubuwono III, sedangkan Kesultanan Yogyakarta dipimpin oleh Pangeran mangkubumi dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Dampak Perjanjian Giyanti juga membuat peradaban Kebudayaan Jawa terpecah menjadi dua dengan terpusat di Surakarta dan Yogyakarata.
Perjanjian Giyanti membagi wilayah kedua kerajaan tersebut dengan dibatasi oleh Kali Opak. Sebelah timur Kali Opak menjadi wilayah kekuasaan Surakarta, sementara sebelah barat Kali Opak merupakan wilayah Yogyakarta.
Dalam perjalanannya, Trah Mataram Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta akan terpecah kembali dengan lahirnya Kadipaten Mangkunagaran dan Kadipaten Paku Alaman.
(*)