Terdampak Banjir, Produksi Cabai di Sintang Anjlok dan Prediksi Harga Tak Stabil hingga 2 Bulan

Berdasarkan pengalaman, kata Sudirman, ia memprediksi harga cabai belum akan stabil sekitar dua bulan.

Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK/AGUS PUJIANTO
Marijan, pedagang di Pasar Junjung Buih, sedang berjualan di lapak dagangannya. Menjelang akhir tahun, harga komoditas pangan seperti cabai melejit di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG - Konsumsi cabai masyarakat Kabupaten Sintang cukup tinggi. Per harinya kebutuhan cabai di Kabupaten Sintang mencapai lebih dari 1 ton. Kini, harga cabai melambung akibat pasokan lokal maupun dari luar Sintang berkurang.

Harga cabai rawit di Kabupaten Sintang melambung tinggi hingga menyentuh angka Rp 200 ribu per kilogram (kg). Namun, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop-UKM) Kabupaten Sintang Sudirman menepis anggapan adanya permainan pasar atau spekulan yang menyebabkan harga cabai melonjak.

Menurutnya, kenaikan harga cabai murni terjadi karena pasokan berkurang yang dipengaruhi faktor cuaca dan berkurangnya produksi dari tingkat petani. Ia mengatakan, tidak ada yang menimbun cabai atau menyetok dalam jumlah banyak.

“Justru mereka langsung jual. Karena ketahanan cabai, paling seminggu sudah maksimal. Tidak ada istilahnya (menimbun) seperti itu. Siapa orang yang mau menyetok cabai lama-lama. Kecuali komoditas lain, misal gula, minyak goreng, itu kemungkinan. Kalau cabai mau nyetok, nanti malah rugi," tegas Sudirman, Selasa 28 Desember 2021.

Sudirman menyebut, kebutuhan cabai di Sintang, cukup besar. Per harinya, bisa lebih dari 1 ton. Sementara, pasokan cabai lokal berkurang, pun dengan pasokan dari luar Sintang.

"Kebutuhan cabai di Sintang, cukup besar. Karena selain kebutuhan masyarakat di Sintang, juga menyuplai ke Sepauk, Ketungau. Komoditas cabai besar ini kan daerah Kayan, Binjai, Dedai sebagian. Karena pasokan kurang, menyebabkan harga tinggi, kebutuhan tinggi, satu hari bisa berton-ton," ujar Sudirman.

Berdasarkan pengalaman, kata Sudirman, ia memprediksi harga cabai belum akan stabil sekitar dua bulan.

Cabai Mahal, Dewan Kalbar Usulkan Pemerintah Buat Kawasan Pertanian Khusus Cabai

"Waktu untuk menstabilkan harga itu kita melihat kondisi produksi itu, kemudian dari titik wilayah penghasil cabai, berdasarkan itu paling sekitar dua bulan maksimal, harganya tidak stabil, setelah itu turun,” katanya.

“Tapi itu kembali pada potensi cabai yang ada, selama ini yang terjadi harga melonjak satu sampai dua bulan, setelah itu stabil," imbuhnya.

Lebih lanjut, Sudirman mengungkakan, melejitnya harga cabai disebabkan berkurangnya pasokan cabai lokal, khususnya dari Desa Pakak, Kecamatan Kayan Hilir. Selain itu, pasokan cabai juga dari luar Sintang.

Sudirman pun mengakui, saat ini menjadi sejarah tingginya harga cabai di Sintang. "Itu sejarahnya memang tahun ini lah harganya tertinggi. Tahun sebelumnya belum pernah terjadi harga melonjak besar (seperti sekarang-red)," katanya.

Menurut Sudirman, lonjakan harga cabai terjadi karena pasokan berkurang, sementara kebutuhan cukup besar di Kabupaten Sintang. "Memang komoditas cabai mengalami lonjakan yang luar biasa. Nah ini apa sebabnya, karena pasokan cabai itu sebagian besar dari luar Sintang. Baik itu dari Singkawang, bahkan dari luar Kalbar, seperti Sulawesi dan Jawa," jelasnya.

Tingginya harga cabai di tingkat pedagang juga disebabkan berkurangnya pasokan cabai lokal, seperti dari Desa Pakak. Sudirman menyebut, hal ini lantaran cuaca buruk dan banjir yang sempat melanda sejumlah wilayah di Sintang, beberapa waktu lalu.

"Khusus andalan cabai lokal, selama ini dari Pakak. Ya cukup lumayan, cabai Pakak biasa Rp 20 ribu sekarang Rp 80 ribu. Khusus lokal ini budidaya cabai kena banjir berpengaruh tidak bisa produksi, karena banyak mati. Itu faktornya harganya melonjak,” jelasnya.

“Kemudian dari luar karena musim juga produksinya berkurang. Kalau persoalan transportasi tidak masalah. Jadi penyebabnya stoknya memang terbatas," imbuh Sudirman.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah (Setda) Sintang Yustinus mengatakan, lonjakan harga cabai menyentuh harga tertinggi di pasaran tidak dapat dihindari.

Menurutnya, hal itu disebabkan cuaca ekstrem yang terjadi di sejumlah wilayah di Kabupaten Sintang, hingga berakibat petani gagal panen cabai.

Sebut Kenaikan Harga Cabai Tak Bisa Dihindari, Yustinus Harap PPL Intensif Dampingi Petani

"Terkait harga cabai yang melonjak tajam beberapa hari ini di pasaran, tentu tidak bisa kita hindari. Hal ini karena kondisi cuaca di Kabupaten Sintang sampai bulan Desember masih ekstrem, dengan tingkat intensitas curah hujan cukup tinggi, yang berdampak terhadap gagal panen cabai, belum lagi hama penyakit," kata Yustinus.

Terkait cabai petani Desa Pakak yang gagal panen karena terserang hama, Yustinus meminta instansi terkait agar mengintensifkan peran penyuluh pertanian lapangan (PPL) untuk mendampingi para petani.

"Kita minta kepada instansi teknis, para PPL agar terus diintesifkan dalam hal pendampingan kepada para petani cabai, dengan harapan tiga bulan ke depan produksi cabai maupun harga di Sintang dapat stabil kembali," harap Yustinus.

[Update berita Cabai di Kalbar]

Tak Setinggi Sintang
Kenaikan harga cabai juga terjadi di beberapa daerah di Kalbar. Hanya saja, kenaikannya tidak setinggi di Kabupaten Sintang. Di Ketapang, harga cabai berkisar antara Rp 150 ribu per kg. Kondisi ini dikeluhkan pedagang yang pengaruh terhadap menurunnya minat para pembeli.

"Saat ini per kilonya Rp 150 ribu. Padahal sebelumnya hanya berkisar Rp 60 ribu hingga Rp 65 ribu perkilonya," ujar seorang pedagang di Pasar TNI, Susi (45).

Susi kesehariannya menjual berbagai macam kebutuhan pokok yang terletak, di Jalan Diponegoro, Kecamatan Delta Pawan. Menurut Susi, kenaikan harga cabai ini sudah terjadi sekitar sebulan terakhir. Ia pun memprediksi, harga akan kembali normal saat masuk Januari 2022.

"Memang kerap terjadi kenaikan biasanya pada akhir tahun. Semoga ketika masuk Tahun 2022 harga mulai kembali normal sehingga minat pembeli juga kembali normal," harapnya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan, tak hanya cabai yang mengalami lonjakan harga. Bahan pokok lainnya, seperti minyak goreng dan telur ayam juga terjadi kenaikan.

Susi menjelaskan, minyak goreng yang tadinya seharga Rp 10 ribu per liter, sekarang melonjak mencapai Rp 25 ribu. Sedangkan telur ayam yang biasanya Rp 2 ribu per butir, sekarang naik menjadi Rp 2.500.

"Memang biasanya terjadi kenaikan pada akhir tahun, namun kalau untuk minyak goreng ini yang parah. Biasanya naik hingga Rp 15 ribu, namun tahun ini yang parah hingga Rp 25 ribu," katanya.

Naiknya harga cabai juga diungkapkan pedagang-pedagang di pasar sayur, Kecamatan Sukadana, Kayong Utara. Seorang pedagang, Sumiati, membeberkan harga cabai yang dijual seharga Rp 120-130 ribu untuk cabai pasokan dari desa.

Sedangkan, cabai pasokan dari Kota Pontianak biasanya Rp 140-150 ribu per kg. "Per kilo Rp 140 ribu, Rp 150 ribu paling tinggilah, ngambil dari Pontianak,” ungkapnya.

"Kalau ini dari kampung beda Rp 10 ribu, soalnya orang tahu harga pasaran. Soalnya kita tidak ngambil ke penanam tapi ke peraih (pemasok) sudah bertingkat,” katanya.

Sedangkan cabai yang dipasok dari Kota Pontianak, menurut Sumiati, harganya juga dipengaruhi ongkos kirim. "Saya ngambil lewat Ketapang sama pengirim dari Pontianak ke Ketapang. Ketapang ke sini, jadi besar di ongkos," ungkapnya.

Di Pasar Flamboyan Kota Pontianak, harga cabai rawit mencapai Rp 130 ribu per kg. Pedagang Pasar Flamboyan Pontianak yang biasa disapa Gondro menyampaikan, harga cabai rawit yang dijualnya berkisar dari Rp 120-130 ribu, naik dari harga normal sekitar Rp 50-60 ribu.

Harga tersebut merupakan harga cabai rawit dari lokal Kalbar. Namun untuk harga cabai rawit yang didatangkan dari Pulau Jawa, untuk kualitas baik dijual dengan harga Rp 110 ribu dan yang kurang baik antara Rp 90-100 ribu.

''Untuk harga pada bulan-bulan ini harganya naik-turun, tidak bisa diprediksi ya. Kalau bulan Desember 2021 ini paling tinggi Rp 140 ribu per kilo,'' ujarnya. Dengan naiknya harga cabai saat ini, ia menyampaikan omzet penjualan pun mengalami penurunan.

Pedagang di Pasar Dahlia Pontianak Hajatiah menjual cabai rawit lokal Rp 120 ribu per kilogram. Sementara cabai rawit dari Pulau Jawa dijualnya Rp 100 ribu per kilogram. Ia mengatakan, sejak harga cabai naik, omzet penjualan khususnya cabai, mengalami penurunan.

Data Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Kalbar mencatat bahwa terjadi lonjakan harga cabai di Kalbar pada 2021 ini. Rata-rata harga cabai di berbagai daerah di Kalbar dari bulan Juli 2021 hingga November 2021 mulai dari Rp 40-an ribu hingga Rp 80 ribu per kg. Lonjakan harga begitu terasa di bulan Desember, yang mencapai Rp 130 ribu hingga 150 ribu.

Kepala Bidang Hortikultura, Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Kalimanatan Barat, Bader Sasmara SHut MMA, menyampaikan bahwa kenaikan harga cabai di Kalbar yang terjadi saat ini disebabkan beberapa faktor.

Di antaranya banjir yang terjadi di beberapa daerah di Kalbar. Di lain pihak, Kalbar masih belum memiliki daerah sentra penghasil cabai. Hingga kini, ia mengatakan, selain dari produksi lokal Kalbar, untuk mencukupi kebutuhan masih mengandalkan cabai kiriman dari luar Kalbar.

Selain itu, tingginya kebutuhan masyarakat saat Natal dan Tahun Baru pun, menurutnya menjadi faktor meningkatnya harga cabai. “Harga di pasaran itu berkisar Rp 135 ribuan sampai 150 ribuan, dan di tingkat petani itu harga kisaran Rp 85 ribuan,” katanya.

“Secara khusus kita di Kalbar tidak ada daerah pertanian khusus cabai, yang ada swadaya masyarakat, dan di Kalbar pada tahun 2021 bantuan untuk tanaman cabai sebanyak 3 hektare yang tersebar di Kabupaten Bengkayang, Sintang dan Kapuas Hulu,” tuturnya.

Ke depan, bilamana pemerintah hendak menstabilkan harga pangan di Kalbar perlu dibangun BUMD khusus pertanian yang menampung hasil dari para petani, sehingga petani tidak khawatir memproduksi aneka komoditas pertanian.

Di samping itu, dengan adanya BUMD yang berfungsi menampung hasil pertanian, secara langsung pemerintah dapat membantu menstabilkan harga berbagai komoditas pertanian di pasaran. 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved