Breaking News

Tak Tega Tinggalkan Ibunya saat Gunung Semeru Erupsi, Rumini Meninggal Berpelukan dengan Salamah

Legiman, adik ipar Salamah mengatakan, ketika Gunung Semeru meletus, semua orang lari berhamburan keluar rumah menyelamatkan diri.

Editor: Nasaruddin

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Rumini dan ibunya, Salamah ditemukan meninggal dunia berpelukan akibat erupsi Gunung Semeru.

Mereka menjadi korban reruntuhan bangunan yang roboh saat erupsi menyapu kediaman mereka di Desa Curah Kobokan, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Jawa Timur, Sabtu 4 Desember 2021.

Legiman, adik ipar Salamah mengatakan, ketika Gunung Semeru meletus, semua orang lari berhamburan keluar rumah menyelamatkan diri.

Diduga, Salamah tidak sanggup berjalan karena faktor usia.

Sedangkan Rumini tak tega meninggalkan ibunya seorang diri.

Baca juga: Sejarah Letusan Gunung Semeru hingga Erupsi Dipenghujung 2021

Keduanya ditemukan meninggal dunia dalam keadaan berpelukan. 

"Tadi pagi kan saya cari adik ipar sama ponakanku. Pas bongkar rontokan tembok dapur, terus tangannya kelihatan dan langsung kami bersihkan dan dibawa ke rumah untuk dimakamkan," kata Legiman, dikutip dari Tribunnews, Senin 6 Desember 2021.

Sementara suami dan anak Salamah selamat meski mengalami luka akibat reruntuhan bangunan rumah.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, mencatat, hingga 6 Desember, 2.970 rumah warga terdampak erupsi Gunung Semeru.

Sebagian rumah warga rusak dan tertimbun material awan panas guguran Gunung Semeru.

Sebagian lainnya penuh dengan abu.

Selain rumah rusak, BPBD mencatat 14 orang meninggal pasca-erupsi Semeru.

Baca juga: Jenazah Ibu Gendong Anak Ditemukan Tertimbun Lahar Erupsi Gunung Semeru

Adapun warga yang mengungsi berjumlah 902 orang.

Rinciannya, di Kecamatan Pronojiwo 305 orang, Kecamatan Candipuro 409 orang, dan di Kecamatan Pasirian 188 orang.

Mereka mengungsi di berbagai tempat, seperti di masjid, gedung sekolah, balai desa, dan fasilitas umum lainnya.

Sementara itu, Ahli Vulkanologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Mirzam Abdurrachman mengatakan, material aliran lahar yang terjadi di Gunung Semeru merupakan akumulasi dari letusan sebelumnya yang menutupi kawah gunung tersebut.

“Terkikisnya material abu vulkanik yang berada di tudung gunung tersebut membuat beban yang menutup Semeru hilang sehingga membuat gunung mengalami erupsi,” katanya, dikutip dari laman ITB.

Menurut Mirzam, saat terjadi erupsi, sering kali warga cenderung tidak merasakan adanya gempa, tetapi tetap terekam oleh seismograf.

Hal ini disebabkan oleh sedikitnya material yang berada di dalam dapur magma.

Dia menjelaskan, penyebab Gunung Semeru bisa meletus.

Ada tiga hal yang menyebabkan sebuah gunung api bisa meletus.

Pertama, karena volume di dapur magmanya sudah penuh; kedua, karena ada longsoran di dapur magma yang disebabkan terjadinya pengkristalan magma; dan yang ketiga, di atas dapur magma.

“Faktor yang ketiga ini sepertinya yang terjadi di Semeru, jadi ketika curah hujannya cukup tinggi, abu vulkanik yang menahan di puncaknya baik dari akumulasi letusan sebelumnya, terkikis oleh air, sehingga gunung api kehilangan beban," tambahnya.

"Sehingga meskipun isi dapur magmanya sedikit yang bisa dilihat dari aktivitas kegempaan yang sedikit (hanya bisa dideteksi oleh alat namun tidak dirasakan oleh orang yang tinggal di sekitarnya), Semeru tetap bisa terjadi erupsi,” jelasnya.

Dosen pada Kelompok Keahlian Petrologi, Vulkanologi, dan Geokimia, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) itu mengatakan, Gunung Semeru merupakan salah satu gunung api aktif tipe A.

Berdasarkan data dan pengamatan yang dilakukan, Mirzam berkesimpulan bahwa Gunung Semeru memiliki interval letusan jangka pendeknya 1-2 tahun.

Terakhir tercatat pernah juga mengalami letusan di tahun 2020 juga di bulan Desember.

“Letusan kali ini, volume magmanya sebetulnya tidak banyak, tetapi abu vulkaniknya banyak sebab akumulasi dari letusan sebelumnya,” jelasnya.

Namun, menurut Mirzam arah letusan gunung Semeru bisa diprediksi yaitu mengarah ke tenggara.

Hal ini karena mengacu pada peta Geologi Semeru, bidang tempat lahirnya gunung ini tidak horizontal tetapi miring ke arah selatan.

“Kalau kita mengacu pada letusan 2020, arah abu vulkaniknya itu cenderung ke arah tenggara dan selatan karena anginnya berhembus ke arah tersebut begitu juga dengan aliran laharnya karena semua sungai yang berhulu ke puncak Semeru semua mengalir ke arah selatan dan tenggara,” ujarnya.

Mirzam mengindikasikan abu vulkanik gunung semeru cenderung berat yang ditandai dengan warnanya yang abu-abu pekat. Hal tersebut terlihat dari visual di puncak Gunung Semeru.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Rumini, Tak Tega Tinggalkan Ibunya yang Renta Saat Gunung Semeru Meletus, Keduanya Ditemukan Tewas Berpelukan"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved