Kabar Gembira! Upah di Pontianak Naik Rp 235 Ribu, Daerah Lain Masih Tunggu SK Gubernur
IPM kita meningkat yang dibuktikan dengan IPM yang mulanya 79,4 sekarang 79,93. Harapan kita tertinggi secara regional.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Upah Minimum Kota (UMK) Pontianak akan naik pada 2022. Pada 2020 dan 2021, UMK Pontianak stagnan pada angka Rp 2.515.000. Tentunya ini merupakan kabar baik bagi penerima upah yang ada di Indonesia, khususnya Kota Pontianak.
Wali Kota (Wako) Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengakui bahwa UMK di Kota Pontianak sudah ditetapkan, dan telah diterapkan. Ia menyebutkan, besaran UMK di Kota Pontianak Rp 2.750.000.
UMK tersebut, kata dia, sudah diterapkan kepada tenaga kerja kontrak di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak. Sedangkan untuk swasta, kata dia, tergantung penghitungan dari penghasilan masing-masing perusahaannya.
"UMR kita di Kota Pontianak Rp 2.750.000 upah minimum regional Kota Pontianak. Sudah diterapkan kepada tenaga kontrak kita. Jadi tidak ada masalah, karena sudah diterapkan, " katanya kepada Tribun, Minggu 21 November 2021.
Edi mengatakan untuk swasta pihaknya tidak bisa mengintervensi secara 100 persen, lantaran ada perhitungannya. "Kalau swasta diterapkan ya alhamdulillah. Tapi kalau tidak, kan mereka ada hitungan-hitungannya juga, ada kesepakatannya. Misalnya, warung kopi kan perlu modal dan sebagainya sehingga gaji akan naik secara bertahap," katanya.
• Daftar 26 Provinsi yang Sudah Tetapkan Upah Minimum Provinsi Tahun 2022 di Indonesia
Edi Kamtono pun optimis dengan tingkat indeks pembangunan manusia (IPM) yang ada di Kota Pontianak ini yang terus meningkat. Diyakininya, ke depan juga akan bisa meningkatkan pendapatan.
"IPM kita meningkat yang dibuktikan dengan IPM yang mulanya 79,4 sekarang 79,93. Harapan kita tertinggi secara regional. Target IPM kita 8, salah satunya adalah dengan daya beli atau pendapatan, pendidikan dan kesehatan," jelasnya.
Sementara itu, di beberapa daerah di Kalbar masih belum menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2022. Satu di antara alasannya masih menunggu Surat Keputusan (SK) Gubernur Kalbar.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sanggau H Rony Fauzan mengungkapkan, pihaknya sampai saat ini masih menunggu SK Gubernur Kalbar terkait upah minimum 2022. "Masih menunggu SK Gubernur,” kata Rony Fauzan singkat.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kapuas Hulu, Iwan Setiawan menyatakan, pihaknya akan membahas terkait UMK Kapuas Hulu tahun 2022, dalam waktu dekat.
"UMK tahun 2022 di Kapuas Hulu belum kita tetapkan, kalau tak ada halangan minggu depan kita bahas, dan akan segera rapat terkait UMK," ujarnya.
Ditanya apakah akan ada kenaikan UMK tahun 2022 di Kapuas Hulu, Iwan Setiawan belum bisa memastikan, karena akan segera dibahas. "Tunggu hasil pembahasannya apakah ada kenaikan atau tidak ada kenaikan," ungkapnya.
Berdasarkan data, UMK 2021 Kapuas Hulu sebesar Rp 2.483.000. Sedangkan, UMK Sektoral Perkebunan dan Industri Pengolahan Kelapa Sawit, Industri Karet dan Barang dari Karet, Industri Penggergajian dan Pengolahan Kayu dan Peternakan masing-masing sebesar Rp 2.692.000.
Protes Keras
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) memprotes keras keputusan kenaikan UMP tahun 2022 dengan rata-rata sebesar 1,09 persen. Pemerintah menetapkan kenaikan upah minimum berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Artinya kenaikan UMP tahun 2022 tertinggi hanya sebesar Rp 37.538 dan kenaikan terendah adalah hanya naik Rp 14.032. Ini sangat memalukan di tengah kondisi rakyat yang semakin sulit dan daya beli masyarakat yang semakin rendah," kata Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat, dikutip Minggu 21 November 2021.
Menurutnya, pemerintah mempermalukan dirinya sendiri karena membuat aturan turunan berupa PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang justru bertentangan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam UU Cipta Kerja kenaikan upah minimum dihitung hanya berdasar variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi (bukan akumulasi).
Namun dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, ada tambahan formula baru yang ditetapkan sepihak oleh pemerintah, yang tidak diatur dalam UU Cipta Kerja, yaitu penyesuaian nilai upah minimum ditetapkan dalam rentang nilai batas atas dan batas bawah.
Nilai batas atas upah minimum dihitung berdasarkan rata-rata konsumsi per kapita, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga, dan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja pada setiap rumah tangga.
Nilai batas bawah upah minimum dihitung dari batas atas upah minimum dikalikan 50 persen. Formula baru rentang nilai batas atas dan batas bawah dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 inilah yang membuat kenaikan upah minimum 2022 hasilnya justru di bawah inflasi ataupun pertumbuhan ekonomi.
Padahal berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi tertinggi didapat oleh Maluku Utara dengan kenaikan 12,76 persen, inflasi tertinggi Bangka Belitung 3,29 persen.
Sangat Rendah
Anggota DPR RI Obon Tabroni mengatakan, kenaikan upah minimum tahun 2022 sangat rendah. Menurutnya, kenaikan upah lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai inflasi.
"Dengan kenaikan upah minimum yang nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan inflasi, maka kenaikan upah tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup," ujar Obon.
Obon menyoroti proses penetapan upah minimum yang mengabaikan prinsip perundingan bersama. Di mana selama ini upah minimum adalah hasil rekomendasi dari unsur tripartit yang melibatkan pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah.
"Terlihat dengan jelas bagaimana pemerintah melakukan intervensi dalam penetapan upah minimum 2022, yang semestinya adalah kewenangan Gubernur berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan yang bersifat tripartit," tegasnya.
Ia menilai, tidak semua wilayah dan sektor industri terdampak akibat Covid-19. Sehingga alasan bahwa banyak perusahaan tidak mampu membayar upah akibat pandemi tidak sepenuhnya benar.
Dengan kebijakan upah murah, perusahaan yang sebenarnya mampu membayar upah buruh lebih tinggi justru akan membayar sesuai dengan upah minimum. Ia menegaskan upah rendah juga tidak menjamin pertumbuhan ekonomi dan investasi menjadi semakin baik.
"Jangan salah mengobati yang sakit di mana yang diobati dimana. Berdasarkan kajian World Economic Forum, maraknya korupsi justru merupakan penghambat utama investasi di Indonesia," tuturnya.
"Praktik korupsi mengakibatkan beberapa dampak buruk terhadap investor. Dampak tersebut antara lain dapat memunculkan persaingan tidak sehat, distribusi ekonomi yang tidak merata, tingginya biaya ekonomi, memunculkan ekonomi bayangan, menciptakan ketidakpastian hukum, dan tidak efisiennya alokasi sumber daya perusahaan," tambah Odon.
Menurutnya, upah yang rendah justru akan membuat daya beli buruh merosot jatuh. Karena buruh tidak memiliki daya beli, maka tingkat konsumsi juga akan turun. Imbasnya, pertumbuhan ekonomi akan terhambat.