Dorong Peran Perempuan dalam Pengelolaan SDA di saat Pandemi

saat ini role model pengelolaan sumber daya alam yang banyak dipergunakan adalah dengan eksploitatif yang berorientasi pada ekonomi

Editor: Nina Soraya
Tribunpontianak.co.id/Istimewa
Peserta Diskusi Online "Peran Perempuan dalam Pengelolaan SDA, serta Mitigasi di saat Pandemi". 

Oleh karena itulah dalam SDG, hal ini sudah menjadi isu. Sisi lainnya adalah malnutrisi, obesitas, karena menjadi sesuatu yang tidak sehat.

Gemawan Temukan Dua Persen Anak Putus Sekolah Usia SD di Sambas

Lebih jauh, dia juga membahas menyangkut sistem pangan nasional yang seharusnya dikembalikan pada konsep keberagaman Nusantara (ragam sumber pangan dan jalan pangan).

“Tidak mesti harus nasi, karena banyak sumber protein lainnya. Karena sesuatu yang monokultur itu tidak baik. Potensi krisis menjadi sangat besar, ini harus kita (perempuan) tangani,” pungkasnya.

Pengakuan dan penghormatan ragam jalan pangan menjadi kunci penting kedaulatan pangan.

Hak masyarakat adat dan lokal terhadap pangan tidak bisa dipisahkan terhadap hak mereka terhadap lahan, teritori, sumber daya alam, dan kedaulatan diri.

"Memperbanyak inisiatif Pertanian ramah lingkungan , Agroforestry, Analaog Forestry berbasis rumah tangga. Konsolidasi praktik-praktik prosumsi kolektif dan berkelanjutan (green consumers/producers, penerapan agroekologi, Community Supported Agriculture/Gerakan Pangan Gotong-Royong, koperasi)," sampainya.

Kondisi Hutan di Kalimantan Barat

Luas Kawasan Hutan Kalbar menurut Permenhut P.733/2014 seluas ± 8,4 juta Ha, atau sekitar 58% dari luas wilayah Provinsi Kalbar.

Adapun potensi lahan gambut Kalbar cukup luas mencapai 1,72 juta Ha atau sekitar 11,8 persen dari luas wilayah Kalbar, yang berarti sangat terkait dengan cadangan karbon.

Tingkat deforestasi mencapai 600rb Ha/tahun pada periode Tahun 2000 – 2010 dan secara berangsur berkurang menjadi 100rb Ha/tahun pada sejak 2010 hingga saat ini.

Data pemanfaatan kawasan hutan di Kalbar s.d Juni 2017, yakni 24 izin IUPHHK-HA seluas ± 1.074.140 Ha; 43 izin IUPHHK-HTI seluas ± 2.012.186 Ha; dan 17 izin Pinjam Pakai Kawasan seluas ± 40.055 Ha.

Laili menyatakan, realitas pegelolaan hutan dan lahan cenderung eksploitatif, atau dilakukan dalam skala besar. "Ini yang menjadi masalah," ucapnya.

Kemudian, State Dominant (Hak Menguasai Negara). Hak menguasai negara itu menjadi sangat besar, bagaiaman sebuah wilayah ditetapkan dengan sebuah status oleh negara tanpa pelibatan masyarkat, padahal masyarakat sudah ada dalam kawasan tersebut. Walau sekarang sudah ada upaya untuk melibatkan masyarakat.

Pengelolaan Hutan juga Ambisius – Economic Oriented. Orientasi yang dibangun selama ini hanya ekonomi yang berujung pada eksploitasi.

"Pengelolaan yang tidak berkelanjutan, sehingga alam ini hanya dilhat sebagai objek, yang harus dikuras sehabis-habisnya, tanpa melihat relasi alam dengan manusia maupun relasi alam dengan alam sendiri," ujarnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved