Nelayan Pemangkat Minta Pemerintah Cabut PP 85 Tahun 2021
Kata Atong, di tengah pandemi Covid-19 adanya aturan baru itu justru terkesan memberatkan nelayan dan para pemilik kapal tangkap ikan.
Penulis: Muhammad Luthfi | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Perwakilan nelayan dan pemilik kapal di Kecamatan Pemangkat, Atong dalam aksinya di halaman kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Pemangkat meminta agar pemerintah pusat bisa meninjau kembali dan mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 tahun 2021.
Kata Atong, di tengah pandemi Covid-19 adanya aturan baru itu justru terkesan memberatkan nelayan dan para pemilik kapal tangkap ikan.
"PP 85 Tahun 2021 ini pasti berdampak pada pemilik kapal, karenanya kami tidak punya kemampuan lagi untuk mengoperasikan kapal-kapal kami, untuk itu kami minta PP 85 di cabut," ujarnya, Senin 27 September 2021.
"Di PP ini ada kenaikan berkisar 150 sampai 400 persen untuk perpanjangan izin kapal. Padahal kalau berdasarkan hitungan aturan PP 75 yang lama kami pengusaha pun itu sudah seret. Mau untung aja susah karena hasil tangkapan menurun dalam 2 tahun terakhir," ungkapnya.
• 100 Hari Kerja Bupati Sambas, DPRD Nilai Pelayanan Publik Mesti Jadi Perhatian Utama
Kata Atong dalam dua tahun terakhir jumlah tangkapan ikan di kapal miliknya berkurang kurang lebih 50 persen. Belum lagi untuk membiayai sparepart kapal tangkap ikan.
"Tidak hanya itu, untuk biaya tambat kapal saja di PP ini juga naik. Belum lagi sparepart alat tangkap jaring dan tali dan lain sebagainya itu juga naik. Lalu biaya listrik dan air juga naik, ini sangat banyak yang memberatkan kami dan ABK," tuturnya.
Karena kenaikan biaya tersebut kata Atong, mereka para pengusaha sepakat untuk tidak memperpanjang izin kapal kalau PP 85 Tahun 2021 itu tidak di cabut.
"Makanya kami sudah sepakat pemilik kapal se-Kalimantan Barat tidak akan memperpanjang izin kalau menggunakan tarif PNBP-nya itu menggunakan tarif yang ada di PP 85 tahun 2021," tegasnya.
Saat ini kata dia, beberapa kapal miliknya masih beroperasi. Dan akan habis izin operasi pada bulan Oktober hingga Maret mendatang. Hal ini kata dia, sebagai bentuk protes mereka kepada pemerintah karena sudah memberatkan para ABK di tengah pandemi Covid-19.
"Kalau memang PP-nya tetap di terapkan, kami sepakat tidak akan mengurus perpanjangan izin. Karena kami tidak mampu, bukan kami tidak mau. Dan ini pasti akan berdampak pada meningkatnya pengangguran di sektor perikanan," katanya.
"Kami tidak mau memecat ABK atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) tapi pemerintah yang memaksa kami untuk tidak mampu memperpanjang izin kapal," tuturnya.
Atong sendiri memiliki sedikitnya 15 kapal yang harus memiliki izin pusat. Dan ada beberapa kapal kecil lainnya.
"Untuk izin pusat ada 15 unit, untuk yang dibawah 15 gros ton ada 15 unit. Kalau di PP 75 untuk 30 gros ton ke atas, tapi di PP baru ini untuk yang 5 gros ton juga kenak pungut. Jadi kami tidak habis pikir akan hal itu," tuturnya.
"Ini kurang pas, karena sekarang ini sedang pandemi Covid-19, lalu cuaca tidak pasti dan hasil tangkap dalam tiga tahun terakhir ini kurang. Yang kami ingin sampaikan, jika para pengusaha tidak berjalan maka pengangguran akan meningkat. Ini baru dari sektor nelayan saja," tutupnya. (*)
(Simak berita terbaru dari Sambas)