Bagaimana Sikap Para Wali Terhadap Budaya-budaya Hindhu-Budha yang Sudah Menjadi Tradisi Masyarakat

Sikap para wali terhadap budaya-budaya Hindhu-Budha yang sudah menjadi tradisi masyarakat, juga ikut menghormati.

Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
Kompas/Muhammad Ikhsan Mahar
Menara Masjid Kudus, peninggalan Sunan Kudus satu di antara wali songo. 

Misalnya, suatu hari Sunan Kudus membeli sapi yang disebut kebo Gumiran kepada pedagang asing, sapi tersebut ia tambatkan di halaman.

Warga Hindu-Budha yang penasaran dengan apa yang akan dilakukan Sunan Kudus, akhirnya berkumpul.

Sunan Kudus pun bercerita tentang sapi waktu masih kecil.

Ia nyaris mati karena haus, lalu, dalam kehausannya datanglah seekor sapi yang kemudian menyusuinya hingga segar lagi.

Saat dewasa, demi hormatnya kepada sapi ia melarang masyarakat untuk menyakiti sapi.

Pengetahuan Sunan Kudus tentang budaya lokal membuatnya melakukan inovasiinovasi dalam menyampaikan dakwah lewat budaya yang membuatnya dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat kudus pada zamannya.

2. Sunan Giri

Dalam melaksanakan dakwahnya, Sunan Giri terkadang mendatangi masyarakat ke rumahnya dan berbicara empat mata untuk  menyampaikan ajaran Islam.

Kemudian mengumpulkan mereka dalam acara-acara yang menjadi tradisi masyarakat seperti selamatan, lalu Sunan Giri memasukkan ajaran Islam sehingga lambat laun ajaran Islam diterima dengan baik tanpa paksaan.

Salah satu proses Islamisasi melalui pendidikan yang diperankan Sunan Giri adalah usaha mengambil alih lembaga pendidikan Syiwa-Budha yang disebut mandala, asrama, atau dukuh menjadi pesantren.

Pada masa Majapahit dukuh dijadikan sebagai tempat pertapaan untuk mendidik calon pendeta, lalu oleh para Wali Songo dukuh diformat menjadi “pesantren” dan peserta didik yang belajar disebut santri.

Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved