Badai Sitokin dan Cara Mencegahnya

Sitokin adalah protein kecil yang dilepaskan banyak sel berbeda dalam tubuh, termasuk pada sistem kekebalan yang mengoordinasikan respons tubuh untuk

Editor: Nasaruddin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID
Ilustrasi Badai Sitokin. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Badai sitokin adalah kondisi saat pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit mengalami peningkatan kadar protein inflamasi di tubuh mereka terkait dengan infeksi yang parah hingga bisa menyebabkan kematian.

Sitokin adalah protein kecil yang dilepaskan banyak sel berbeda dalam tubuh, termasuk pada sistem kekebalan yang mengoordinasikan respons tubuh untuk melawan infeksi dan memicu peradangan.

Istilah sitokin berasal dari kata Yunani yakni cyto (sel) dan kinos (gerakan).

Berdasarkan temuan ilmuwan Inggris, seperti diberitakan Kompas.com, 13 Maret 2021, pasien Covid-19 yang meninggal tercatat hampir 10 kali lebih tinggi kadar sitokin di tubuhnya.

4 Fakta Vaksin Merah Putih Buatan Indonesia yang Akan Produksi Tahun Depan

Para ilmuwan itu menyebutkan, peningkatan protein inflamasi terjadi untuk membantu mengidentifikasi beberapa penanda peradangan dalam darah yang meningkat pada tahap awal Covid-19, sebelum pasien dalam kondisi sakit parah.

Proses terjadinya badai sitokin dalam tubuh pasien terjadi ketika merespons sistem kekebalan tubuh.

Saat virus SARS-CoV-2 memasuki tubuh, sel-sel darah putih akan merespons dengan memproduksi sitokin.

Sitokin kemudian bergerak menuju jaringan yang terinfeksi dan berikatan dengan reseptor sel itu untuk memicu reaksi peradangan.

"Pada kasus Covid-19, sitokin bergerak menuju jaringan paru-paru untuk melindunginya dari serangan SARS-CoV-2," ujar Penanggung Jawab Logistik dan Perbekalan Farmasi RSUP Dr Kariadi Semarang, Mahirsyah Wellyan TWH, seperti diberitakan Kompas.com, 16 Mei 2020.

Normalnya, sitokin hanya berfungsi sebentar dan akan berhenti saat respons kekebalan tubuh tiba di daerah infeksi.

Pada kondisi badai sitokin, sitokin terus mengirimkan sinyal sehingga sel-sel kekebalan tubuh terus berdatangan dan bereaksi di luar kendali.

Akibatnya, paru-paru bisa mengalami peradangan parah karena sistem kekebalan tubuh berusaha keras membunuh virus.

Yang perlu diperhatikan, peradangan pada paru-paru itu bisa terus-menerus terjadi meski infeksi sudah selesai.

Gejala Covid-19 yang Sering Muncul Bagi Orang yang Sudah Divaksin

Selama peradangan, sistem imun juga melepas molekul bersifat racun bagi virus dan jaringan paru-paru.

Tanpa penanganan yang tepat, fungsi paru-paru pasien dapat menurun hingga membuat pasien kesulitan bernapas.

Kondisi inilah yang bisa mengancam kelangsungan hidup pasien Covid-19.

"Maka sering pada pasien Covid-19 membutuhkan ventilator untuk membantu pernapasan," ujar Mahirsyah.

Mahirsyah menerangkan, interleukin-6 merupakan salah satu jenis sitokin yang terlibat pada proses inflamasi dan kanker.

Untuk pengobatan, obat anti-interleukin-6, seperti Tocilizumab dan Sarilumab sudah digunakan pada uji klinis pasien Covid-19.

Vitamin C juga bisa diberikan kepada pasien Covid-19.

Sebab, vitamin C bersifat antioksidan yang disebut dapat mengurangi keparahan badai sitokin.

Badai sitokin yang terjadi bergantung pada daya tahan tubuh atau sistem kekebalan tubuh dalam melawan virus yang masuk.

Jika daya tahan tubuh kuat, virus yang masuk bisa dikalahkan dan pasien Covid-19 bisa sembuh.

Apa itu Vaksin Pfizer yang Punya Tingkat Kemanjuran 95 persen Terhadap Covid-19?

Cara Mencegah Badai Sitokin

Badai sitokin memang merupakan reaksi sistem imum berlebih yang tak bisa dikontrol.

Bukan hanya menyerang virus, tapi juga bisa menyebabkan peradangan yang menyasar organ tubuh pasien.

Semua pasien Covid-19 berisiko mengalami kondisi ini, termasuk orang tanpa gejala (OTG).

Karena itulah, semua orang dianjurkan untuk dapat mendeteksi gejala secara dini, agar dapat diberikan pengobatan yang sesuai.

Spesialis penyakit dalam, RA Adaninggar, dr, SpPD menyebut, badai sitokin bisa diatasi bila si penderita melakukan pemantauan ketat selama infeksi Covid-19.

Langkah ini dapat membantu memperlambat progresivitas peradangan yang terjadi.

"Waspada bila muncul demam tinggi setelah hari kelima, batuk/sesak yang tambah parah, dan penurunan bertahap saturasi oksigen," tulis dia melalui akun Instagram-nya.

Menurut dia, kondisi gejala yang memburuk, dan kondisi masa kritis biasanya terjadi setelah lima hari muncul gejala pertama.

Karena kompleksnya faktor yang menentukan terjadinya badai sitokin pada seseorang, pencegahannya agak sulit dilakukan.

Namun hal ini bukan mustahil, khususnya jika kita tetap menjaga diri agar tak terinfeksi Covid-19.

"Karena kita tidak bisa memprediksi, lebih baik kita jaga-jaga, jangan sampai orang harus mengalami Covid, dan risikonya untuk jatuh ke kondisi berat tidak bisa diprediksi," kata Ninggar.

Pakar kesehatan yang aktif memberikan edukasi di media sosial ini mengingatkan untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Khususnya, karena penyebaran varian delta yang dominan dan jenis virus ini dapat menyebabkan viral load yang tinggi.

Dirinya menyarankan untuk menyegerakan vaksinasi karena dapat mengurangi gejala berat.

Selain itu, kita dianjurkan untuk menerapkan pola hidup sehat untuk mengoptimalkan kesehatan interferon dan sel imun dalam menghadapi virus.

Terakhir, Ninggar menyarankan pentingnya berdoa karena ada faktor genetik yang tidak bisa diketahui, namun sangat berpengaruh pada pasien yang mengalami badai sitokin.

"Kita tidak tahu bagaimana respons imun seseorang melawan Covid, jadi berdoa dan pasrah penting setelah melakukan semua usaha," sebut dia.

____________________

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cara Cegah Badai Sitokin pada Pasien Covid-19"
Penulis : Sekar Langit Nariswari
Editor : Glori K. Wadrianto

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved