Kejati Kalbar Tahan 1 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi di Bengkayang, Total Kerugian Negara Rp 8,2 M

MK diduga terlibat dalam kasus Dugaan Korupsi Kredit pengadaan barang dan jasa pada satu bank di Kabupaten Bengkayang pada 2018 lalu.

Penulis: Ferryanto | Editor: Jamadin
TRIBUN PONTIANAK/ DESTRIADI YUNAS JUMASANI
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar menggelar konferensi pers pengungkapan korupsi, di Kantor Kejati Kalbar, Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat 20 Agustus 2021. Adapun tersangka Mk merupakan penerima fasilitas kredit pengadaan barang dan jasa (KPBJ) dari satu diantara bank di Kabupaten Bengkayang tahun anggaran 2018, sehingga mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 8.238.743.929. 

TRIBUN PONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat Kembali menetapkan dan menahan satu orang tersangka dari rangkaian kasus dugaan korupsi kredit pengadaan barang dan jasa fiktif di kabupaten Bengkayang yang merugikan negara hingga lebih dari Rp8,2 miliar, Jumat 20 Agustus 2021.

Berdasarkan surat penahanan yang di keluarkan pada 2 Agustus 2021, MK satu diantara kontraktor di Kabupaten Bengkayang resmi ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat.

Dalam konferensi pers yang di gelar di Kantor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat Masyhudi yang di Wakilkan oleh Asintel Kejati Kalbar Taliwondo menyampaikan penahanan MK berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim penyidik Kejati Kalbar.

MK diduga terlibat dalam kasus Dugaan Korupsi Kredit pengadaan barang dan jasa pada satu bank di Kabupaten Bengkayang pada 2018 lalu.

Tersangka merupakan pimpinan perusahaan dari 31 perusahaan di Kabupaten Bengkayang yang mendapat 74 paket pekerjaan pada tahun tersebut, yang ternyata pengajuan kredit hanyalah fiktif belaka.

Terdakwa Kasus Dugaan Korupsi Dana Desa Diagendakan Pembacaan Tuntutan Dua Pekan Kedepan

Dari rangkaian kasus tersebut, diungkapkannya bahwa negara merugi hingga lebih dari Rp 8,2 Miliar

Para Tersangka menandatangani SPK dan dokumen-dokumen lainnya yang isinya direkayasa / fiktif dimana di dalam setiap SPK seolah-olah terjadi proses pengadaan barang/jasa (Penunjukan langsung) padahal proses tersebut tidak pernah dilaksanakan.

"Modus operandi nya ini bermula dari 31 perusahaan yang mendapat 74 paket yang mendapat kredit pengadaan barang dan jasa, dan masing - masing perusahaan ini mengajukan kredit dengan jaminan SPK (surat perintah kerja), yang di tanda tangani oleh terpidana HM selaku pejabat pembuat komitmen, dan terpidana SP dan terpidana GN selaku pengguna anggaran, jadi kedudukan tersangka ini terkait pengadaan barang dan jasa itu fiktif," tegasnya.

Dalam prosesnya pengajuan kredit tersebut, dikatakan Taliwondo, MK telah memperoleh dana  kredit lebih dari Rp359,4 juta untuk 3 paket pekerjaan, dan hingga saat ini belum mengembalikan kerugian Negara dari hasil perbuatannya.

Atas perbuatannya, MK akan dijerat dengan pasal Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana lelah diubah dan ditambah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP, Subsidair ,  Pasal 3 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana lelah diubah dan ditambah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Untuk saat ini, dari  sebanyak 18 perusahaan dari 49 Surat Perintah Kerja (SPK) telah mengembalikan kerugian negara.

Total pemulihan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 5.164.156.782,- (Lima Milyar Seratus Enam Puluh Empat Juta Seratus Lima Puluh Enam Ribu Tujuh Ratus Delapan Puluh Dua Rupiah) dan telah dititipkan di rekening titipan pada RPL Kejaksaan Negeri Bengkayang pada Bank Mandiri Cabang Bengkayang.

Terpisah, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat Masyhudi menegaskan, Bahwa penanganan perkara Korupsi menjadi prioritas pihaknya.

"Perkara korupsi didahulukan penahanan pada tahap penyidikan selama 20 hari, ini merupakan bentuk komitmen, untuk mewujudkan kepastian, keadilan dalam penegakan hukum dan menunjukkan ketegasan, kami tidak pandang bulu terhadap siapa saja pelaku tindak pidana perkara korupsi yang merugikan keuangan dan merusak perekonomian negara sehingga mengacaukan pembangunan,"tegas Masyhudi.

[Update Berita Seputar Kota Pontianak]

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved