Kecamatan Ambalau Sudah Merdeka Sinyal, Noveka: Tak Lagi Ketinggalan Informasi

Sebelum ada sinyal, yang pasti susah berkomunikasi dalam urusan pekerjaan. Jika ada pasien darurat, susah untuk konsultasi ke dokter Puskemas

Editor: Jamadin
Ilustrasi
Ilustrasi Sinyal 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG  - Masyarakat pedalaman di Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang kini sudah merasakan kemudahan komunikasi. Pada momen Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-76 RI ini, sejumlah kalangan di Ambalau berbagi cerita merdeka sinyal telepon seluler atau handphone kepada Tribun.

Satu di antaranya, Sekretaris Kecamatan Ambalau, Sintang, Noveka Kusnadi. Bagi Noveka, urusan surat-menyurat di daerah pedalaman, kini tak lagi ribet. Sekali tekan, informasi tersampaikan meski fisik undangan belum sampai di tangan.

Dahulu, distribusi informasi tak semudah sekarang. Sebelumnya, fisik surat undangan kegiatan dari kecamatan harus dikirim ke desa paling lambat sepekan sebelum kegiatan.

Walaupun, informasinya masih kerap sampai terlambat. Kegiatan sudah selesai di kecamatan, fisiknya baru diterima oleh kepala desa (kades).

“Sebelum ada sinyal, surat kami dari kecamatan harus dikirim berminggu-minggu sebelum kegiatan kalau dalam bentuk undangan. Bahkan, kadang suratnya sampai, tapi kegiatan sudah selesai. Begitu juga data-data, baik bidang pendidikan maupun pemerintahan pasti terlambat,” cerita Noveka, belum lama ini.

Siswa Akui Belajar Online Banyak Kendala, Habiskan Biaya Kuota Internet Hingga Gangguan Sinyal

Kemudahan Noveka dalam berkomunikasi berkat dibangunnya 18 Base Transceiver Station (BTS-USO) yang tersebar di desa-desa pedalaman hulu sungai melawi, di Kecamatan Ambalau, Sintang.

Total di Kecamatan Ambalau ada 33 desa. Sebagian desanya ada yang berbatasan langsung dengan Kalimantan Tengah (Kalteng).

Meski di Ambalau menara providernya paling sedikit di antara 14 kecamatan di Sintang, namun kini jumlah menara BTS-USO paling banyak dari kecamatan lain.

Bukan saja kemudahan yang didapat, dengan adanya stasiun pemancar itu juga memangkas biaya, dan waktu.

Masyarakat yang berada di pedalaman, tak perlu lagi turun ke ibu kota Kecamatan Ambalau, untuk sekadar mencari sinyal supaya dapat menghubungi keluarga yang berada di pusat kota Kabupaten Sintang.

“Sebelum ada tower memang sulit, baik hanya sekadar berkomunikasi, apalagi melihat dan mendengar info dari luar yang begitu cepat berkembang dan memakan biaya yang luar biasa. Tapi sekarang, misalkan saja dengan sudah ada tower di Menantak, orang tidak perlu lagi ke Kemangai (pusat Kecamatan Ambalau) untuk mendapat informasi keluarga atau yang lainnya, biaya juga relative kecil,” ungkap Noveka.

Kemudahan yang sama juga dinikmati oleh Rini. Setelah tujuh tahun bertugas di pedalaman Kalbar, dia akhirnya dapat melakukan konsultasi dengan dokter via seluler ketika ada kondisi pasien darurat memerlukan penanganan cepat.

Lagi Booming Aplikasi Snack Video, Ini Cara Dapat Dana dari Snack Video dan Bisa Cair Setiap Hari

“Sebelum ada sinyal, yang pasti susah berkomunikasi dalam urusan pekerjaan. Jika ada pasien darurat, susah untuk konsultasi ke dokter Puskemas,” kata Rini.

Rini bertugas di Desa Menantak, sejak Mei 2013. Dia seorang tenaga kesehatan yang melayani warga desa yang berada di perhuluan Sungai Jenggonoi, anak sungai Melawi. Bukan hanya warga Menantak, Rini juga mengcover Desa Deme, desa terjauh di Kecamatan Ambalau.

“Sebelum ada sinyal, kalau orang Deme perlu obat kirim pakai surat, tanpa pemeriksaan. Kemudian kalau amprah obat ke kecamatan juga titik surat lewat warga yang turun ke kecamatan. Lebih sering turun sendiri untuk amprah obat dan vaksin,” ujar Rini.

“Sejak ada sinyal, kami tidak lagi ketinggalan informasi mengenai pandemi, terutama bagi warga yang ingin mendapatkan vaksinasi dan jadwal vaksin. Saya juga tidak lagi merasa khawatir dengan keluarga yang ada di Sintang,” kata Rini.

Tulis Pesan di Batu
“Rombongan jemputan Dinas Kesehatan dari Desa Deme tiba di riam panjang jam tiga sore dan kembali jam 6 sore sebanyak 5 orang dan sampan 4 buah”

Kalimat itu tertulis di lempengan batu yang ditemukan oleh tim Dinas Kesehatan (Diskes) Sintang, di antara bebatuan yang berada di Riam Panjang, Desa Deme, Kecamatan Ambalau. Pesan itu, ditulis oleh Werenfridus Serak, Kades Deme dengan huruf capital, lengkap dengan tanda tangannya.

Tribun, pernah menapakan kaki di Desa Menantak hingga Desa Deme, desa terakhir yang berada di perhuluan Sungai Jenggonoi, DAS sungai Melawi pada Februari 2019 silam.

Werenfridus Serak bukan tidak punya handphone untuk menghubungi rombongan Diskes Sintang ketika dia dan warganya tiba di Riam Panjang untuk menjemput rombongan. Begitu pula sebaliknya. Sehingga, mereka tidak harus menunggu dan bisa janji ulang akan dijemput kapan.

“Ini masalah sangat sulit. Saya sering mendapat informasi terlambat. Misal ada kegiatan di kecamatan atau kabupaten, informasinya telat sampai. Kirim surat juga bakal datang terlambat,” kata Serak.

Modal HP dan Kuota Dapat Uang Tiap Hari, Berikut Lima Aplikasi Penghasil Uang dan Terbukti Membayar

Dulu, jaringan seluler hanya berada di Nanga Kemangai, pusat Kecamatan Ambalau. Itupun jaraknya sangat jauh. Bisa sehari atau lebih, tergantung pasang-surut air sungai. Dari pusat Sintang ke Deme atau Desa Menantak, bisa tiga hari perjalanan, bahkan lebih.

Ambalau, merupakan Kecamatan terjauh dari dari kota Kabupaten Sintang. Wilayah kecamatan ini terbesar dari 14 kecamatan yang ada Bumi Senentang. Luasnya mencapai 5.991,97 kilometer persegi. Berdasarkan data BPS 2021 atau 29,52 persen dari total wilayah kabupaten nomor 3 terbesar di Kalbar. Saking luasnya, 62,74 persen wilayah ini sebagian besar perbukitan.

Bagi warga pedalaman yang ingin pergi ke Kecamatan Ambalau, jutaan rupiah harus disiapkan. Lama perjalanan juga tergantung pasang surut air sungai.

Tak terhitung banyaknya jeram yang harus dilintasi, ditambah jalan kaki. Sebagian besar desa di Kecamatan Ambalau, belum terhubung jalan darat. Sungai menjadi satu-satunya akses transportasi.

Berdasarkan data Kecamatan Ambalau dalam angka tahun 2020, kondisi jalan darat antar desa berstatus tidak dapat dilalui sepanjang tahun oleh kendaraan roda 4 atau lebih.

Dari 33 desa yang ada, hanya tujuh desa yang bisa diakses melalui jalan darat dan air. Selebihnya, hanya bisa ditempuh dengan jenis transportasi air. Tak ada angkutan umum di Kecamatan Ambalau. Sepeda motor saja, jumlahnya hanya 545 unit berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Sintang tahun 2020.

Medan sungai untuk menjangkau desa-desa di perhuluan Ambalau, sangat ekstrem. Dibutuhkan motoris handal dan hapal medan. Jumlahnya, bisa ratusan.
Pasang surut debit sungai menjadi pertimbangan penting bagi kelancaran transportasi air. Jika air pasang, gelombang yang ditimbulkan dari riam begitu menakutkan dan mampu menghempas bodi kapal. Jika tidak berhati-hati, dapat membahayakan keselamatan. Bisa-bisa, perahu terbalik dan tenggelam.

Setiap motoris sangat memperhatikan keselamatan penumpang. Mereka tidak mau memaksakan mengangkut banyak penumpang ketika dirasa gelombang pasang tinggi.

Motoris memilih untuk mengurangi beban penumpang dan bolak balik melewati riam agar mengurangi resiko perahu karam. “Kalau air pasang, gelombang bisa mencapai 4 meter lebih,” cerita Petrus Bodon.

Dia mengaku sangat hafal dengan jalur sungai. Termasuk letak dan celah riam bebatuan mana yang bisa dan tidak bisa dilalui. Menjadi motoris saja sudah dari sejak tahun 2000. Situasi sesulit apapun, pernah ia lalui untuk mengantar tamu yang menyewa jasanya.

Rintangan berbeda ketika kondisi sungai surut. Sebab, aliran sungai terhalang gundukan batu yang tersebar hampir membentang selebar sungai. Sangat sulit melewati celah sempit yang tersisa di antara bebatuan yang bisa dilalui badan perahu.

Sehingga, motoris terpaksa harus menarik, menyeret bahkan mengangkat badan perahunya agar bisa lolos. Dibutuhkan enam sampai sembilan tenaga orang dewasa untuk menarik badan perahu selebar 9 meter tersebut.

Asa Werenfridus Serak, nampaknya sebentar lagi bakal terwujud. Tower BTS di Desa Deme, tahun 2021, sudah diajukan ke pemerintah. Totalnya, ada 12 menara yang diajukan.

“Deme dan Desa Pahangan, tidak masuk daftar tahun ini. Tetapi, karena ada desa lain yang dapat jatah dua kali, maka desa itu kami ajukan relokasi ke deme dan pahangan. Mudah-mudahan bisa relokasi,” kata Nopeka.

“Jika disetujui, maka semua desa di Kecamatan Ambalau terjangkau sinyal. Kecuali, Desa Riam Sabon. “Karena masih satu hamparan dengan Desa Buntut Sabon. Rencana yang kami ajukan tiga desa tersebut sudah terpasang vendor XL. Kemudian tahun ini kami ajukan vendor Terkomsel di Sungai Tambun. Artinya, tiga desa itu ada 2 tower. Begitu juga di ibu kota kecamatan kita ajukan tower XL,” katanya.

[Update Berita Seputar Kabupaten Ketapang]

Tantangan Geografis
Luas wilayah Kabupaten Sintang, sering disandingkan dengan Provinsi Jawa Barat. Ada 14 kecamatan, 16 kelurahan dan 391 desa di kabupaten seluas 21.638 km persegi. Berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2020, jumlah penduduknya mencapai 421.306 jiwa.

Kepadatan penduduk di Kabupaten Sintang adalah 19 jiwa per kilometer persegi. Di Kecamatan Ambalau paling sedikit jumlah penduduknya, hanya 13.259 jiwa.

“Sintang punya 391 desa. Idealnya, satu desa minimal satu tower. Sekarang sudah terbangun 44 tower BTS. Tahun 2021, akan dibangun 163. Tinggal kurangi saja berapa kurangnya sehingga akses optimal. Proses ini perlahan,” kata Kurniawan, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Sintang.

163 tower komunikasi rencananya dibangun di 10 kecamatan, termasuk di Kecamatan Ambalau. Tower ini, prioritas dibangun di daerah tertinggal. Speknya juga beda dengan 44 tower yang dibangun sebelumnya.

“Dulu BTS-USO, sekarang BTS 4G. Sinyalnya jangkauan 2 kilometer, walaupun kadang tidak dapat, tapi dia bisa mengcover desa lain,” kata Kurniawan.

Kurniawan optimis pada tahun 2024 mendatang, Kabupaten Sintang akan mengalami proses tranformasi digital. “Ini kebijakan strategis nasional, Pokoknya fiber home yang ditugasi Bakti Kominfo kami dukung penuh. Mereka juga perlu dukugan semua pihak pelaksanan dari desa dan kecamatan, warga juga, karena penerima mafaat,” katanya.

Geografis menjadi tantangan terbesar dalam pembangunnan infrastruktur telekomunikasi di Kabupaten Sintang. Semua kemungkinan buruk sudah dipersiapkan, asal mendapat dukungan penuh dari masyarakat setempat.

“Kendala di lapangan, medan yang pasti. Karena kontur medang kita yang sulit, terkadang untuk roda empat tidak menjangkau, dua juga tidak bisa. Tapi untuk kita yang paham kondisi ini sudah kita persiapkan, segala kemunginan yang terjadi,” kata Hariyadi, direktur PT SMM, kontraktor pelaksana pembangunan menara BTS.

Pembangunan menara pemancar sinyal, dikerjakan secara pararel. Selain ketersediaan material lokal, seperti pasir, batu koral, material besi, tower, hingga perangkat pemancar, IMB paling utama. Proses yang memakan waktu lama, validasi engineering dan lahan.

“Kalau survey kita butuh waktu satu minggu. Validasi yang lama, karana ada validasi engineering dan lahan. Kita harus lihat tranmisi, karena semua interkoneksi, ndak ada yang berubah. Kalau satu set geser maka semua akan geser, jadi kita lihat dari dua sisi. Kalau lahan oke, tranmisi oke, Bakti Kominfo akan notif, oke lanjut bangun baru kita akan masuk proses selanjutnya. Kita punya timeline sebelum desember harus sudah selesai,” kata CME Supervisor Fiber Home, Doddy Devrian.

FiberHome merupakan rekanan Bakti Kominfo dalam pembangunan BTS. Menurut Doddy, tipe tower yang dibangun tahun ini, beda dengan tahun sebelumnya. Baik tipe tower maupun dari tranmisinya.

“Kita pakai 4G, teknologinya kita harapkan lebih ke arah data internet. Untuk sekolah daring online bisa, maupun youtube bisa. Tapi yang ada titipan mendikbud kita harus percepat karena membantu anak-anak proses belajar mengajar itu yang kita kejar,” kata Dody.

Internet saat ini diakui Dody menjadi kebutuhan masyarakat. Disadarinya, infrastruktur telekomunikasi yang dibangun di Kabupaten Sintang, belum bisa menjangkau seluruh masyarakat. Namun, sebagian besar di daerah terdepan terpencil dan tertinggal diupayakan agar merdeka sinyal.

“Daerah 3T ini special case. Kendala di akses dan jangkauan. Memang betul akan kita kerjakan secara hati-hati walaupun lambat karena akses. Tapi pasti akan kita kerjakan. Kalau dari 100 persen dengan luasan lahan di kabupaten sintang, kita menyadari tidak semua dapat, tapi sebagian besar akan dapat karena yang kita cover adalah desa 3T. Jadi mohon maaf kalau ada dusun yang tidak tercover, tapi desa tercover,” ujar Dody.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved