Khutbah Idul Adha Selasa 20 Juli 2021, Tema Memaknai Hari Raya Idul Adha di Tengah Pandemi Covid-19

Berikut contoh teks naskah khutbah Idul Adha 1442 H/2021 berjudul Memaknai Hari Raya Idul Adha di Tengah Pandemi.

Penulis: Rizky Zulham | Editor: Rizky Zulham
freepik.com/pikisuperstar
Ilustrasi Idul Adha. 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

Umat Islam sesungguhnya umat yang peduli dengan kesehatan dirinya dan lingkungannya. Syariat qurban yang merupakan jejak dari Nabi Ibrahim alaihissalam, tidak sekedar bentuk penghambaan kepada Alloh, juga memiliki dimensi lainnya, sepeti dimensi sosial yaitu berbagai dengan sesama, dimensi ekonomi dengan menggairahkan industri peternakan, juga berdimensi kesehatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat muslim. Masih banyak saudara-saudara kita yang menganggap daging adalah makanan yang mahal dan jarang dikonsumsi.

Pola makan yang sehat juga bersumber dari makanannya yang halal dan thoyyib merupakan ajaran dari agama kita, sebagaimana perintah Alloh Ta’ala kepada umat manusia: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena setan itu musuh yang nyata bagimu (QS Al Baqarah 168). Halal berkaitan dengan keberkahan, sedangkan thoyyib itu bisa bermakna gizi yang seimbang. Imunitas tubuh kita bisa dijaga dan ditingkatkan dengan menjalankan pola hidup sehat, seperti mengkonsumsi gizi yang seimbang, berolahraga, dan terhindar dari stress.

Pola hidup sehat Rasululloh wajib kita tiru, misalnya pola aktivitas, pola tidur hingga pola makan nabi. Nabi bersabda,” orang mukmin itu makan dalam satu usus, sedangkan orang kafir makan dengan tujuh usus (HR Bukhori Muslim). Dalam hadist lain, disebutkan bahwa perut ini hendaknya diisi dengan 1/3 makanan, 1/3 minuman dan 1/3 untuk bernafas. Terbukti secara ilmiah, perut salah satu sumber penyakit terbesar, karena itu orang yang makan selalu kekenyangan berisiko timbulnya berbagai penyakit. Alloh Ta’ala berfirman:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

dan makanlah dan minumlah kalian, namun jangan berlebihan. sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang suka bersikap berlebihan. (QS. al-a’raf: 31).

Karena itulah, ada syariat puasa dalam ajaran Islam, baik puasa wajib di bulan Ramadhan maupun puasa sunnah, seperti puasa Senin dan Kamis, atau puasa Ayyamul Bidh (13, 14, 15 bulan qomariyah tiap bulan). Secara ilmiah, puasa ternyata bermanfaat untuk regenerasi sel dalam tubuh kita, kebugaran dan ketenangan jiwa. Setiap hari raya umat Islam diawali dengan puasa. Idul Fitri diawali dengan puasa Ramadhan. Begitu pula, Idul Adha diawali dengan puasa Arofah, bahkan berpuasa yang dimulai pada awal hingga 9 Dzul Hijjah termasuk ibadah yang utama. “Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan selama 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah.” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Daud).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah..

Ibadah qurban merupakan ibadah yang memiliki dimensi sosial dan ekonomi. Hasil riset Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) menunjukan bahwa potensi kurban mencapai Rp 28,4 trilyun. Angka yang sangat besar. Kelompok menengah umat Islam di Indonesia yang mencapai 49,4 juta. Dari 12,7 juta keluarga Muslim sejahtera itu, diasumsikan tingkat ketaatannya 27,5 persen, sehingga diperkirakan 3,5 juta keluarga setidaknya melaksanakan ibadah kurban. Tapi, itu angka tahun 2019. Lalu, bagaimana dengan potensi ekonomi kurban pada tahun 2020 dan 2021 di masa pandemic Covid-19 ini?

Menurut lembaga Riset ini potensi nilai ekonomi kurban terus mengalami penurunan. Pada tahun 2021 diproyeksikan sebesar Rp 18,2 triliun yang berasal dari 2,2 juta orang yang berkurban. Proyeksi ini pun turun dari tahun lalu yang diperkirakan mencapai Rp 20,5 triliun dari 2,3 juta orang yang berkurban. Penurunan seiring dengan bertambahnya angka kemiskinan penduduk kita akibat terdampak Covid-19. Hanya kepada Allohlah kita memohon perlindungan dan pertolongan-Nya. Semoga Alloh angkat wabah di negeri ini dan di seluruh dunia.

Namun, Alloh telah memberi syarat untuk mencapai kemakmuran, yang disebut oleh Al-Quran dengan Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghafur, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya.

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

” Sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa, pasti Kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan [QS al-A’râf :96].

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah..

Beriman dan bertaqwa adalah kunci utama untuk keluar dari krisis multidimensi ini, baik krisis kesehatan, krisis ekonomi maupun krisis akhlak. Alloh Ta’ala telah memberikan solusinya, tapi masih banyak diantara kita ynag tidak mau mengikuti dan menerapkanknya.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved