Ramadan 2021
Seseorang Yang Berpuasa Dilarang Berkata Kotor dan Sia-Sia
Banyak sekali aspek spritual yang harus kita bawa dalam Ibadah Shiyam kita, baik itu berupa perintah dan anjuran ataupun dalam bentuk larangan.
Penulis: Chris Hamonangan Pery Pardede | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Wakil 1 Ikatan Alumni Santri Sidogiri Kalbar, Sufyan Tdauri menyebutkan, jika puasa adalah salah satu Ibadah yang sangat sentral dalam Islam, bahkan termasuk bagian dalam Rukun Islam.
Rukun Islam sendiri merupakan lima tindakan dasar dalam Islam dan merupakan pondasi amaliyah yang harus dikerjakan oleh umat Islam.
Pada dasarnya Rukun Islam termasuk juga puasa dipandang oleh banyak umat muslim sebagai bagian aspek eksetoris (Dzahir saja), sehingga melaksanakannya pun terkesan mengabaikan aspek Esetoris (Spritual).
Padahal ruh dari pengamalan Shiyam (puasa) adalah bagaimana kita bisa membawa ruh spritualitas dalam setiap proses shiyam yang kita lakukan.
Banyak sekali aspek spritual yang harus kita bawa dalam Ibadah Shiyam kita, baik itu berupa perintah dan anjuran ataupun dalam bentuk larangan.
Misal dalam bentuk anjuran, dalam berpuasa terutama di Bulan Ramadan, kita dianjurkan untuk memperbanyak amal Ibadah Sunnah yang Justru secara aspek dzahir tidak ada hubungannya dengan Puasa, seperti memperbanyak sedekah, memperbanyak membaca Al-Qur’an, menolong orang lain dan lain sebagainya.
Akan tetapi secara eksetoris justru amal amal ibadah tersebut akan memperkuat nilai-nilai Ibadah puasa kita.
Sedangkan dalam bentuk Larangan, tentu tidak sedikit pula yang harus di upayakan bagi shoim (orang yang berpuasa).
Baca juga: Puasa Akan Sia-sia Jika Melakukan Rafats, Apa Itu Rafats?
Salah satunya adalah mencegah diri dari perbuatan dan ucapan yang sia-sia, seperti berbohong, mencaci maki, ghibah dan ucapan-ucapan kotor lainnya.
Dipaparkannya, Rasulullah SAW bersabda yang artinya Bukanlah puasa itu sebatas menahan lapar dan haus, tapi hakikat puasa adalah menahan diri dari perbuatan yang sia-sia (Al-Laghwu) dan ucapan yang tidak layak (Rafast).
"Bahkan menghindari ucapan sia-sia menjadi barometer kualitas keislaman seseorang," katanya, Kamis 15 April 2021.
Dalam Hadist lain Rasulullah SAW bersabda yang Artinya, diantara baiknya keislaman seseorang adalah meningalkan perkataan yang tidak bermanfaat (Sia-sia).
Sedangkan kata Rafast sendiri pernah disinggung dalam Al-Qur’an, yaitu dalam Surah Al-Baqarah ayat 194 yang Artinya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berdebat di dalam masa mengerjakan haji.”
Syekh Ahmad bin Abu Bakar bin Ismail al-Bushiri dalam karyanya berjudul Ithaf al-Khairah al-Mahrah bi Zawaid al-Masanid al-Asyrah yang merupakan salah satu kitab Zawaid dalam literatur kitab hadits, mengutip pendapat Ibnu Abbas ketika ditanya tentang rafats, fusuq, dan jidal.
Artinya “Dari Ibnu Abbas Ra. berkata: rafats berarti berhubungan seks, sedangkan fusuq berarti maksiat, dan jidal berarti berbantahan.”
Akan tetapi pengertian diatas juga harus dilihat dalam aspek kontekstual nya, bukan hanya aspek tekstual. Ayat diatas menjelaskan ibadah haji, maka Rafast diarahkan pada makna bersetubuh.