Dorong Ekonomi Alternatif Bisnis Ikan Tirus Moncreng Kendati Pandemi Covid-19
Hasilnya, mereka bisa bangkit lagi dan mampu mengisi permintaan pembeli ikan tirus dari Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID PONTIANAK - Kendati budi daya kepiting bakau di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, rontok akibat kemunculan pandemi Covid-19, tidak membuat sebanyak 45 anggota kelompok budi daya berlarut-larut dalam situasi keterpurukan yang lama.
Mereka berhasil keluar dari kesulitan berkat pendampingan dari Yayasan Sampan dan petugas pendampingan perhutanan sosial Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Hidup (BPSKL) Wilayah Kalimantan dengan dukungan dari Yayasan Dagang Hijau Indonesia (IDH).
Dalam pendampingan tersebut, Yayasan Sampan dan BPSKL terus mendorong pengembangan sektor-sektor alternatif lain yang tidak hanya bertumpu pada satu komoditas saja.
Hasilnya, mereka bisa bangkit lagi dan mampu mengisi permintaan pembeli ikan tirus dari Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak.
Pebudidaya kepiting bakau, Suheri mengatakan awalnya mereka tergantung dari hasil kepiting bakau dan arang mangrove.
Sekarang, kata Suheri, penebang mangrove dan pebudidaya kepiting punya alternatif pekerjaan lain yaitu budi daya ikan tirus.
"Budi daya kepiting sempat berhasil dan sudah panen raya. Sebagian dari kami yang awalnya penebang mangrove sekarang punya tambak kepiting. Karena korona [Covid], permintaan kepiting kosong dan kami sekarang beralih ke budi daya ikan tirus tenyata banyak yang minta kirim," kata Suheri dari siaran pers, Minggu 13 Desember 2020.
Dengan rasa gembira, Heri mengutarakan dalam sekali permintaan, anggota kelompok bisa memenuhi puluhan kilogram ikan untuk 9.000 penduduk Kecamatan Batu Ampar, sebagian didistribusikan ke Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak.
Konsumsi pakan dan masa panen yang cepat, menurutnya, membuat produksi ikan tirus tidak sesulit budi daya kepiting.
Kantong pemasukan mereka jadi mudah terisi kembali selama Covid-19 masih berlangsung dan bisa menambah biaya produksi untuk industri hilir dari komoditas lainnya.
"Sebagian dari tambak kepiting itu off, jadi diganti untuk tambak ikan tirus. Panennya tidak lama, berat 2-3 kg sudah bisa panen. Penghasilan kami lumayan, antara Rp6 juta sampai Rp10 juta. Ada solusi lagi untuk tidak tebang mangrove," kata Heri.
Sebagai informasi, masyarakat terdiri dari 45 anggota kelompok keramba Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) pernah merasakan panen raya kepiting bakau pertama kali, pada 18 Desember 2019 lalu.
Ketika itu, mereka panen sebanyak 2,5 ton kepiting untuk mengisi permintaan ratusan kepiting dari Jakarta, Bali dan Pontianak.
Setelah itu, panen-panen berikutnya hingga saat ini sirna akibat pandemi.
Para pembeli dalam jumlah besar berhenti memesan selama masih terjadi Covid-19.