DRAF Halaman UU Cipta Kerja Berkurang jadi 812, Benarkah UU Omnibus Law Telah Berubah?
UU ini jadi prioritas karena diusulkan Presiden Joko Widodo saat pidato pertama setelah pelantikannya Oktober 2019 lalu.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Setidaknya ada 3 draf RUU yang diedarkan ke publik sejak pengesahan di badan legislasi DPR.
UU ini jadi prioritas karena diusulkan Presiden Joko Widodo saat pidato pertama setelah pelantikannya Oktober 2019 lalu.
Draf UU dikirim ke DPR pada 12 Februari 2020 oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto kepada Ketua DPR Puan Maharani.
Tebalnya 1.028 halaman, terdiri dari 15 BAB dan 174 pasal.
Lantas, draf pertama setelah pembahasan DPR diedarkan pada saat paripurna, setelah persetujuan 7 dari 9 fraksi di Baleg DPR, drafnya berjumlah 905 halaman.
Lalu ada draf kedua, jumlah halamannya 1.052 beredar pada 10-11 Oktober.
Di halaman awal dalam draf tertulis tanggal 9 Oktober 2020.
Draf ketiga muncul pada 12 Oktober 2020.
Yang ini istimewa, karena ada lampiran di halaman akhir untuk tanda tangan Pimpinan Sidang Paripurna Aziz Syamsudin dari Partai Golkar.
Kata Sekjen DPR Indra Iskandar inilah draf yang diserahkan ke presiden.
Menurut pasal 72 ayat 2, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, DPR punya waktu 7 hari kerja setelah pengesahan menyampaikan RUU ke presiden.
Maka menurut Sekjen DPR Indra Iskandar, batas akhir pengiriman UU Cipta Kerja yang telah disahkan adalah 14 Oktober.
Sebagai catatan, draf yang dirapikan berasal dari draf 905 halaman, yang diedarkan salah satu Anggota Baleg dari PPP Ahmad Baidowi.
Sementara menurut Anggota Baleg DPR Firman Subagyo, sejak 5 Oktober setelah pengesahan rancangan menjadi UU, yang berubah adalah formatnya bukan substansinya.
Setelah draf dikirim ke presiden, jumlah halaman kembali ringkas, hanya 812 halaman.
Lalu apakah setelah yang 812 halaman ini akan ada lagi draf-draf lain?
Kata Sekjen DPR Indra Iskandar dan Firman Subagyo, hanya perubahan teknis, seperti salah ketik, salah spasi, dan huruf besar huruf kecil, tanpa ada perubahan substansi.
Lalu pemerintah juga meringkas lagi jumlah halaman RUU menjadi 812 halaman.
Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menyatakan, draf tersebut merupakan hasil perbaikan terkini yang dilakukan DPR. "(Iya) 812 halaman, pakai format legal," kata Indra saat dihubungi, Selasa (13/10/2020).
Sebelumnya, beredar draf RUU Cipta Kerja dengan jumlah 1.208, 905, dan 1.035 halaman.
Saat itu, Indra mengonfirmasi bahwa yang berjumlah 1.035 halaman adalah dokumen terkini. Namun, perbaikan masih terus dilakukan.
Dokumen berjumlah 1.035 halaman itu kemudian menjadi 812 halaman setelah diubah dengan pengaturan kertas legal.
Saat ini, dokumen tersebut beredar dengan nama penyimpanan "RUU Cipta Kerja-Penjelasan". "Itu kan pakai format legal.
Kan tadi (yang 1.035 halaman) pakai format A4, sekarang pakai format legal jadi 812 halaman," tuturnya.
Indra enggan menjawab saat ditanya perihal perubahan substansi. Ia menuturkan, Kesekjenan DPR hanya mengurus soal administrasi.
Ia pun menyebut bahwa draf RUU Cipta Kerja belum dikirim ke presiden.
"Nah, jangan tanya saya, saya enggak mau ngomong substansi. Saya hanya administrasi," ujar Indra.
Kapan Naskah Final UU Cipta Kerja ?
Menteri Komunikasi dan Informatika Johhny G Platte menegaskan, naskah final Undang-Undang Cipta Kerja tak bisa buru-buru dipublikasikan ke publik.
Naskah final itu baru akan dipublikasikan setelah tercatat sebagai lembaran negara.
"Kalau presiden sudah undangkan dan masuk lembaran negara, lembaran negara itu yang dikasih ke publik," kata Johnny kepada Kompas.com, Senin (12/10/2020).
Hal ini disampaikan Johnny menanggapi desakan agar pemerintah segera mempublikasikan naskah final itu agar tak terjadi kesimpangsiuran informasi.
Namun, Johnny menyebut, saat ini naskah UU Cipta Kerja masih berada di DPR untuk difinalisasi.
Finalisasi tersebut hanya berupa hal teknis seperti memperbaiki salah ketik, tetapi tak akan ada substansi yang berubah.
"Karena keputusannya sudah final. Hanya keputusan yang final itu diketik, yang salah ketik diperbaiki, disiapkan, dikirim ke pemerintah. Bukan dirubah. Itu sudah final. Yang ada proses administrasi teknis," kata dia.
DPR memiliki waktu tujuh hari setelah rapat paripurna untuk mengirimkan naskah final UU yang telah disahkan kepada pemerintah.
Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Setelah sampai di pemerintah, naskah itu akan dicek ulang terlebih dahulu. "Pemerintah cek lagi. Sudah sama belum dengan yang kita putuskan bersama.
Masih ada gak yang salah ketik. Setelah semua diperiksa, baru diundangkan oleh Presiden," kata dia.
Setiap UU yang telah diundangkan biasanya akan diunggah ke situs resmi Sekretariat Negara.
Namun, jika belum diundangkan oleh presiden dan tercatat sebagai lembaran negara, Johhny menegaskan bahwa pemerintah tak akan mempublikasikan naskah UU tersebut.
"Jangan kamu minta DPR kirim pemerintah terus pemerintah upload. Pemerintah periksa saja belum. Nanti kalau ada salah ketik lagi yang disalahkan siapa," kata dia.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nur Hidayati sebelumnya meminta pemerintah mengunggah dokumen final Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan.
Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat bisa mempelajari seperti apa draf final itu dan tak perlu mengacu pada draf yang beredar di media sosial.
Dengan begitu, tak perlu ada lagi tuduhan bahwa masyarakat yang menolak UU itu termakan hoaks.
"Kalau presiden bilang itu hoaks, dokumen referensinya yang mana. Presiden menuduh masyarakat menyebar hoaks, tapi di sisi lain pemerintah tak pernah menyediakan informasi yang memadai untuk membaca versi yang benar," kata Nur.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Draf RUU Cipta Kerja Diperbarui Lagi, Berubah Jadi 812 Halaman"