CEK FAKTA - Potensi Tsunami 20 Meter di Selatan Jawa & Gempa Megathrust, BMKG Imbau Warga Tak Panik

Kajian penelitian terbaruoleh peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ini lantas menjadi viral diperbincangkan, sehingga membuat panik cemas

Editor: Dhita Mutiasari
TRIBUNNEWS
Ilustrasi - Gempa bumi. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Belakangan ini masyarakat dihebohkan dengan kabar prediksi  gempa dahsyat dan Tsunami setinggi 20 meter di pantai selatan Jawa.

Hal ini berawal dari hasil riset para peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah diterbitkan dalam jurnal Nature Scientific Report pekan lalu mengungkapkan adanya potensi tsunami 20 meter di selatan Pulau Jawa tersebut. 

Kajian penelitian terbaruoleh peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ini lantas menjadi viral diperbincangkan, sehingga membuat panik dan cemas sebagian masyarakat.

Namun, Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG), Dr Daryono menegaskan masyarakat jangan salah persepsi menyikapi kajian terbaru ini.

FAKTA Potensi Tsunami 20 Meter Selatan Jawa, Hasil Kajian Riset ITB & Saran Mitigasi Pakar Tsunami

Potensi Tsunami Ketinggian 20 Meter di Selatan Jawa Diungkap, Pakar Tsunami BPPT Angkat Bicara

Dijelaskan Daryono, kecemasan dan kepanikan publik yang sering muncul akibat adanya informasi potensi gempa megathrust tampaknya terjadi karena adanya kesalahpahaman saja.

Para ahli dalam menciptakan model potensi bencana sebenarnya ditujukan untuk acuan upaya mitigasi.

"Iya, (kajian potensi tsunami 20 meter) hanya hasil modelling," kata Daryono kepada Kompas.com, Minggu (27/9/2020).

Akan tetapi, diakui Daryono, sebagian masyarakat memahaminya kurang tepat, seolah bencana akan terjadi dalam waktu dekat.

Kesalahpahaman persepsi ini dianggap menjadi masalah komunikasi sains yang masih terus saja terjadi.

Sebab, hingga saat ini masih ada gap atau jurang pemisah antara kalangan para ahli dengan konsep ilmiahnya, serta masyarakat yang memiliki latar belakang dan tingkat pengetahuan yang sangat beragam.

"Kasus semacam ini tampaknya masih akan terus berulang, dan pastinya harus kita perbaiki dan akhiri," ujarnya.

 Masyarakat diminta jangan mudah terpancing

Diakui Daryono bahwa kepanikan masyarakat akibat informasi potensi gempa megathrust sudah sering kali terjadi, dan terus berulang sejak pasca peristiwa tsunami Aceh 2004.

Gaduh akibat potensi gempa megathrust dan tsunaminya selalu muncul, setiap para ahli mengemukaan pandangan mengenai potensi gempa dan tsunami.

"Untuk mengakhirinya, kami berharap masyarakat terus meningkatkan literasi, selanjutnya tidak mudah "kagetan" setiap ada informasi potensi bencana," tegasnya.

Masyarakat juga diminta agar jangan mudah terpancing dengan judul berita dari media yang dengan bombastis memberitakan potensi bencana.

Daryono mengungkapkan terkadang ada media yang menyajikan berita yang tidak utuh dalam mengutip narasumber, sehingga muncul berita sepotong-sepotong yang akhirnya menimbulkan salah persepsi di tengah-tengah masyarakat.

"Waspada harus, tapi jangan takut dan panik hasil itu. Potensinya ada, tapi kapan nggak tahu. Cucu kita juga belum tentu. Mari bersama kita akhiri kepanikan ini dan kini saatnya bersama-sama menata mitigas," tukasnya.

Riset ITB: Potensi Tsunami 20 Meter di Selatan Jawa

Hasil riset terkait potensi tsunami mencapai ketinggian 20 meter di Selatan Pulau Jawa yang viral tersebut telah diterbitkan dalam jurnal Nature Scientific Report, Kamis (17/9/2020).

Penulis pertama dalam riset tersebut adalah Sri Widyantoro dari Global Geophysics Research Group, ITB. Tim peneliti lainnya terdiri dari Endra Gunawan, A Muhari, N Rawlinson, J mori, NR Hanifa, S Susilo, P Suspendi, H A Shiddiqi, AD Nugraha, dan HE Putra.

Riset tersebut dimulai sejak 5 tahun yang lau, menyusul pemodelan potensi bencana gempa bumi di zona subduksi di sepanjang selatan Jawa berbasis analisis multi-hazard dan multi-data untuk pengurangan risiko atau mitigasi bencana.

Seperti diwartakan Kompas.com, Jumat (25/9/2020), Endra salah satu peneliti riset itu menyampaikan potensi tsunami dan gempa besar di selatan Jawa berasal dari analisis data GPS dan data gempa yang terekam.

Berdasarkan data GPS menunjukkan adanya zona sepi gempa. Artinya, bisa jadi zona itu mungkin hanya terjadi pergerakan pelan-pelan, sehingga gempa tidak terjadi, atau sebaliknya terjadi locking, daerah itu terkunci sehingga tidak dapat bergerak.

"Karena gempa itu siklus, maka ada saatnya di mana di wilayah itu ada pengumpulan energi, lalu akan melepaskan saat gempa," ungkap Endra.

Lebih lanjut Endra mengatakan, kalau seandainya wilayah-wilayah tersebut terjadi gempa dalam waktu bersamaan, maka worst case (skenario terburuk) menunjukkan akan adanya potensi gempa hingga M 9,1.

"Kemudian dari informasi tersebut, kami memodelkan potensi tsunaminya, dan muncullah (potensi tsunami) 20 meter di Jawa bagian barat, dan 10 meter di Jawa bagian tengah dan timur," ungkap dosen Teknis Geofisika ITB ini.

Endra menegaskan bahwa dalam studi ini tidak bicara tentang prediksi kapan gempa besar itu akan terjadi.

Sains atau peneliti manapun, kata dia, hingga saat ini tidak memiliki kemampuan untuk memprediksi waktu terjadinya gempa bumi tersebut.

Dorong Edukasi Mitigasi 20-20-20

Riset ilmiah terkait potensi tsunami 20 meter di Selatan Jawa mendorong para ahli untuk kembali menggencarkan edukasi mitigasi bencana kepada masyarakat.

Salah satu mitigasi yang sering disosialisasikan yakni oleh berbagai pihak yakni skema 20-20-20.

Apa itu skema mitigasi 20-20-20 dan apakah masih relevan sebagai upaya mitigasi pada potensi tsunami 20 meter di Selatan Jawa?

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika ( BMKG), Rahmat Triyono mengatakan skema 20-20-20 sebagai skema mitigasi bencana gempa dan tsunami telah melalui berbagai riset dan kajian.

"Jadi saya kira ini (skema 20-20-20) masih sangat relevan untuk digunakan," kata Rahmat saat dihubungi Kompas.com, Minggu (27/9/2020).

Skema ini, kata Rahmat, adalah pedoman mitigasi bencana bagi masyarakat awam, terutama yang tinggal di kawasan pesisir pantai.

"Prinsip 20-20-20 merupakan skema mitigasi bencana gempa dan tsunami yang mudah diingat dan dipahami masyarakat," ungkap Rahmat.

Skema tersebut menjelaskan jika masyarakat merasakan guncangan selama 20 detik, maka setelah itu harus mengevakuasi diri.

Sebab, dalam 20 menit potensi tsunami akan terjadi. Selanjutnya, masyarakat diimbau lari menjauhi pantai menuju tempat yang lebih tinggi, dengan ketinggian minimal 20 meter.

"Sosialisasi dan edukasi gempa memang harus dilakukan dengan cara-cara pendekatan yang mudah dipahami seperti dengan skema tersebut. Jadi saya kira skema ini masih relevan diterapkan," jelas Rahmat.

Sebelum hasil riset para peneliti di Institut Teknologi Bandung (ITB) dipublikasikan secara resmi, tahun lalu kabar potensi tsunami 20 meter mengintai pulau Jawa telah lama tersiar dan menjadi viral.

Menanggapi kabar viral tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan dalam menghadapi potensi bencana gempa dan tsunami, masyarakat diimbau untuk tetap siaga.

Seperti diberitakan Kompas.com, Minggu (21/7/2019) lalu, Agus Wibowo yang sebelumnya menjabat sebagai Plh Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB mengatakan masyarakat yang tinggal di pinggir pantai dapat menerapkan prinsip 20-20-20.

Apabila tidak ada daerah dengan ketinggian minimal 20 meter, maka dalam proses evakuasi, gedung tinggi di pinggir pantai juga dapat digunakan. Asalkan bangunan tersebut masih berdiri kokoh setelah gempa berhenti.

Agus yang saat ini menjabat sebagai Direktur Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana BNPB, mengungkapkan ciri bangunan yang memiliki kualitas tahan gempa yang baik, yakni yang sudah diuji oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Potensi tsunami setinggi 20 meter yang mengancam Selatan Jawa, berdasarkan riset peneliti ITB terjadi akibat potensi aktivitas gempa besar yang terdeteksi berdasarkan data inversi GPS.

Salah satu peneliti riset ITB ini, Endra Gunawan mengatakan berdasarkan analisis dua aspek studi, seandainya wilayah Selatan Jawa bagian barat, tengah dan timur, terjadi gempa besar secara bersamaan, maka akan memicu gempa berkekuatan magnitudo 9,1.

"Kemudian dari informasi tersebut, kami modelkan potensi tsunaminya, dan muncullan (potensi tsunami) 20 meter di Jawa bagian barat, dan 10 meter di Jawa bagian tengah dan timur," ungkap dosen Teknis Geofisika ITB ini.

Lebih lanjut Rahmat menjelaskan sejak tsunami Aceh pada 2004 silam, secara langsung telah meningkatkan mitigasi tsunami maupun gempa bumi pada masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar pantai.

"Tidak hanya itu (skema mitigasi 20-20-20) Sejak tsunami Aceh, masyarakat mulai sadar bahwa begitu ada gempa, yang terpikir adalah tsunami. Bahkan, sumber gempa bumi di darat dan BMKG tidak merilis peringatan tsunami, namun warga pesisir pantai langsung akan lari menjauhi pantai," ungkap Rahmat. (Kompas.com/Ellyvon Pranita/Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BMKG: Skema Mitigasi 20-20-20 Masih Relevan untuk Mitigasi Tsunami Selatan Jawa" dan "Riset ITB Ungkap Potensi Tsunami 20 Meter di Selatan Jawa, Begini Penjelasannya"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved