AIPI Cabang Pontianak Bahas Tantangan Pekerja Migran Indonesia, Ini Hasilnya
Terkait permasalahan WNI di luar negeri, terdapat sejumlah masalah yang ditangani oleh Kemlu yaitu tindak pidana, penyanderaan, keimigrasian, perdata,
Penulis: Chris Hamonangan Pery Pardede | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Cabang Pontianak menggelar seminar nasional melalui zoom meeting dengan mengangkat tema potensi dan tantangan pekerja migran Indonesia, Kamis (13/08/2020).
Dalam webinar tersebut, Yanuar Nasrun yang merupakan Perwakilan Direktorat Pelindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia/PWNI-BHI, Kementerian Luar Negeri membahas perlindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri, yang terbagi menjadi permasalahan WNI di luar negeri, kebijakan dan upaya perlindungan serta tantangan dan solusi.
Berdasarkan data Kemlu, jumlah WNI di luar negeri yang melaporkan diri sekitar 2.978.446. WNI terbanyak berada di Malaysia (1.317.013), Arab Saudi (611.129), dan Taiwan (213.319).
• Tiga Kader Golkar Maju Pilkada Ketapang, Pengamat Politik Nilai Partai Golkar Tak Solid
Terkait permasalahan WNI di luar negeri, terdapat sejumlah masalah yang ditangani oleh Kemlu yaitu tindak pidana, penyanderaan, keimigrasian, perdata, perdagangan orang, ketenagakerjaan, terorisme, hilang kontak/terlantar, bencana dan sebagainya.
Adapun rata-rata kasus tahun 2019 sekitar 28.000 kasus, yang sebagian besar masalah PMI. Pada periode Januari-April tahun 2020, terdapat 146.471 kasus dan peningkatan kasus perlindungan akibat pandemi Covid-19.
Adapun upaya dan peran Kementerian Luar Negeri, yaitu Koordinasi penanganan kasus, yang mana Kemlu berkoordinasi dengan berbagai instansi, WNI dan pihak-pihak terkait.
Kemudian Penguatan kelembagaan, yaitu mencakup pembuatan regulasi, peraturan, meningkatkan kepabilitas Kemlu dan perwakilan mengenai perlindungan dan pelayanan.
Kemudian Diplomasi perlindungan, yaitu Kemlu juga melakukan perjanjian internasional baik secara bilateral, regional dan multilateral yang sesuai dengan kepentingan Indonesia dalam melindungi WNI.
Adapun tantangan Kemlu dalam perlindungan luar negeri yaitu mengenai kerjasama internasional, tata kelola mengenai migrasi aman, integrasi dan interoperabilitas data, serta kesadaran dan partisipasi publik.
Dalam memudahkan perlindungan PMI dan digitalisasi pelayanan, Kemlu menyarankan WNI yang di luar negeri apabila mendapat masalah dapat melapor melalui aplikasi Safe Travel dan melalui Portal Peduli WNI (peduliwni.kemlu.go.id).
Dr. Nurfitri Nugrahaningsih, S.IP, M.Si, Akademisi HI Universitas Tanjungpura dan Anggota PP AIPI membahas tantangan paradiplomacy perlindungan pekerja migran dalam forum Sosek Malindo di Kalimantan Barat.
Sosek Malindo merupakan organisasi bilateral Indonesia-Malaysia sejak 1985, terdapat Kelompok Kerja terdiri dari dua tingkatan yakni tingkat pusat dan daerah. Dalam KK Sosek Malindo terdapat 3 tim teknik (Kelompok Kerja), yakni KK Bidang Kerjasama Sosial dan Budaya, KK Bidang Kerjasama Ekonomi, Perdagangan dan Perhubungan, dan KK Bidang Keamanan dan Pengurusan Perbatasan.
Adapun bidang Tenaga Kerja masuk dalam KK No. 2 dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalbar sebagai Anggota.
Adapun paradiplomacy yang dilakukan Pemerintah Daerah Kalbar antara lain, Pertama, dalam Sosek Malindo pernah diangkat masalah PMI, tapi hanya terkait job order dan informasi deportasi (Ketua Sosek Malindo Kalbar, 2020);
Kedua, pernah ada upaya memasukkan agenda PMI di forum Sosek Malindo tapi ditolak pihak Malaysia (Dinsos Kalbar, 2020).
Ketiga, dalam Forum Sosek Malindo pernah disampaikan hal tentang pelatihan/magang untuk PMI, Perlindungan PMI (upah, kesehatan dan hak PMI) namun ditolak pihak Malaysia (Disnakertrans Kalbar, 2020).
Dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas paradiplomasi terkait migrant worker khususnya dalam Forum Sosek Malindo, terbagi menjadi tiga faktor dominan, yaitu Multi-level Governmental Coordination, yaitu mengenai koordinasi antara pemerintah di tingkat pusat dan tingkat daerah atau desa.
Negotiating Skill, yaitu keahlian dalam bernegosiasi, yang mana kompetensi dan resource cukup menentukan dalam aktivitas paradiplomasi.
Broader Participation, yaitu partisipasi yang lebih luas, yang mana selama ini Forum Sosek Malindo hanya dihadiri oleh perwakilan pemerintah secara tertutup dan tidak dapat diakses oleh pihak luar.
"Sehingga agar diplomasi menjadi lebih efektif perlunya melibatkan NGO dan akademisi dalam mendukung pemerintah. NGO dapat berperan dalam relationship (hubungan) atau koneksi, perspektif, dan informasi yang dibutuhkan. Sedangkan akademisi dapat melakukan riset, analisa, dan merumuskan model-model strategis untuk mendukung negosiasi," ujar Nurfitri.
Diterangkannya, adapun tantangan paradiplomasi Pemerintah Kalbar, yaitu Berdasarkan Multi-level Governmental Coordination, sejauh ini masih terdapat prioritas yang berbeda di tingkat pemerintahan, yang mana pemerintah pusat lebih berfokus kepada kebijakan jangka panjang, sementara pemerintah daerah atau lokal berfokus kepada isu-isu-lokal.
Berkaitan dengan keterampilan bernegosiasi, terdapat tantangan yaitu kurangnya kemampuan dalam bernegosiasi, hal ini dilihat dari aktor diplomasi pemerintah Kalbar yang berubah-ubah dan tidak memahami persoalan yang dihadapi sehingga perlunya penunjukkan delegasi yang mumpuni dalam berdiplomasi.
Berkaitan dengan partisipasi yang lebih luas, terdapat persoalan yaitu apabila terdapat perbedaan sektor, maka terdapat pula perbedaan budaya organisasi.
Budaya organisasi tersebut berkaitan dengan prosedur dan tujuan organisasi sehingga perlu adanya penghubung berupa leadership yang baik sehingga adanya koordinasi antar baik dari pemerintah, NGO, dan akademisi.
Sementara itu, Budi H. Laksana sebagai Atase Tenaga Kerja KBRI Kuala Lumpur membahas perlindungan WNI di Kuala Lumpur, Malaysia.
Ia menyampaikan kondisi pandemi Covid-19, berdampak pada PMI legal maupun ilegal.
Per Bulan Mei 2020, KBRI Kuala Lumpur telah menyalurkan 142.000 paket sembako kepada para PMI.
Kementerian Sumber Manusia (KSM) melalui Jabatan Tenaga Kerja (JKT) Semenanjung Malaysia juga telah mengeluarkan panduan selama kondisi Perintah Kawal Pergerakan (PKP) atau lockdown di Malaysia dan JKT SM membuka pengaduan bagi PMI yang tidak dibayar sesuai dengan arahan Pemerintah Malaysia.
Adapun sektor yang terdampak saat pandemi Covid-19 yaitu lain konstruksi, services, perladangan, manufacturing dan pertanian. Pada dasarnya kasus ketenagakerjaan PMI di Malaysia, terdiri dari gaji yang tidak dibayar majikan, tidak sesuai perjanjian, dan PHK sepihak oleh atasan atau majikan.
Adapun kebijakan Pemerintah Indonesia masa pandemi Covid-19 bagi PMI yaitu pada tanggal 20 Maret 2020, Pemerintah Indonesia melalui Kemenaker RI telah mengeluarkan Kepmen No. 151 tentang Penghentian Sementara Pengiriman PMI ke Luar Negeri, dan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan RI mengeluarkan Kepmen 294 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru pada tanggal 29 Juli 2020.
Terkait langkah dan antisipasi Teknis Naker KBRI Kuala Lumpur, antara lain Pertama, mengeluarkan Surat Edaran No. 01126/WN/03/2020/13 tentang Tindakan Pencegahan PMI terhadap Penularan Covid-19 pada tanggal 20 Maret 2020;
Kedua, Atase Ketenagakerjaan KBRI Kuala Lumpur telah melaksanakan pertemuan dengan Kementerian Sumber Manusia dan Jabatan Tenaga Kerja Semenanjung Malaysia pada 17 Juni 2020;
Ketiga, petugas Hotline Fungsi Ketenagakerjaan KBRI Kuala Lumpur menerima 50 sampai 100 pengaduan setiap hari atau pertanyaan ketenagakerjaan selama masa PKP.
Serta Keempat, pendampingan kasus PMI ke Jabatan Tenaga Kerja setempat.
Adapun Berdasarkan hasil komunikasi Atase Ketenagakerjaan KBRI Kuala Lumpur dengan Jabatan Imigresen Malaysia Bahagian Pekerja Asing bahwa jumlah PMI berdasarkan Pas Lawatan Kerja Sementara (PLKS) per tanggal 4 Agustus 2020 berjumlah 519.219 orang, sementara di tahun 2018, jumlah WNI atau PMI berdasarkan PLKS beriumlah 705.154 orang. (*)