PGRI, NU dan Muhammadiyah Kompak Mundur dari Organisasi Penggerak hingga Respons Kemendikbud

Keputusan tersebut disampaikan dalam keterangan tertulis PGRI tentang Pernyataan Sikap PGRI Terkait Program Organisasi Penggerak Kemendikbud RI.

Editor: Rizky Zulham
ISTIMEWA
Mendikbud Nadiem Anwar Makarim (keempat dari kiri) dan Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi (kelima dari kiri) bersama sejumlah guru berprestasi dari berbagai daerah di Indonesia, Sabtu (30/11). 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Setelah NU dan Muhammadiyah, Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI ) juga memutuskan mundur dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud ).

Keputusan tersebut disampaikan dalam keterangan tertulis PGRI tentang Pernyataan Sikap PGRI Terkait Program Organisasi Penggerak Kemendikbud RI.

Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi mengatakan ada sejumlah pertimbangan PGRI mundur sebagai peserta Organisasi Penggerak Kemendikbud meski telah menjadi organisasi penggerak terpilih.

Sebelumnya, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) dan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah juga menyatakan mundur dari partisipasi aktif dalam POP.

"Menyerap aspirasi dari anggota dan pengurus dari daerah, Pengurus Besar PGRI melalui Rapat Koordinasi bersama Pengurus PGRI Provinsi Seluruh Indonesia, Perangkat Kelengkapan Organisasi, Badan Penyelenggara Pendidikan dan Satuan Pendidikan PGRI yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 23 Juli 2020 memutuskan untuk tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak Kemendikbud," papar Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi dalam keterangan tertulis, Jumat (24/7/2020).

Salah satu pertimbangan PGRI untuk mundur ialah PGRI memandang bahwa dana yang telah dialokasikan untuk POP akan sangat bermanfaat apabila digunakan untuk membantu siswa, guru/honorer, penyediaan infrastruktur di daerah khususnya di daerah 3 T, dalam menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi.

Selain itu, PGRI memandang perlunya kehati-hatian dalam penggunaan anggaran POP yang harus dipertanggungjawabkan secara baik dan benar berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah.

"Mengingat waktu pelaksanaan yang sangat singkat, kami berpendapat bahwa program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta menghindari berbagai akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari," paparnya.

PGRI juga berharap Kemendikbud memberikan perhatian yang serius dan sungguh-sungguh pada pemenuhan kekosongan guru akibat tidak ada rekrutmen selama 10 tahun terakhir.

Meski begitu, sebagai mitra strategis pemerintah dan pemerintah daerah, PGRI menyatakan berkomitmen terus membantu dan mendukung program pemerintah dalam memajukan Pendidikan Nasional.

Berikut 5 (lima) poin pertimbangan PGRI mundur sebagai peserta Organisasi Penggerak Kemendikbud:

1. Pandemi Covid-19 datang meluluhlantakkan berbagai sektor kehidupan termasuk dunia pendidikan dan berimbas pada kehidupan siswa, guru, dan orang tua.

Sejalan dengan arahan Bapak Presiden RI bahwa semua pihak harus memiliki sense of crisis, maka kami memandang bahwa dana yang telah dialokasikan untuk POP akan sangat bermanfaat apabila digunakan untuk membantu siswa, guru/honorer, penyediaan infrastruktur di daerah khususnya di daerah 3 T demi menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) di era pandemi ini.

2. PGRI memandang perlunya kehati-hatian dalam penggunaan anggaran POP yang harus dipertanggungjawabkan secara baik dan benar berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah.

Mengingat waktu pelaksanaan yang sangat singkat, kami berpendapat bahwa program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta menghindari berbagai akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari.

3. Kriteria pemilihan dan penetapan peserta program organisasi penggerak tidak jelas.

PGRI memandang bahwa perlunya prioritas program yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru melalui penataan pengembangan dan mekanisme keprofesian guru berkelanjutan (Continuing Professional Development).

4. PGRI sebagai mitra strategis Pemerintah dan pemerintah daerah berkomitmen terus membantu dan mendukung program pemerintah dalam memajukan Pendidikan Nasional.

Saat ini PGRI melalui PGRI Smart Learning & Character Center (PGSLCC) dari pusat hingga daerah berkonsentrasi melakukan berbagai program peningkatan kompetensi guru, kepala sekolah, dan pengawas yang dilakukan secara masif dan terus menerus khususnya dalam mempersiapkan dan melaksanakan PJJ yang berkualitas.

5. PGRI mengharapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan perhatian yang serius dan sungguh-sungguh pada pemenuhan kekosongan guru akibat tidak ada rekrutmen selama 10 tahun terakhir, memprioritaskan penuntasan penerbitan SK Guru Honorer yang telah lulus seleksi PPPK sejak awal 2019, membuka rekrutmen guru baru dengan memberikan kesempatan kepada honorer yang memenuhi syarat, dan perhatian terhadap kesejahteraan honorer yang selama ini mengisi kekurangan guru dan sangat terdampak di era pandemi ini.

"Demikian pernyataan sikap PGRI, dan dengan pertimbangan di atas kami mengharapkan kiranya program POP untuk tahun ini ditunda dulu. Dan semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita semua dalam pengabdian memajukan pendidikan," pungkas pernyataan PGRI tersebut.

Sebelumnya, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud).

Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah juga menyatakan mundur dari partisipasi aktif dalam POP.

Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Kasiyarno mengatakan ada sejumlah pertimbangan mengapa Muhammadiyah dari POP.

"Setelah kami ikuti proses seleksi dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud RI dan mempertimbangkan beberapa hal, maka dengan ini kami menyatakan mundur dari keikutsertaan program tersebut," tegas Kasiyarno dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kompas.tv, Selasa (21/7/2020).

Meski begitu, Muhammadiyah tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, kompetensi kepala sekolah dan guru melalui program-program yang dilaksanakan Muhammadiyah sekalipun tanpa keikutsertaan dalam POP.

Sementara itu, Ketua LP Maarif NU Arifin Junaidi mempermasalahkan proses seleksi yang dinilainya kurang jelas.

Alasan lain mundurnya NU, terang dia, karena saat ini Lembaga Pendidikan Maarif NU sedang fokus menangani pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah di 15 persen dari total sekolah/madrasah atau sekitar 21.000 sekolah/madrasah.

Mereka yang ikut pelatihan, lanjutnya, harus melatih guru-guru di satuan pendidikannya dan kepala sekolah serta kepala madrasah lain di lingkungan sekitarnya. Sementara POP harus selesai akhir tahun ini.

“Meski kami tidak ikut POP kami tetap melaksanakan program penggerak secara mandiri,” terangnya seperti dikutip dari NU Online.

Kemendikbud hormati keputusan mundur Muhammadiyah-NU

Terkait mundurnya Muhammadiyah dan LPMaarif NU, Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) Evi Mulyani mengatakan Kemendikbud menghormati setiap keputusan peserta Program Organisasi Penggerak.

“Kemendikbud terus menjalin komunikasi dan koordinasi yang baik dengan seluruh pihak sesuai komitmen bersama bahwa Program Organisasi Penggerak bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia,” terang Evi dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (23/7/2020).

Ia menjelaskan, Program Organisasi Penggerak adalah sebuah program untuk memberdayakan komunitas pendidikan Indonesia dari mana saja.

Tujuannya meningkatkan kualitas belajar anak-anak Indonesia yang fokus pada keterampilan fondasi terpenting untuk masa depan SDM Indonesia yaitu literasi, numerasi, dan karakter.

Program Organisasi Penggerak, lanjutnya, merupakan kolaborasi pemerintah dengan komunitas-komunitas pendidikan yang telah berjuang di berbagai pelosok Indonesia.

“Sebuah perjuangan bersama, gerakan kolaborasi, dan sinergi untuk satu tujuan, anak-anak Indonesia dan kualitas belajar mereka. Anak-anak adalah harapan dan masa depan bangsa Indonesia. Ini adalah sebuah gerakan gotong-royong,” paparnya.

Dalam proses evaluasi, Evi menegaskan Program Organisasi Penggerak dilaksanakan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan independensi yang fokus kepada substansi proposal organisasi masyarakat.

“Evaluasi dilakukan lembaga independen, SMERU Research Institute, menggunakan metode evaluasi double blind review dengan kriteria yang sama untuk menjaga netralitas dan independensi,” jelasnya.

Kemendikbud, lanjut dia, tidak melakukan intervensi terhadap hasil tim evaluator demi memastikan prinsip imparsialitas.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Muhammadiyah-NU Mundur dari Organisasi Penggerak, Kemendikbud Beri Respons"

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PGRI Ikut Mundur dari Organisasi Penggerak Kemendikbud, Ini Alasannya"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved