Di Indonesia Serba Mahal Jadi Alasan Investor Asing Semakin Menjauh, Mulai Upah, Listrik dan Air

Terbaru, produsen motor dari Jepang Nissan menutup pabriknya di Indonesia dan lebih memilih Thailand sebagai basis produksi di pasar Asia.

Donny Apriliananda
Ilustrasi - Pabrik Nissan Indonesia Ditutup. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Di Indonesia serba mahal bisa menjadi alasan investor asing semakin menjauh di banding beberapa negara tetangga.

Indonesia memang semakin dihindari investor asing atau pemodal asing.

Yang lebih menyedihkan lagi, investor asing atau pemodal asing lebih menyukai negara tetangga.

Selama ini, Indonesia sudah kalah dengan Thailand dalam menggaet investor asing atau pemodal asing.

Terbaru, produsen motor dari Jepang Nissan menutup pabriknya di Indonesia dan lebih memilih Thailand sebagai basis produksi di pasar Asia.

Kini, Indonesia juga kalah dibandingkan Vietnam dalam menggaet investor asing atau pemodal asing.

“Bahkan sebentar lagi Kamboja menyusul kita,” kata Kepala Badan Koordinator Penenaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadali dalam Konferensi Pers via daring dilansir Kontan.co.id, pada Jumat (12/6/2020).

Kabinet Jokowi Jilid 2 - Sosok Bahlil Lahadalia, Mantan Sopir Angkot Masuk Teropong Presiden Jokowi

Investor dari Kaum Milenial Ikut Mendominasi Pasar Modal Kalimantan Barat

Berdasarkan kajian BKPM, ada enam kondisi objektif yang membuat investasi Indonesia kalah menggiurkan dari pada Vietnam.

Pertama, harga tanah per meter persegi di Indonesia rata-rata mencapai Rp 3,17 juta, sementara Vietnam Rp 1,27 juta per meter persegi

Kedua, rata-rata upah minimum tenaga kerja di Indonesia per bulan sebesar Rp 3,93 juta, sedangkan Vietnam Rp 2,64 juta.

Ketiga, rata-rata tingkat kenaikan upah tenaga kerja di Indonesia mencapai 8,7% per tahun, tren tersebut jauh lebih tinggi dibanding Vietnam yang hanya 3,64% per tahun.

Keempat tarif gas di Indonesia sebesar US$ 6 per Mmbtu, jauh lebih tinggi daripada harga di Vietnam yang hanya US$ 0,66 per Mmbtu.

Kelima, tarif listrik di Indonesia senilai US$ 0,07 per Kwh, sementara Vietnam senilai US$ 0,04 per Kwh.

Keenam, tarif air di Indonesia sebesar US$ 0,89 per MP, sedangkan Vietnam yakni US$ 0,53 per MP.

Bahlil menyampaikan untuk tarif istrik, gas, dan air sebetulnya tidak menjadi masalah, sebab ongkosnya tidak seberapa.

Berbeda dengan upah tenaga kerja dan harga tanah yang menjadi sorotan investor pertama kali jika ingin menanamkan modalnya.

Harga tanah yang mahal membuat pemerintah dan BKPM menyiasati dengan membuat kawasan industri baru yang secara harga lebih murah, misalnya Jawa Tengah.

Namun, untuk upah, Bahlil bilang dirinya tidak bisa banyak bicara.

Sebab, berkaitan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Oleh karenanya, satu-satunya harapan agar upah buruh Indonesia bisa bersaing dengan negara lain yakni melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Hanya saja, isu soal ketenagakerjaan masih jadi pasal yang belum selesai dibahas.

“ UU Omnibus Law itu mencari jalan tengah dan ternyata oleh temen-temen dari organisasi buruh meminta itu tidak dimasukan”.

“Kondisi sekarang, saat masuk ke suatu negara, UU begitu kaku dan merugikan, mohon maaf orang akan ke negara lain. Menko Airlangga bilang selesai Juli selesai,” ujar Bahlil. (*)

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Setelah Thailand & Vietnam, negara ini juga akan kalahkan RI dalam investasi asing

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved