Refleksi Hardiknas 2020: Gunakan Peluang Covid-19 untuk Perbaikan Pendidikan Indonesia

Terobosan di dalam paradigma pendidikan Indonesia semakin terasa dibutuhkan di masa pandemi Covid19.

Foto Istimewa dari Pengajar Sekolah Alam Terpadu Cerlang
BACA BUKU - Orangtua murid Sekolah Alam Terpadu Cerlang membacakan buku cerita, beberapa waktu lalu. Sekolah Alam Terpadu Cerlang beralamat di Jl Johar Nomor 82 Pontianak. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID -  Terobosan di dalam paradigma pendidikan Indonesia semakin terasa dibutuhkan di masa pandemi Covid-19. Kebijakan sekolah dari rumah memberikan tantangan baru bagi para pendidik. Belum semua wilayah terjangkau internet ataupun keluarga mampu secara ekonomi untuk memungkinkan guru menyelenggarakan kelas daring.

Proses belajar-mengajar juga masih mengandalkan tugas harian serupa di kelas. Hasil survei dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) di April 2020 menyebutkan 58% anak tidak senang menjalaninya karena kesulitan berinteraksi dengan kawan-kawannya. Sebanyak 38% menyatakan sekolah belum memiliki program yang baik sehingga tidak efektif dalam belajar. Model pendidikan yang lebih komunikatif dan interaktif menjadi usulan utama.

Di Kalimantan Barat, hampir dua bulan sudah para murid di segenap tingkatan diinstruksikan untuk belajar dari rumah guna turut mencegah persebaran Covid19. Praktiknya beragam, tergantung pada infrastruktur yang dimiliki oleh masing-masing sekolah yang juga terkait dengan kondisi daerahnya secara umum.

Jadwal Belajar dari Rumah TVRI Pekan Ketiga, 4 - 10 Mei 2020 untuk PAUD, SD, SMP dan SMA Sederajat

Kegiatan Belajar Mengajar Selama Covid-19, 4 Hal Penting Ini Perlu Dicermati oleh Para Guru

Sekolah dengan para guru yang memiliki kemampuan teknologi informasi komunikasi dan disokong oleh jaringan internet dapat menyelenggarakan pendidikan daring secara rutin. Di lokasi lain, guru-guru hanya memberikan tugas dari buku paket yang dimiliki untuk dikerjakan di rumah dan dikumpulkan secara berkala ke sekolah. Selebihnya, ada juga murid yang seolah libur panjang tanpa bekal untuk mempelajari apa pun dari pihak sekolah.

Pada praktik belajar dari rumah, peran orang tua dalam memantau dan membimbing anak dalam belajar menjadi semakin nyata. Namun, bagi sebagian keluarga, khususnya perempuan, ini menjadi beban tambahan, apalagi kalau mereka juga harus bekerja dari rumah.

Kebutuhan segera untuk perubahan paradigma pendidikan Indonesia sudah menjadi diskusi panjang para pemerhati. Hingga saat ini, pencapaian murid Indonesia dibandingkan rekan sebaya di tingkat global masih rendah dari kompetensi dasar yang dibutuhkan.

Bahkan, tahun 2018 merupakan titik terendah pencapaian dimana diperkirakan hanya sekitar 30% siswa Indonesia yang memenuhi kompetensi minimal dalam membaca dan matematika, dan 40% siswa belum memiliki kemampuan minimal sains (PISA, 2019). Persebaran siswa dengan kompetensi baik pun terpusat di Jakarta dan Jawa.

Kondisi di Kalimantan Barat tentu menjadi perhatian kita. Badan Pusat Statistik (2018) mencatat bahwa di daerah ini rata-rata lama sekolah hanya 7.12 tahun. Anak perempuan memiliki rata-rata lama sekolah yang lebih singkat, yaitu hanya 6,62 tahun sementara yang laki-laki 7,61 tahun.

Dalam penguasaan teknologi dengan skor 44,60 (BPS, 2017), terendah di antara lima provinsi di Pulau Kalimantan. Pencapaian indeks pembangunan manusia (IPM) juga  baru mencapai 66,98 dan lebih rendah daripada rata-rata IPM nasional 71,39. Tanpa terobosan berarti, Kalimantan Barat akan sulit mengejar ketertinggalannya.

Materi dan Soal TVRI SD Kelas 1 2 3 4 5 6, SMP dan SMA /SMK Senin 4 Mei 2020 Belajar dari Rumah

Kebijakan belajar dari rumah di masa pandemi Covid19 sebetulnya menawarkan peluang bagi pemerintah, sekolah dan masyarakat untuk kembali ke jalan yang benar, yaitu kembali ke gagasan pendidikan yang dikemukakan oleh Bapak Pendidikan Nasional.  Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa rumah atau orang tua adalah guru pertama dan utama anak. 

Sekolah hanya berperan sebagai mitra, bukan pengganti orang tua dalam mendidik anak. Pendidikan yang diselenggarakan seharusnya penuh penghormatan pada diri anak sebagai manusia, bukan sebagai mesin penghafal semata, dimana keberhasilannya dinilai dari selembar ijasah, piala atau angka di dalam buku rapor.  

Seandainya gagasan pendidikan Bapak Pendidikan Nasional ini dilaksanakan, seharusnya pada masa jaga jarak seperti saat ini, belajar anak tidak akan menimbulkan kegaduhan. Hal ini karena anak mampu belajar sendiri, karena setiap orang adalah guru dan alam raya adalah sekolah. Gagasan jadul yang tetap relevan sampai saat ini.

Untuk pewujudannya, model belajar mandiri dengan pendekatan membaca-kreatif (creative reading), berkreasi dalam mencipta melalui langkah riset untuk inovasi (research based innovation), dan mengasah rasa melalui tugas kriya dan kegiatan kesenian (art and craft) dapat ditempuh. Sebenarnya pendidikan seperti inilah yang diperlukan anak untuk menjawab tantangan abad 21 yang lebih kompetitif dan kompleks.

* Opini ini tulis oleh Sri Wartati & Andy Yentriyani, Founder Sekolah Cerlang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved