Wabah Virus Corona

Pilu! Akibat Rumah Sakit Kekurangan APD, PDP Bayi Tiga Bulan Meninggal Karena Petugas Jaga Jarak

“Perasaan saya masih terbayang-bayang, (Sulfiah) dibungkus plastik dan tidak dikasih mandi, saya tangani sendiri, saya merasa ada beban" ucap La Nguna

Editor: Syahroni
INSTAGRAM
Pilu! Akibat Rumah Sakit Kekurangan APD, Bayi Tiga Bulan Meninggal Karena Petugas Medis Jaga Jarak. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Seorang bayi berusia tiga bulan, menghembuskan napas terakhir dan nyawanya tidak tertolong akibat rumah sakit kekurangan alat pelindung diri (APD).

Melihat anaknya pergi untuk selamanya, tentu orangtua bayi berusia tiga bulan itu sangat terpukul.

La Nguna dan Hardiah adalah orangtua bayi yang harus meninggal akibat pihak rumah sakit kekurang APD sehingga petugas medismenjaga jarak merawatnya.

Bayi berusia tiga bulan tersebut berstatus pasien dalam pengawasan (PDP), meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD) Buton Tengah, Kamis (9/4/2020).

La Nguna merasa para perawat jaga jarak dan tak segera menangani bayinya.

Sehingga kondisi bayinya semakin memburuk lantaran tak segera mendapat pertolongan medis.

La Nguna menuturkan dirinya trauma ke rumah sakit, namun apa daya nasi sudah menjadi bubur.

Anaknya bernama Sulfiah telah meninggal dunia dan tidak mendapatkan perawatan maksimal, lantaran para petugas menjaga jarak karena tidak ada APD sebagai alasan.

“Perasaan saya masih terbayang-bayang, (Sulfiah) dibungkus plastik dan tidak dikasih mandi, saya tangani sendiri, saya merasa ada beban. Saya trauma dengan rumah sakit, saya kira mereka mau obati anak saya. Menyesal saya pergi ke rumah sakit, mending di rumah di sini saja," kata La Nguna.

Dekranasda Kalbar Beri Bantuan APD dan Masker untuk RSUD Kayong Utara

Pemkab Ketapang Serahkan Bantuan APD ke RS Fatima dan Puskesmas Perbatasan sebagai Prioritas

La Nguna menceritakan, Sulfiah dibawa ke rumah sakit karena mengalami sesak napas, Rabu (8/4/2020).

Saat itu, dirinya mengaku bayinya ditangani dengan baik oleh perawat.

Namun, hal itu berubah saat dirinya mendapat penjelasan jika gejala yang dialami Sulfiah mirip dengan gejala covid-19.

Dirinya melihat para jaga jarak saat bayinya menahan sakit.

La Nguna mengaku sempat memohon kepada perawat agar segera ditangani.

"Dari situ saya sudah putus asa dan kecewa, mereka tidak mau menangani anak saya,” tuturnya.

Tak ada tetangga melayat Setelah itu, pada Kamis (9/4/2020) sekitar 06.00 Wita, Sulfiah dinyatakan meninggal dunia.

La Nguna pun harus mengurus sendiri jenazah anaknya dan membawa pulang untuk dimakamkan.

Hingga jenazah Sulfiah dikuburkan, tidak ada tetangga yang datang ke rumah La Nguna karena merasa takut.

“Meninggalnya Sulfiah, (saya) sudah ikhlas, hanya saya sesalkan (dia) dikuburkan masih dengan pakaiannya, dan masih menggunakan pampersnya. Saya masih kepikiran yang itu,” kata La Nguna, kepada Kompas.com, Kamis (23/4/2020).

Menurut La Nguna, dugaan RSUD Buton Tengah soal Sulfiah terinfeksi virus corona, dianggapnya tidak terbukti.

Pasalnya, hingga kini La Nguna sekeluarga masih merasa sehat.

“Saya punya nenek masih ada, 80 tahun. Waktu pertama anak saya sakit, nenek saya gendong cucu buyutnya, Alhamdulillah sehat-sehat sampai sekarang," kata La Nguna.

Warga Lain Terancam Tertular, Sutarmidji Kesal Warga Mempawah Positif Corona Nekad Pulang Dari Jawa

UPDATE CORONA KALBAR-Sutarmidji Umumkan Dua Hari Terakhir Kasus Positif Covid-19 Meningkat 50 Persen

Keterbatasan APD

Direktur RSUD Kabupaten Buteng, Karyadi, mengatakan bayi Sulfiah merupakan rujukan dari Puskesmas Mawasangka.

Saat itu, tim dokter menyatakan pasien mengalami pneumonia berat.

Berdasarkan gejala itu, Karyadi menjelaskn, tim dokter menetapkan Sulfiah sebagai pasien dalam pengawasan.

"Dokter menyatakan pasien masuk kategori PDP corona sesuai pedoman pencegahan pengendalian Covid-19 revisi ke-IV poin ketiga yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI,” kata Karyadi.

Karyadi mengakui, stok APD di rumah sakitnya terbatas.

Hal itu membuat penanganan pasien, perawat harus jaga jarak.

“Hanya karena APD kita yang tidak memenuhi standar, sehingga penanganan lanjutan setelah pasien dinyatakan PDP corona petugas medis memilih menjaga jarak dan tak mengambil risiko. SOP-nya itu kalau menangani PDP corona harus punya APD yang memenuhi standar sesuai petunjuk Kemenkes,” ucap Karyadi.

Karyadi akhirnya menegaskan, tidak ada pembiaran atau penanganan yang tidak intensif yang dilakukan jajarannya kepada Sulfiah.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Pilu Sulfiah, Balita PDP Corona Meninggal Saat Perawat Kekurangan APD. (*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved