Virtual Meeting, Komite IV Soroti Implementasi Peraturan OJK Mengenai Stimulus Perekonomian Nasional
Peraturan OJK ini keluar sejalan setelah apa yang telah diumumkan oleh Presiden RI mengenai kebijakan stimulus dan relaksasi kredit dan leasing.
Penulis: Chris Hamonangan Pery Pardede | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Wakil Ketua IV DPD RI, Sukiryanto menyoroti implementasi peraturan OJK mengenai stimulus perekonomian nasional. Hal ini diungkapkannya saat melakukan virtual meeting rapat pleno komite IV, Rabu (15/04/2020).
"Peraturan OJK ini keluar sejalan setelah apa yang telah diumumkan oleh Presiden RI mengenai kebijakan stimulus dan relaksasi kredit dan leasing. Namun implementasinya belum efektif, karena OJK melepas kebijakan ini kepada pihak penyalur kredit, sehingga timbul masalah ketika ada deadlock antara debitur dengan kreditur," kata Sukiryanto.
Peran OJK, kata dia, harus ada dalam hal ini, karena apabila dibiarkan ini akan menjadi aturan yang kontraproduktif dan tidak adanya ketegasan OJK kepada pihak kreditur yang tidak mau memberikan relaksasi, sehingga harus ada fungsi pengawasan dari OJK terhadap aturan yang mereka buat.
Komite IV, lanjutnya, berharap ada media penengah antara debitur dengan kreditur ketika bernegosiasi dalam restrukturisasi pinjaman dalam rangka relaksasi pinjaman sehubungan dampak ekonomi dari Covid-19.
• Rapat Paripurna DPRD Provinsi Kalbar Gunakan Telekonference
"Untuk penerima KUR dan Pinjaman Ultra Mikro juga harus mendapatkan relaksasi, tidak ada alasan mereka telah mendapatkan pinjaman bunga kecil untuk menolak restrukturisasinya, dan OJK harus mengawasi hal ini, karena ini bagian dari dampak Peraturan OJK No. 11/POJK.03/2020," paparnya.
Komite IV, disebutkannya juga mendorong BPK melakukan pengawasan untuk dana-dana yang digunakan dalam penanganan Covid-19.
Kemudian juga mengimbau BPKP untum melakukan supervisi mengenai dana desa yang akan dialokasikan untuk penanganan Covid-19 sesuai Surat Edaran Kemendes sehingga terhindar dari pelanggaran yang akan menambah daftar panjang kepala desa yang terjerat hukum.
Terakhir mengenai polemik dengan keluarnya PERPU No.1 Tahun 2020 yang kemudian lahir PerPres No. 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 cenderung cacat hukum.
"Penetapan APBN melalui Peraturan Presiden akan menjadi tidak konstitusional karena ada pelanggaran terhadap UUD NRI Rahun 1945 pada Pasal 23 (1), (2), dan (3). Sehingga pemerintah ada baiknya meninjau kembali dan menyesuaikan dengan konstitusi yang ada di negara kita," tukas Sukiryanto.
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak
Update Informasi Kamu Via Launcher Tribun Pontianak Berikut: