Virus Corona Masuk Kalbar
BANTAH Pembiaran Pasien Covid-19 Menunggu Lama, Sutarmidji Pastikan Layanan RSUD Soedarso Sesuai SOP
Ia mengajak semua berfikir, yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai orang dalam pemantauan (ODP) di Jakarta.
Penulis: Syahroni | Editor: Maudy Asri Gita Utami
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Gubernur Kalbar, Sutarmidji memastikan layanan di RSUD Soedarso berjalan baik saat melayani pasien yang Covid-19.
Sutarmidji memastikan tidak ada kesalahan prosedur dalam melayani seorang pasien yang diberitakan kabur sebelumnya.
"Yang salah bukan rumah sakit, dienye sendiri. Emang selama ini ada masalah? kan tidak, pelayanan bagus," ucap Sutarmidji saat diwawancarai, Rabu (8/4/2020).
Ia mengajak semua berfikir, yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai orang dalam pemantauan (ODP) di Jakarta, makanya dilakukan rapid test terhadapnya.
• KRONOLOGI Lengkap Pasien yang Dituduh Kabur dari RSUD Soedarso, Minta Rumah Sakit Klarifikasi
Tapi malah kembali ke Kota Pontianak.
"Dia tau di Jakarta dia positif, kenapa dia pulang. Harusye die tetap diisolasi di Jakarta. Saya pastikan semua layanan baik," tegas Midji.
Sutarmidji juga menunjukan bukti registrasi yang bersangkutan di RSUD Soedarso, bahwa tertera pukul 13.35 WIB.
Sedangkan yang bersangkutan mengatakan datang sebelum pukul 12.00 WIB
"Kalau dia bilang jam 12 datang, padahal jam 13.35 dia baru datang daftar, jadi dia bohong. CCTV ada di IGD saya sudah liat dan pelayanan bagus," ujarnya.
Kemudian Midji menjelaskan, tidak sampai satu jam setelah yang bersangkutan melakukan registrasi hasil lab dari pemeriksaan sudah keluar.
"RS Soedarso sudah puluhan merawat PDP Covid-19, semua sudah dilakukan sesuai protap, saya minta pasien ini kooperatif, agar mudah merawatnya," tegas Midji.
Sementara itu, Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kalbar, dr Harisson M.Kes menjelaskan pada dasarnya pasien yang mau memeriksakan diri terkait Covid-19 harus mendatangi poli.
Mereka harus mendaftar masuk keruang tunggu dan kemudian akan dipanggil oleh perawat untuk ke poli.
"Nah saat ketemu dokter harus terus terang, jangan ada yang disembunyikan. Ceritakan keluhannya apa," ucap Harisson.
Ia mencontohkan misalnya pasien ada batuk, filek, sesak nafas dan 14 hari terakhir kontak dengan pasien positif atau dalam waktu 14 hari mempunyai riwayat perjalanan.
Apabila di Jakarta sudah menjadi ODP, maka saat di Pontianak misalnya harus dijelaskan serinci-rincinya.
"Jangan menyembunyikan apa yang terjadi an apa yang dialami. Dari penjelasan itu kan dokter akan mengambil kesimpulan. ODP, PDP dan pemeriksaan selanjutnya akan dilakukan," tegasnya.
Maka dokter bisa saja melakukan rontgen dan rapid test.
Dokter pasti disebutnya selalu waspada.
"Jangan sampai seperti pasien kemarin, dia tidak terus terang itu. Terahhir petugas rumah sakit ngomong bahwa, anda istirahat saja di rumah."
"Dia baru mengeluarkan bahwa dia ada surat kartu kewaspadaan kesehatan dan dia ternyata ODP di Jakarta," tambahnya.
Harisson menegaskan ada yang disembunyikan tersebutlah membuat petugas kesehatan lengah dalam menangani.
Maka perlu diketahui setiap masyarakat, ketika konsultasi atau berobat harus berterus terang.
Sehingga petugas kesehatan melakukan pemeriksaan sesuai prosedur.
Pasien Corona Sempat Kabur
Diberitakan sebelumnya, masyarakat Pontianak sempat dihebohkan dengan beredarnya pesan berantai di dalam grup whatsApp bahwa ada seorang pasien virus corona atau Covid-19 yang kabur dari RSUD Soedarso Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar).
Hal tersebut dibenarkan Gubernur Kalbar, Sutarmidji saat diwawancarai, Selasa (7/4/2020).
Namun menurut Sutarmidji, yang bersangkutan telah kembali lagi ke RSUD Soedarso.
"Kita sedang beri pemahaman pada yang bersangkutan agar mau dirawat di rumah sakit, dia datang sendiri memeriksakan diri cuma tidak mau diisolasi di RS," ucap Sutarmidji.
Ia menegaskan pasien yang sebelumnya sudah melakukan pemeriksaan rapid test di Jakarta dan dinyatakan positif tersebut akan dikarantina ketat.
"Kita mau pindahkan di rumah karantina kalau dia tak mau di rumah sakit. Dia sendiri pada dasarnya bugar, tapi tetap diobati," ucap Sutarmidji.
Lanjut dijelaskanya pasien yang baru datang dari Jakarta itu belum dirawat di RSUD Soedarso.
Yang bersangkutan baru diperiksa di IGD.
"Dia dari Jakarta test disana positif, tapi lari pulang ke Pontianak, lalu dia periksakan dirinya ke IGD, terus di rapid positif juga,"tambah Sutarmidji.
Kemudian pasien tersebut meninggalkan RSUD Sudarso sebelum ia kembali lagi.
"Gejalanya memang ringan, tapi bahayanya dia bisa menularkan ke orang lain kalau tak di isolasi," tegas Midji.
Midji menambahkan bahwa pasien tersebut tidak melarikan diri dari RSUD Soedar. Ia beralasan meninggalkan IGD lantaran kelamaan diperiksa.
"Anaknya baik kok, dia faham bisa menularkan ke orang lain, makanya dia kembali ke Sudarso," ujarnya.
Pasien tersebut disebutnya kooperatif, keluarganya ODP dan dipantau Puskesmas.
"Kita sesalkan saja, kok bisa pasien positif pulang dengan pesawat lagi, itu yang duduk dekat dia bisa tertular juga,"tambahnya.
Pasien Minta Rumah Sakit Klarifikasi
Seorang pasien laki-laki berumur 27 tahun yang sempat diisukan kabur dari RSUD Soedarso setelah dilakukan rangkaian pemeriksaan dan sejumlah pernyataannya.
Laki-laki 27 tahun itu menjelaskan kronologinya dua hari yang lalu ia mendapat telpon oleh pihak kesehatan di Jakarta.
"Saya memang pernah rapid test di Jakarta sebelum pulang ke Pontianak. Di dalam telponnya mereka bilang kalau bisa, cek kesehatan ulang di tempat kesehatan terdekat,"ucapnya saat menjelaskan melalui telpon pada Tribun Pontianak, Rabu (8/4/2020).
Ia diminta periksa ulang, karena petugas kesehatan yang memeriksa dirinya di Jakarta ragu akan hasilnya.
"Karena bagaimana pun rapid test hanya sekitar 60 persen akurasi yang bisa meyakinkan dan sisanya tidak," tambahnya.
Apalagi di Jakarta sangat banyak yang diperiksa dan bisa saja ada kemungkinan tertukar.
"Jadi saya terima telpon itu, saya langsung hubungi rumah sakit sekitar. Cuma dilempar sana sini. Akhirnya besok malamnya tanggal 7 saya ke Soedarso," ucap pria yang pulang dari Jakarta tanggal 1 April lalu.
Ia menegaskan sejak 1 April tidak pernah keluar rumah dan selalu berdiam diri.
Bahka bertemu orangtua dan adik-adiknya pun tidak dirumah.
Hal itu sengaja dilakukannya untuk menghindari penularan, karena ia sadar baru datang dari Jakarta meskipun tidak ada hasil lab yang mengatakan dirinya positif corona.
Proses Pemeriksaan
Akhirnya pada (7/4) ia sampai ke Soedarso, bahkan menurutnya pun dilempar kesana kemari dan bolak balik ke depan belakang.
"Akhirnya masuk IGD sebelum jam 12.00 WIB, lewat saya masuk cuma di tes pakai alat stetoskop dan di bilang kalau saya aman," ceritanya.
Bahkan dirinya menyakan balik, "Yakin saya aman dan saya berdasarkan keterangan petugas kesehatan juga untuk periksa kembali," ucapnya.
Kemudian ia, menunjukan kartu kuning dari bandara. Setelah itu petugas di IGD kaget.
"Oh abg benaran dari Jakarta," ucap dia menirukan kata petugas.
"Emang saya main-main,"sahutnya.
Setelah itu, barulah petugas di IGD Soedarso meminjam KTP dan identitas yang bersangkutan.
"Itupun saya disuruh tunggu diruangan, jadi jam 1 kurang baru petugas masuk lagi. Masuk pun cuma tes paru-paru dan tidak ada ngomong-ngomong," ceritanya.
Hal serupa kembali dipertanyakan yaitu, apakah dirinya kembali dari Jakarta.
Ia pun menegaskan memang dirinya kembali dari Jakarta pada tanggal 1 April lalu.
Kemudian ia ditanya, apakah ada gejala, ia menegaskan dirinya ada demam.
"Terus ditanya hasil rapid test saya, saya bilangkan hasilnya tidak ada dah hanya dibilang suruh tes ulang. Mereka ragu-ragu," kata pasien yang saat ini diisolasi di RSUD Soedarso.
Petugas yang menanganinya hanya mengatakan, "Oooo" katanya.
Setelah periksa paru-paru, ia tidak mendapatkan instruksi apa-apa. Bahkan tidak diminta untuk menunggu.
"Dia pergi, saya masih teduduk di Soedarso tu. Setelah itu jam 2 kurang ada masuk lagi petugas ngambil darah. Itupun nda banyak kata, hanya bilang mau ambil darah,"tambahnya.
Terus ia bertanya, dirinya harus mengapa dan bagaimana. Petugas hanya mengatakan diam dulu.
"Setelah itu, saya mikir ngapain saya kesini dan tidak ada kejelasan. Hingga saya menunggu jam 16:00 kurang ada yang masuk lagi. Eh cuma tensi darah," katanya.
Ia pun bertanya, "bang setelah ini apelagi, katanya udah. Saya tanya jadi gimana, petugasnya bilang nda tau," ceritanya.
Petugas itupun pergi dan ia menunggu akhirnya sampai pukul 17.00 WIB lebih.
"Setengah 6 saya keluar, ketemu satpam. Saya tanya, pak saya ngapain lagi. Satpam hanya bilang nda tau mas. Serius saya bilang, dia bilang serius," ucapnya.
Terus ia bertanya, ngapain lagi dia di rumah sakit itu. Satpam bertanya apakah tidak ada arahan, langsung dijawabnya tidak.
Ia langsung bertanya, "Jadi KTP saya gimana, terus satpamnya bilang tunggu ia ambilkan. Saya tidak boleh masuk, akhir satpamnya sendiri yang masuk," katanya.
Satpam datang dan membawa kantong, isinya hanya KTP dan kartu berobat Soedarso.
"Saya tanya, tidak ada obatkah. Satpamnya bilang cuma itu, yakin kah kata saya. Dia bilang yakin. Sayapun bertanya saya ngapain lagi ini," ucapnya.
Terus Satpam juga tidak menjelaskan.
Tidak adanya kejelasan, ia akhirnya pergi ke parkiran di dekat Masjid Soedarso sambil menunggu magrib meskipun masjidnya tutup.
Saat dirinya duduk di parkiran dan ia sengaja tidak berkomunikasi dengan orang lainnya disana, karena ia mengetahui kalau ia dari Jakarta.
Tak lama kemudian, pihak Puskesmas Siantan disebutnya menelpon.
"Perlu dicatat, pihak Soedarso tidak ada mengambil nomor HP saya hingga detik ini. Mereka hanya mengambil KTP dan melihat kartu kuning bandara," katanya.
Dari Puskesmas Siantan mempertanyakan hasil pemeriksaan dirinya di Soedarso.
"Saya bilang, gimana hasilnya bang. Saya pun tidak tahu, terus dia nanya penjelasan dari pihak rumah sakit seperti apa. Saya katakan jangankan jelaskan ngomong pun tak ada," katanya.
Terus pihak Puskesmas Siantan bertanya lagi, selanjutnya seperti apa.
Ia hanya mengatakan ia tidak tahu dan tidak ada kejelasan.
"Pertanyaan saya ni mudah bang, saye harus kemana lagi dan apalagi," ucapnya menirukan omongan dengan pihak Puskesmas Siantan.
Apakah selesai atau belum, waktu sudah magrib. Maka belum, mandi belum dan tidak ada kejelasan.
Petugas Puskesmas Siantan akhirnya menelpon Soedarso. Iapun tetap menunggu di parkiran.
Tidak berselang lama, petugas Puskesmas akhirnya menelpon lagi.
Petugas itu kembali menyatakan pada dirinya mengenai arahan dari Soedarso dan menyatakan obat apa yang diberikan.
Ia hanya menjawab tidak ada dan tidak ada arahan.
"Dia berpesan, kalau ada apa-apa menghubungi dirinya. Terus dia nanya saya mau kemana, saya jawab mau makan dan magrib,"katanya.
Akhirnya ia keluar dari parkiran Soedarso dan tidak jauh untuk mencari makan.
"Saya makanlah sebentar dan habis salat saya ditelpon petugas puskesmas tadi. Dia katakan kalau saya dicari petugas Soedarso," jelasnya.
Ia mengatakan kalau dirinya berada di Soedarso dan Soedarso ada di depan matanya.
"Dia nanya ngape nda menghubungi saya. Saya jawablah, petugas tidak ada mengambil nomor hp macam mana dia menghubungi saya," ceritanya.
Akhirnya ia sampai di pintu IGD Soedarso dan bertemu Satpam.
Satpamnya bertanya pada dirinya, mengapa kembali lagi dan waktu menunjukan 18.30 WIB.
"Satpam malah nanya kok balik lagi, saya katakan katanya saya dicari. Pihak puskesmas nelpon," ujarnya.
Satpam itupun bertanya di dalam dan setelah itu, ia diminta menunggu pada ruangan sebelah untuk tes paru-paru lagi.
"Dari setengah 7 tu sampai malam tidak ade yang ketemu saye. Tau-taunya ade perawat nongol nawarkan makan nasi kotak ja, saya katakan iya bang makaseh," katanya.
Saat itu ia juga sambil menelpon orangtuanya dirumah.
Akhirnya pukul 19.30 WIB. Ia kaget karena viral bahwa dirinya kabur.
Tersebar dengan KTP dan kartu kuning dari bandara.
"Saat saya nelpon mama, ada polisi datang kerumah. Polisi bilang sama bapak saya kalau saya kabur dari rumah sakit," ceritanya.
Bapaknyapun menjawab, berdasarkan apa laporan anaknya kabur.
Polisi lantas menunjukan informasi yang beredar di media sosial dan ada KTP yang bersangkutan.
"Lah kabur darimana, itu lagi telponan sama mamanya siapa," ucap ia menirukan kata orangtuanya.
Saat itupun ada polisi yang datang di Soedarso menurutnya.
Ia juga menyayangkan datanya seperti KTP dan kartu kuningnya tersebar. Padahal dirinya tidak kabur.
"Kapan saya ada kabur, dari jam setengah 7 saya duduk di ruangan Soedarso. Itu CCTV lengkap saya bilang,"katanya.
Ia juga menegaskan tidak ada hasil rapid test positif di Jakarta. Ia hanya diminta untuk tes ulang.
Ia menceritakan mendapat telpon juga dari rumah sakit, bahwa sedang viral dirinya kabur.
Ia menegaskan itu kesalaham dari rumah sakit. Mengapa bisa datanya keluar dan dirinya juga berada di RSUD Soedarso.
"Saya katakan silakan rumah sakit yang klarifikasi. Ini kasian keluarga saya di rumah didatangi polisi, ditangani warga,"katanya.
Ia juga mencari petugas yang menyebarkan identitasnya dan mengatakan dirinya kabur dari rumah sakit.
Kemudian ia ditelpon adiknya karena sebelumnya dirinya sudah menelpon minta diambilkan pakaian dan diantar ke Soedarso, namun ia mengatakan adiknya dilarang oleh warga.
"Mama saya begegar dirumah ditemui orang terus sampai jam 3 subuh, saya sayangkan informasi yang tidak benar dan menyebarkan KTP itu," tegasnya.
Ia juga meminta pihak rumah sakit untuk mengklarifikasi karena telah menyebarkan informasi dirinya kabur dan menyebar luaskan KTP serta identitasnya.
Sehingga keluarga dirumah juha menjadi tidak tenang.
"Saya sendiri di Soedarso, tidak ada rapid test dan darah saya baru diambil lagi," katanya.
Ia mengimbau pada pemerintah, kalau mau serius menangani kasus corona. Maka petugas medisnya juga harus cepat tangggap.
"Jangan terlalu cuek, memang saya tau pasien banyak dan mereka capek. Tapi tolong kasikan arahan dan penjelasan pada pasien itu. Kita disuruh menunggu berjam-jam itu lapar,"katanya.
Ia paham kalau oknum yang menangani bukanlah keseluruhannya. (*)
Update Informasi Kamu Via Launcher Tribun Pontianak Berikut:
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.wTribunPontianak_10091838
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak