Peladang Vonis Bebas
BREAKING NEWS - 6 Peladang Vonis Bebas di Pengadilan Negeri Sintang Kalbar
"Tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan pertama, kedua dan ketiga," kata Majelis Hakim.
Penulis: Agus Pujianto | Editor: Madrosid
BREAKING NEWS - 6 Peladang Vonis Bebas di Pengadilan Negeri Sintang Kalbar
SINTANG - Majelis Pengadilan Negeri (PN) Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar) memutuskan enam orang terdakwa peladang tidak bersalah dan memebaskan peladang dari seluruh dakwaan.
"Tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan pertama, kedua dan ketiga," kata Majelis Hakim.
"Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum," Lanjut majelis hakim yang dipimpin oleh Hendro Wicaksono di ruang Cakra membacakan putusan sidang peladang di Sintang terkait kasus Karhutla.
Dalam pelaksanaan sidang putusan peladang massa turut menggelar aksi damai kawal jalannya sidang.
Massa aksi damai mengawali aksinya dengan berorasi dan menyanyikan lagu Indonesia Raya di luar Halaman Kantor Pengadilan.
Sebelum menggelar aksi, massa aksi damai berkumpul di dua titik, Taman Entuyut dan Balai Kenyalang.
Massa bergerak bersamaan menuju kantor pengadilan dengan berjalan kaki.
Hingga saat ini, situasi dan kondisi aman dan terkendali.
• BREAKING NEWS - Wakapolda Kalbar Cek Kesiapan Pasukan Kawal Sidang Putusan 6 Peladang Sintang

JEJAK KASUS
Sebelumnya penasehat hukum enam terdakwa perkara Karhutla merespons Jaksa Penuntut Umum yang menuntut terdakwa terbukti melanggar pasal 188 dan atau 188 KUH Pidana.
“Terhadap hal ini, kami penasehat hukum yang dipercaya oleh terdakwa, kami akan melakukan pledoi, terhadap tuntutan JPU yang menyatakan terbukti,” ujar penasehat hukum, Andel.
Andel menegaskan, pada intinya enam terdakwa dalam tuntutan jaksa terbukti melakukan tindak pidana, ada yang melanggar pasal 188 KUHP, ada 187 KUHP.
“Mereka pada intinya, enam terdakwa dituntut selama 6 bulan penjara dan menjalani masa percoban selama 1 tahun,” jelasnya.
Untuk diketahui, ada enam terdakwa dijerat enam dakwaan.
Ada lingkungan hidup, perkebunan, dan dua dakwaan pasal 188 dan 187 KUHP.
“Lepas semua. Tuntutan hanya KHUP,” jelasnya.
Usai mendengarkan tuntutan Jaksa, Andel sempat berdiskusi dengan terdakwa, soal satu tahun masa percobaan.
Sebab, dalam setahun nantinya, terdakwa tidak boleh melakukan tindakan yang melawan hukum, seperti membuka ladang dengan cara dibakar.
“Lalu, bagaimana nasib mereka yang berladang kalau tidak boleh berladang. Bagaimana nasib mereka. Apakah pemerintah siap membantu,” ujar Andel.
Andel menegaskan, peladang ini bukan untuk mencari kekayaan, hanya untuk mempertahankan kepentingan perut dan keluarga.
“Kalau mereka dinyatakan bersalah, bagaimana dengan peladang lainnya di 14 kecamatan dan 391 desa."
"Bisa jadi tahun depan banyak sekali peladang yang dialidi, Kalau memang ini terbukti bersalah."
"Kehidupan masyarakat pada umumnya peladang. Kalau tidak berladang mereka tidak mungkin bisa makan,” jelasnya.
Kepada pemerintah, Andel berharap agar memperhatikan nasib para peladang.
“Tolong buka mata lebar-lebar, bagaimana nasib peladang. Jangan ketika pemilu semua mencari suara peladang."
"Sekarang, tolong baik bupati, gubernur, sampaikan ke pusat, jangan di polres itu yang disuruh untuk menangkap peladang."
"Ini bukan tugas kejaksaan, polisi, pengadilan, tentu tugas pejabat, bupati, guberur dan presiden untuk menyelesaikan hal ini,” tukasnya.
• FAKTA Lokasi Rumah Sakit Khusus Corona di Pulau Galang, Eks Kamp Vietnam Bisa Tampung 1000 Pasien
Kesimpulan Nota Pembelaan Sidang Peladang, Kuasa Hukum Kutip Ayat Al-Qur’an
Kuasa Hukum terdakwa enam peladang yang diadili atas perkara Karhutla di Pengadilan Negeri Sintang mengutip kalimat bijaksana yang tersirat dalam Al-Qur’an surat An-Nisa sebelum mengakhiri nota pembelaan terhadap tuntutan JPU.
“Janganlah karena kebencianmu, menyebabkan engkau tidak tidak berlaku adil,” kata Andel, Senin (24/2/2020).
Dalam hal ini, ada sedikit kekeliruan nama surah yang dikutip kuasa hukum.
Seharusnya, ayat itu terdapat pada Surat Al-Maidah Ayat 8.
“Sehingga sangat tepat adagium yang mengatakan, lebih baik melepaskan seribu orang penjahat daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah,” lanjut Andel mengakhiri pembacaan pledoi.
Andel menyimpulkan, pendapat JPU tentang hal yang memberatkan dalam tuntutan yang menyebut perbuatan terdakwa tidak sesuai dengan program pemerintah dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan adalah kesimpulan yang keliru, dan salah.
“Justru terdakwa bersama masyarakat peladang saat ini sedang menangis menghadapi penderitaan masa depan anak cucunya yang pasti mati kelaparan karena tidak bisa berladang."
"Tangisan ini bisa dilihat bersama dengan hadirnya ribuan masyarakat adat mengawal persidangan,” jelas Andel.
Ditegaskan Andel, jika peladang ditangkap sangat merugikan serta menggangu kelangsungan kehidupan mereka karena tidak bisa lagi berladang demi mempertahankan kehidupan.
Seharusnya, polisi tidak memproses perkara ini, karena penegak hukum juga tahu jika berladang merupakan kearifan lokal yang dilindungi oleh undang-undang.
“Apakah para peladang masih diberi hak untuk mempertahankan kehidupan, atau kah negara tidak mengakui keberadaan ada yang hidup bergantung dengan berladang, atau para terdakwa sengaja ditumbalkan demi jabatan karena memenuhi pesanan sponsor,” bebernya.
Ada tiga permohonan dari pledoi terdakwa yang dibacakan kuasa hukumnya.
Pertama, memohon kepada majelis hakim menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan perbuatan tindak pidanan sebagaimana diatur dan diancaman pidana
Kuasa hukum juga meminta majalis hakim membebaskan terdakwa dari dakwaan dan tuntutan JPU.
“Memohon majelis hakim memulihkan nama baik dan hak hak terdakwa pada kedudukan, harkat dan martabatnya,” katanya. (*)