Sebelum Ada Jembatan Apung Sebadak, Pelajar Seberangi Sungai Ketungau Gunakan Sampan & Pernah Karam
Ini kali kedua warga Desa Sebadak gotong royong bangun jembatan darurat. Jembatan kayu pertama, dibangun sekitar bulan September 2019.
Penulis: Agus Pujianto | Editor: Maudy Asri Gita Utami
SINTANG - Pelajar SD dan SMP 3 Sebadak, Kecamatan Ketungau Hulu, Kabupaten Sintang, menyelipkan pesan dalam video berdurasi 0,17 detik.
Pesan itu ditujukan untuk Presiden RI, Joko Widodo.
Video itu diunggah oleh Ambresius Murjani melalui akun Facebooknya.
Dia merupakan Ketua Kelompok Informasi Perbatasan (KIMTAS).
“Kami anak sekolah Desa Sebadak. Bapak presiden, kami sangat memerlukan jembatan untuk kami bersekolah. Dukungan dari bapak presiden sangat kami harapkan.”
• Warga Sebadak Harap Kepastian Dibangun Jembatan, Jarot: Sudah Diusulkan, Mudah-mudahan Dapat
Demikian pesan itu disampaikan oleh 10 pelajar SD dan SMP di Desa Sebadak melalui video singkat.
Video yang diambil oleh Ambresius Murjani itu berlatarbelakang jembatan apung yang baru selesai dibangun atas swadaya masyarakat pada akhir tahun 2019.
Ini kali kedua warga Desa Sebadak gotong royong bangun jembatan darurat.
Jembatan kayu pertama, dibangun sekitar bulan September 2019.
Seluruh pondasi maupun geladak, semuanya rakitan kayu.
Termasuk tiang pancangnya.
Jembatan ini dibangun, ketika sungai ketungau surut.
Jembatan darurat ini, tak bertahan lama.
Kurang dari 4 bulan.
Ketika debit air sungai meluap, pondasi yang tidak kokoh rusak dan hanyut terbawa arus sungai.
“Sekarang dibuat lagi. Polanya ndak pakai tiang (kayu), tapi terapun,” kata Ambresius Murjani kepada Tribun Pontianak, Minggu (8/2).
Jembatan apung, baru selesai dibuat.
Sengaja dibuat terapung, agar fleksibel ketika pasang surut air sungai.
Agar jembatan tetap terapung, puluhan drum plastik dirakit.
Menurut Murjani, jembatan darurat ini dibangun untuk memudahkan akses anak sekolah menyebrangi sungai menuju SMP 3 Sebadak yang letaknya di seberang sungai.
Sebelum ada jembatan, anak-anak yang akan pergi ke sekolah harus menyebrangi sungai menggunakan sampan mengarungu sungai selebar 120 meter ketika air pasang.
“Dulu anak sekolah perginya pakai sampai sebelum ada jembatan. Biasa pulangnya berenang,” ungkap Murjani.
Menyebrangi sungai ketungau dengan sampan bukan tanpa resiko.
Murjani menyebut, sampan yang ditumpangi pelajar pernah karam di sungai.
“Tahun lalu, sampan mereka karam, cuma mereka bisa berenang semua, karam waktu pergi sekolah, batal,” ujarnya.
Atas dasar kebutuhan dan keselamatan pelajar ini lah, warga kemudian berinisiatif membangun jembatan darurat.
“Kasian anak-anak sekolah, mereka harus menyebrangi sungai menuju sekolah yang ada di seberang kampong,” katanya.
Selain untuk memudahkan akses anak sekolah, jembatan itu menurut Murjani juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat di beberapa desa yang ada di Ketungau Hulu.
Menurutnya, jembatan tersebut dapat memangkas waktu tempuh.
“Jembatan itu bukan hanya dibuat untuk anak sekolah, karena kalau jembatan itu ada, kami yang biasa dari sintang, kalau ke hulu mangkas jarak, jadi lebih dekat,” ujar Murjani. (*)
Update Informasi Kamu Via Launcher Tribun Pontianak Berikut:
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.wTribunPontianak_10091838
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak