Human Interest Story
Pasien Meninggal Dunia Dalam Mobil Ambulans di Sintang, Begini Kisahnya
Akhirnya meninggal dunia di dalam mobil. Ini contoh dari kurang pekanya pengguna jalan yang tidak mau memberi jalan
Penulis: Agus Pujianto | Editor: Jamadin
SINTANG - Wishnu Endhyka meluapkan kekecawaannya kepada para pengguna jalan. Bukan karena dia ditabrak lari, tapi karena pengguna jalan tidak peka terhadap bunyi sirine dan rotator kendaraan emergency ambulance di jalan raya.
Ketua Indonesian Escorting Ambulance (IEA) wilayah Sintang ini menyesalkan pengguna jalan tidak memberikan ruang bagi ambulance yang membawa pasien gawat darurat.
Akibatnya, pasien rujukan dari Puskemas Sepauk yang dikawal oleh Wishnu meninggal dunia di dalam mobil karena terlambat sampai di RSUD Ade M Djoen, Sintang.
• Kisah Ambulance Tak Dapat Jalan, Pasien Meninggal di Mobil
“Kisah mobil ambulance tidak dapat jalan dari Puskemas Sepauk ke RSUD Ade M Djoen Sintang. pasien kondisi gawat darurat, A1 kritis. Akhirnya meninggal dunia di dalam mobil. Ini contoh dari kurang pekanya pengguna jalan yang tidak mau memberi jalan,” tulis Wihsnu di dinding grup Facebook Sintang Informasi.
“Bayangkan jika keluarga Anda di dalam (ambulance) wahai pengguna jalan. Berilah jalan buat kendaraan emergency ambulance dan pemadam kebakaran,” tulis Wishnu di akhir postingannya.
Kejadian itu terjadi pada 1 Februari 2020 lalu. Sore itu, sekira pukul 17.00 WIB, komunitas yang bergerak di bidang sosial untuk pengawalan ambulance ini menerima informasi dari dari seorang driver ambulance yang membawa pasien kritis rujukan dari Puskemas Sepauk.
Driver itu, meminta bantuan Indonesian Escorting Ambulance (IEA) wilayah Sintang untuk mengawal ambulance sampai RSUD Ade M Djoen Sintang.
• FOTO: Warga Antusias Menyaksikan Ritual Naga Buka Mata di Kelenteng Kwan Tie Bio Jalan Diponegoro
“Saat dihubungi, posisinya ambulance sudah di simpang pinoh. Kami bertemu di sekitar jalan raya dekat perumahan Villa Nabila,” kata Wishnu kepada Tribun Pontianak, Kamis (6/1).
Tanpa memandang identitas pasien yang sakit, Wishnu memandu ambulance melaju kencang membelah kemacetan menjelang petang.
Kemacetan di ruas jalan KM 7—KM 6 sore itu masih bisa terkendali.
Namun, sesampainya di KM 5, iring-iringan ambulance terjebak kemacetan. Rotator dan sirine sudah dinyalakan.
Namun, suara nyaring itu tak menyadarkan pengguna jalan. Pengguna jalan tidak juga menepi dan memberi jalan ambulance yang membawa pasien kritis.
“Mobil sulit bergerak. Sampai di jalan lintas melawi, pengguna jalan ndak ada yang mau mengalah,” sesal Wishnu.
Iringan ambulance sampai di RSUD Ade M Djoen sudah gelap.
Pasien yang tak diketahui nama dan penyakit yang dideritanya oleh Wishnu itu langsung mendapat penanganan medis.
“Sampai rumah sakit diperiksa dokter, sudah tidak ada (meninggal dunia). Jantungnya sempat dikejut, tapi sudah terlambat. Mungkin meninggal di jalan, waktu kena macet,” katanya.
Wishnu, mengaku tak mengenal pasien yang dia kawal menuju rumah sakit. Dia juga tak sempat bertanya, siapa dan apa riwayat sakitnya.
Dalam hatinya, Wishnu hanya ingin membantu mengurai kemacetan untuk memberi ruang kepada ambulance membawa pasien gawat darurat agar cepat sampai ke rumah sakit dan pasien selamat.
“Pasien dari Puskemas Sepauk, mobil yayasan muslim sepauk. Gak tanya saya siapa nama pasiennya. Tugas kita hanya memandu ambulance. Yang jelas (dalam ambulance) pasien sudah sesak nafasnya, ada petugasnya dan oksigen juga ada,” ujar Wishnu.
Wishnu menyayangkan pengguna jalan belum punya kesadaran menepikan kendaraan apabila ada ambulance yang lewat. Padahal, sirene dan rotator sudah dinyalakan.
“Sirine rotator sudah ada, tapi masyarakt abai, masih kurang peduli. Saya posting di Facebook biar masyarakat membaca, bahwa sirene ambulance berarti bawa pasien, kritis atau tidak (pasien yang dibawa) yang penting didahulukan,” jelasnya.
Berdasarkan Undang Undang (UU) No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), khususnya pasal Pasal 134, setidaknya ada tujuh kelompok pengguna jalan yang memiliki hak utama.
Ambulance yang mengangkut orang sakit merupakan perioritas kedua setelah mobil pemadam kebakaran.
Wishnu menyadari, Indonesian Escorting Ambulance (IEA) komunitas yang digelutinya atas dasar kemanusiaan ini secara undang-undang memang tidak diperbolehkan mengawal mobil ambulance.
“Sebenarnya kami juga dilarang polisi. Karena tupoksi yang mengawal ambulance mereka. Tapi di satu sisi, masyarakat membutuhkan kami. Polisi jarang kita lihat mengawal ambulance yang lewat, Cuma memeriksa kelengkapan kendaraan,” ujar Wishnu.
Seharusnya, kata Wishnu Indonesian Escorting Ambulance dirangkul membantu kepolisian memberikan edukasi kepada masyarakat dan pengguna jalan, supaya ketika ambulance lewat, masyarakat sadar dan menepi.
“Kita turun malah ditindak. Padahal kita berbuat tanpa berharap, tidak minta sepeser pun. (coba) diajak jadi mitra. Harusnya masyarakat juga diedukasi, kan kita bisa bantu. Jadikan mitra, bukan kita dimusuhi,” tukasnya.
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak
Update Informasi Kamu Via Launcher Tribun Pontianak Berikut: