Pengabdian Guru Tidak Tetap di Sintang, Yuri: Kalau Gak ada Mereka, Gak Berjalan Sekolah Ini

“Kalau gak ada mereka, gak berjalan sekolah ini,” kata Yuri Pranata Kepala SMAN 2 Ketungau Tengah, Sintang.

Penulis: Agus Pujianto | Editor: Madrosid
Tribunpontianak.co.id/Agus Pujianto
seorang Guru Tidak Tetap mengajar kelas I SMAN 2 Ketungau Tengah. Di sekolah bambu ini, hanya ada 2 guru PNS dan 3 honor sekolah.  

SINTANG - Sekolah bambu di Sintang memiliki Guru Tidak Tetap (GTT), sehingga membuat proses belajar mengajar di SMAN 2 Ketungau Tengah Kabupaten Sintang tetap berjalan.

“Kalau gak ada mereka, gak berjalan sekolah ini,” kata Yuri Pranata Kepala SMAN 2 Ketungau Tengah, Sintang.

“Mereka” yang disebut Yuri merupakan Guru Tidak Tetap (GTT) yang diperbantukan untuk mendidik murid SMA Negeri 2 Ketungau Tengah.

Saat ini, ada tiga orang GTT yang mengabdi membantu mendidik anak-anak yang ada di jalan pararel perbatasan.

Ditengah kesederhanaan bangunan sekolah yang hanya dinding bambu, atap terpal dan lantai tanah, sekolah yang berdiri sejak tahun 2015 ini juga mengalami kekurangan tenaga pendidik.

VIRAL! Sekolah Bambu di Pedalaman Sintang, Perjuangan Warga Perbatasan Menimba Ilmu di SMAN 2

Bayangkan saja, hanya ada dua orang guru berstatus Aparatus Sipil Negara. Satunya pun, belum dinyatakan sah PNS. Baru CPNS. Lulus tahun 2018 lalu. Yang benar-benar PNS, hanya Yuri Pranata.

Yuri tak bisa membayangkan jika tidak ada GTT. Proses belajar mengajar sulit untuk berjalan. Ungkapan ‘Kalau gak ada mereka, gak berjalan sekolah ini’ rasanya tidak berlebihan.

“Tenaga guru 2 PNS. Dibantu GTT, itu ada tiga orang, warga sini (Desa Wana Bhakti),” kata Yuri.

Saking kurangnya tenaga pendidik, satu orang GTT mengampu hingga empat mata pelajaran setiap harinya.

“Saya mengampu 4 mata pelajaran. Pendidikan agama Kristen, biografi, penjaskes dan sejarah Indonesia,” kata Mardianto.

Mardianto,merupakan satu di antara Guru Tidak Tetap (GTT) yang membantu SMAN 2 Ketungau tengah memberikan bekal pendidikan kepada anak-anak di kawasan perbatasan.

Mardianto, sudah lima tahun sejak SMAN 2 Ketungau Tengah berdiri menjadi guru honorer. Di tengah serba kekurangan, Mardianto tetap setia mengabdikan diri sebagai pendidik. Meski honor yang diterima kurang dari kata layak.

Pengabdian Mardianto sudah sejak tahun 2015, dari sejak masih numpang di SD 8 Nanga Seran sampai dengan sekarang, di lokal bambu yang dibangun swadaya oleh masyarakat dengan modal 5 juta rupiah.

“Selama numpang di SD 8 Nanga Seran, banyak hal yang telah kami lalui, mulai dari kekurangan guru, hingga fasilitas,” kata Mardianto.

Putra daerah setempat ini mengaku senang bisa punya lokal sendiri, meski keadaanya sangat sederhana.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved