Problem Guru Honorer di Sambas Kalbar Berlanjut, Bupati Atbah Siapkan Reward dan Punishment
Bahkan disebutkannya selama 12 tahun menjadi guru honorer mendapat upah jauh dari sejahtera.
Penulis: Muhammad Luthfi | Editor: Madrosid
SAMBAS - Dewi Murni Spd, perwakilan guru honor Non Kategori Kabupaten Sambas, mengaku mendapatkan upah dibawah Upah Minimun Kabupaten (UMK).
Bahkan disebutkannya selama 12 tahun menjadi guru honorer mendapat upah jauh dari sejahtera.
UMK Kabupaten Sambas tahun 2019 sekitar Rp 2,4 juta.
Dewi yang saat ini menjadi guru honor di SDN 14 Karti itu mengaku gaji yang mereka terima besarannya bervariasi tergantung dana BOS. Padahal beban tugas layaknya seorang guru berstatus PNS.
"Kalau honorarium yang di dapat guru honorer jauh sekali di bawah UMK, juga upah buruh kasar dan karyawan swasta. Kesejahteraan guru honorer masih sama seperti yang dulu belum ada perubahan berarti. Karena tidak ada kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang bisa mengangkat kesejahteraan guru honorer jadi lebih baik," kata Dewi kepada Tribun, Minggu (1/12/2019).
Ia mengungkapkan, jika gaji yang diterima oleh guru-guru honorer tidak menentu setia bulannya.
• Guru Honor Non Kategori di Sambas Minta Perhatikan Kesejahteraan
"Gaji yang di dapat guru honorer setiap bulan bervariasi tergantung dari besaran dana BOS yang diterima setiap sekolah. Dengan mengacu dan memperhatikan aturan dari pusat yaitu 15 persen dari total penerimaan BOS setiap tahunnya, lalu di bagi jumlah honorer di sekolah tersebut," tuturnya.
Dewi menjelaskan, mirisnya saat ini ada sekolah yang hanya satu orang guru yang berstatuskan PNS.
Sisanya adalah guru honorer yang mengajar di sekolah tersebut.
"Karena ada beberapa sekolah yang mayoritas gurunya adalah honorer bahkan ada sekolah yang hanya kepala sekolahnya yang berstatus PNS," tuturnya.
Saat dikonfirmasi, terkait apakah gaji yang diterima cukup untuk kebutuhan sehari-hari mereka.
Ia katakan kembali ke masing-masing orangnya.
Hanya saja ia katakan, uang yang ada dicukup-cukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Terkait cukup atau tidaknya honorarium yang diterima itu relatif tergantung pribadi honorer masing-masing, hanya saja apabila mengajar di lebih sekolah double/triple sekolah maka gaji yang diterima dicukup-cukup kan," ungkapnya
"Tapi jika hanya mengajar di satu sekolah ya dicukupkan dengan rasa syukur serta sabar dan ikhlas. Dan untuk mencukupkannya banyak dari kami yang menjadi staff TU, operator dapodik, dan membantu guru senior yang gaptek untuk menyelesaikan tugas administrasi sekolah," tuturnya.
Sementara itu, untuk kondisi terkininya dilokasi tempat ia mengajar. Dewi menuturkan, masyarakatnya sangat peduli akan pendidikan.
"Kondisi masyarakat di lokasi saya mengajar memang masih terbilang pedesaan namun masyarakat di sini sangat mengutamakan pendidikan anak-anak mereka, hal ini terbukti dengan banyaknya yang sudah berhasil menyandang S1, S2 juga banyak yang sudah menjadi ASN, Polisi, TNI bahkan ada beberapa orang jadi dokter," tutupnya.
Untuk itu, ia berharap agar ada solusi konkrit dari pemerintah untuk mengatasi masalah honorer di Sambas.
"Saya, kami dan kita semua berharap dan terus meminta kepada pemerintah agar lebih memperhatikan keturunan dari masa ke masa terkait nasib guru honorer yang tidak pernah ada kejelasan ini. Terlebih pada kami yang telah berusia 35 tahun dan telah mengabdi belasan tahun," ungkapnya.
"Kalaupun tidak bisa serta merta mengangkat kami jadi ASN setidaknya berilah kami upah yang layak dan relevan sebagai komitmen pemerintah dalam menghargai dunia pendidikan sesuai slogan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," kata dia.
Tidak hanya itu, jika dimungkinkan ada penerimaan PPK. Ia berharap agar honorer diatas 35 tahun yang diprioritaskan.
"Semoga jika ada pembukaan PPK nanti bisa diprioritaskan untuk kami yang berusia 35 tahun ke atas tanpa harus bersaing dengan sarjana-sarjana muda," tutupnya.
Terpisah, Bupati Sambas Atbah Romin Suhaili mengatakan, saat ini pendidikan di daerah perbatasan, khususnya Kabupaten Sambas saat ini sudah jauh lebih baik.
Tidak hanya baik kata Atbah, tapi juga sudah lebih kondusif.
"Pendidikan kita diperbatasan saat ini sangat sudah baik dan kondusif," ujarnya.
Hanya saja kata Atbah, untuk kesejahteraan guru-guru, khususnya honorer di Kabupaten Sambas memang masih perlu diperhatikan. "Iya, perlu diperhatikan agar lebih layak," ungkapnya.
Untuk itu, kedepan Atbah menginginkan menajemen pendidikan di Kabupaten Sambas berbasis digital.
Hal ini kata Atbah, akan mempermudah pemerintah, atau dinas terkait untuk memberikan reward kepada guru yang memiliki dedikasi tinggi.
Dan teguran kepada guru-guru yang bermalas-malasan dalam bekerja, sebagai seorang pendidik.
"Management guru basic digital adalah sebuah keniscayaan, dengan demikian akan mudah untuk reward and punishment," tutupnya. (One)
Tidak Manusiawi
Ketua Komisi 1 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sambas, Lerry Kurniawan Figo, mengatakan jika dibandingkan dengan banyak profesi lainnya.
Gaji guru-guru honorer terbilang sangat rendah, dan tidak manusiawi.
"Iya, jika dibanding dengan profesi lain baik di instansi perusahaan maupun pemerintahan. Saya kira guru honorerlah yang menurut saya tidak layak dan tidak manusiawi," ujarnya, Selasa (3/12/2019).
"Tidak jelas status mereka padahal sangat di perlukan dalam peningkatan kualitas pendidikan tapi kurang di hargai. Gaji mereka hanya sekitar 400-600 ribu rupiah, sedangkan UMK kita mendapati dua juta rupiah," jelasnya.
Figo mengungkapkan, berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat, salah satunya kata Figo adalah dengan menerbitkan UU ASN No 5 tahun 2014, dengan turunannya PP No 49 Tahun 2018.
"Selain itu juga membuka formasi dengan CPNS dan P3K. Saya kira belum bisa memberikan solusi dari permasalahan honorer di daerah," katanya.
Hal itu kata Figo, di tenggarai karena sistem keterbukaan dan kompetensi yang memberatkan para guru honorer.
"Karena sistem keterbukaan dan kompetensinya yang di pakai itu menyulitkan mereka untuk bersaing dengan guru-guru lain yang mungkin secara akademik lebih baik," tuturnya.
Untuk itu, peluang P3K bisa digunakan dan telah memberi ruang untuk bisa mengakomodir Honorer di Sambas. Namun juga ada pertimbangannya yang harus di ambil pemerintah daerah.
"Formasi P3K lebih memberi ruang, tapi juga sangat dibatasi karena kemampuaan keuangan daerah kita. Untuk tahun ini saja kosong, dan kemarin cuma 42 yang diterima itupun separuhnya dari guru kategori K2 dan sisinya penyuluh pertanian," kata Figo.
Figo menuturkan, beban keuangan daerah juga yang menjadi alasan mengapa P3K belum bisa banyak di akomodir.
"Gaji tenaga P3K-kan dananya dari APBD, dan itu juga yang memang menjadi alasan utama adalah kemampuan keuangan daerah jadi sangat kita batasi. Dan kalau tidak salah ditahun depan ada sekitar 200 formasi P3K akan dibuka, sekarang tinggal menunggu juklak dan juknis dari Kemenpan," tuturnya.
"Untuk P3K daerah harus mempunyai kebijakan tersendiri. Harus lebih mengedepankan formasi khusus yang benar-benar memprioritaskan tenaga honorer dengan mempertimbang masa kerja yang bersangkutan," jelasnya.
Legislator asal Kecamatan Teluk Keramat itu menambahkan, Pemda harus ada cara yang jitu untuk menyelesaikan masalah guru honorer di Sambas yang mencapai kurang lebih 2 ribu orang itu.
"Jadi gimana sikap pemda untuk menyikapi masalah guru honorer yang sebanyak 2.000 ribu lebih tersebut. Dan menurut saya, jika ada Insentif daerah bagi mereka, maka harus mempertimbangkan masa kerja guru honorer tanpa melihat status pendidikannya," paparnya.
"Itu solusinya, kita dewan siap mendukung. Tapi menyatukan persepsi untuk itu bukanlah sesuatu yang mudah," tambahnya.
Sementara itu, terkait wacana Bupati Atbah yang ingin merumuskan menajemen pendidikan berbasis digital. Figo menanggapi santai, kata dia, lebih baik Pemda fokus untuk bagaimana mensejahterakan guru honorer.
"Jangan bicara digital lah itu untuk evalusi ASN. Harusnya Pemda Fokus saja dulu bagaimana mensejahterakan guru honorer. Khususnya bagi mereka yang sudah mengabdi 5 tahun ke atas," tutupnya. (One)