Tingkatkan Kesejahteraan Guru, Atbah Ingin Menajemen Pendidikan di Sambas Berbasis Digital

Hanya saja kata Atbah, untuk Kesejahteraan guru-guru, khususnya honorer di Kabupaten Sambas memang masih perlu diperhatikan.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/M WAWAN GUNAWAN
Bupati Sambas Atbah Romin Suhaili 

SAMBAS - Bupati Sambas Atbah Romin Suhaili mengatakan, saat ini pendidikan di daerah perbatasan, khususnya Kabupaten Sambas saat ini sudah jauh lebih baik.

Tidak hanya baik kata Atbah, tapi juga sudah lebih kondusif.

"Pendidikan kita diperbatasan saat ini sangat sudah baik dan kondusif," ujarnya, Selasa (3/12/2019).

Hanya saja kata Atbah, untuk Kesejahteraan guru-guru, khususnya honorer di Kabupaten Sambas memang masih perlu diperhatikan.

Nasib Guru Honorer di Perbatasan, Bertahan dengan Gaji Rp 160 Ribu Per Bulan

"Iya, perlu diperhatikan agar lebih layak," ungkapnya.

Untuk itu, kedepan Atbah menginginkan menajemen pendidikan di Kabupaten Sambas berbasis digital.

Hal ini kata Atbah, akan mempermudah pemerintah, atau dinas terkait untuk memberikan reward kepada guru yang memiliki dedikasi tinggi.

Dan teguran kepada guru-guru yang bermalas-malasan dalam bekerja, sebagai seorang pendidik.

"Management guru basic digital adalah sebuah keniscayaan, dengan demikian akan mudah untuk reward and punishment," tutupnya.

Guru Honor Non Kategori Minta Diperhatikan

Perwakilan Guru Honor Non Kategori Kabupaten Sambas, Dewi Murni, S. Pd mengaku sudah 12 tahun menjadi guru Honorer.

Dewi yang saat ini menjadi Guru Honor di SDN 14 Karti itu mengaku gaji yang mereka terima jika di bandingkan masih jauh dari kata sejahtera.

"Kesejahteraan guru honorer masih sama seperti yang dulu belunm ada perubahan berarti. Karena tidak ada kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang bisa mengangkat kesejahteraan guru honorer jadi lebih baik," ujarnya, Minggu (1/12/2019).

Ia mengungkapkan, jika gajih yang diterima oleh guru-guru honorer tdiak menentu setia bulannya.

"Gaji yang di dapat guru honorer setiap bulan bervariasi tergantung dari besaran dana BOS yang di terima setiap sekolah."

"Dengan mengacu dan memperhatikan aturan dari pusat yaitu 15 persen dari total penerimaan BOS setiap tahunnya, lalu di bagi jumlah honorer di sekolah tersebut," tuturnya.

Dewi menjelaskan, mirisnya saat ini ada sekolah yang hanya satu orang guru yang berstatuskan PNS. Dan sisanya adalah guru Honorer, yabg mengajar di sekolah tersebut.

"Karena ada beberapa sekolah yang mayoritas gurunya adalah honorer bahkan ada sekolah yang hanya kepala sekolahnya yang berstatus PNS," tuturnya.

Bahkan kata Dewi, honorarium yang diterima oleh guru-guru honorer dibawah Upah Minimum Kabupaten (UMK).

"Kalau honorarium yang di dapat guru honorer jauh sekali di bawah UMK, juga upah buruh kasar dan karyawan swasta," katanya.

Saat dikonfirmasi, terkait apakah gajih yang diterima cukup untuk kebutuhan sehari-hari mereka.

Ia katakan kembali ke masing-masing orangnya.

Hanya saja ia katakan, uang yang ada di cukup-cukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Terkait cukup atau tidaknya honorarium yang di terima itu relatif tergantung pribadi honorer masing-masing, hanya saja apabila mengajar di lebih sekolah double/triple sekolah maka gaji yang di terima di cukup-cukup kan," ungkapnya

"Tapi jika hanya mengajar di satu sekolah ya di cukupkan dengan rasa syukur serta sabar dan ikhlas. Dan untuk mencukupkannya banyak dari kami yg menjadi staff TU, operator dapodik, dan membantu guru senior yang gaptek untuk menyelesaikan tugas administrasi sekolah," tuturnya.

Sementara itu, untuk kondisi terkininya dilokasi tempat ia mengajar. Dewi menuturkan, Masyarakatnya sangat peduli akan pendidikan.

"Kondisi masyarakat di lokasi saya mengajar memang masih terbilang pedesaan namun masyarakat di sini sangat mengutamakan pendidikan anak-anak mereka, hal ini terbukti dengan banyaknya yang sudah berhasil menyandang S1, S2 juga banyak yang sudah menjadi ASN, Polisi, TNI bahkan ada beberapa orang jadi dokter," tutupnya.

Untuk itu, ia berharap agar ada solusi konkrit dari pemerintah untuk mengatasi masalah honorer di Sambas.

"Saya, kami dan kita semua berharap dan terus meminta kepada pemerintah agar lebih memperhatikan keturunan dari masa ke masa terkait nasib guru honorer yang tidak pernah ada kejelasan ini."

"Terlebih pada kami yang telah berusia 35 tahun dan telah mengabdi belasan tahun," ungkapnya.

"Kalaupun tidak bisa serta merta mengangkat kami jadi ASN setidaknya berilah kami upah yang layak dan relevan sebagai komitmen pemerintah dalam menghargai dunia pendidikan sesuai slogan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," kata dia.

Tidak hanya itu, jika dimungkinkan ada penerimaan PPK. Ia berharap agar honorer diatas 35 tahun yang diprioritaskan.

"Dan semoga jika ada pembukaan PPK nanti bisa diprioritaskan untuk kami yang berusia 35 tahun ke atas tanpa harus bersaing dengan sarjana-sarjana muda," tutupnya. (*)

Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved