Kisah Ibu Hamil di Sintang Naik Perahu Lima Jam Lewati Sungai Demi Melahirkan di Puskesmas

Di sana (desa tempat tinggal Semit) blom ada petugas kesehatan, jadi mereka harus ke Puskemas Kemangai. Ibu hamil takut

Penulis: Agus Pujianto | Editor: Nasaruddin
ISTIMEWA
Veronika Tuti memeriksa kandungan Semit. Ibu hamil itu tidak sengaja ditemukan Tuti saat istirahat di tepian Sungai Gilang di atas perahu. 

Adrianus sudah lama mengabdikan diri di Kecamatan Ambalau bersama Veronika Ulon, istrinya sejak tahun 1996 silam.

Saat ini, Adrianus menjabat sebagai kepala UPTD Puskemas Nanga Kemagai.

Tidak ada fasilitas mewah. Keduanya tinggal di lanting bibir sungai Ambalau.

Diamanahi sebagai Kepala Puskemas Kemangai, Adrianus punya beban dan tanggungjawab moral kepada masyarakat yang tinggal di 33 desa yang ada di Kecamatan Ambalau.

Apalagi, setiap desa belum ada fasilitas.

Jangankan Faskes, tenaga kesehatan saja belum sepenunya merata.

Pelayanan kesehatan di pedalaman, tidak bisa disamakan dengan di kota.

Mekanisme juga tidak bisa menempatkan satu tenaga kesehatan yang harus tetap berada di Puskemas menunggu pasien datang.

Puskemas Keliling (Pusling) yang diterapkan untuk mendekatkan pelayanan kesehatan ke masyarakat.

Warga yang tinggal jauh dari jangkauan Puskemas tak perlu lagi mencari petugas kesehatan kecuali mendesak, tapi sebaliknya tenaga kesehatan yang akan mendatangi mereka.

Pusling dilaksanakan tiap bulan ke tempat yang tidak ada petugasnya.

Monitoring dan evaluasi tiap tiga bulan sekali.

Jadwal Pusling disesuaikan dengan kalender musim berladang.

“Kalau tidak disesuaikan, nanti yang berobat sedikit. Masyarakat pada tinggal di ladang,” kata Adrianus.

Untuk menjangkau dari desa satu ke desa lain di Kecamatan Ambalau, sungai menjadi transportasi utama—ditambah jalan kaki.

Karena, belum ada jalan pengubung yang bisa dilalui.

Sehingga, kendaraan bermotor sangat sulit dijumpai. Meski ada, itu bisa dihitung jari.

Kecuali di kota kecamatan Ambalau.

Bagi tenaga kesehatan yang bertugas di daerah ini, mereka juga harus piawai mengendalikan Longboat untuk bisa mengunjungi pasien yang memerlukan bantuan medis.

Ada banyak riam yang harus ditaklukkan.

Akan tetapi, jika air sungai surut, tenaga medis lebih memilih cari aman, misalnya, dengan membawa seorang motoris handal yang hafal medan.

Kehadiran tenaga kesehatan sangat dibutuhkan oleh masyarakat di pedalaman Kecamatan Ambalau.

Selama ini, masyarakat yang ingin berobat harus mengeluarkan biaya juga tenaga.

“Warga biasa jalan kaki  4 jam malam-malam ambil obat. Dari dusun Posuk ke Menantak,” kata Veronika Tuti, Bidan yang bertugas di UPTD Puskesmai Kemangai, Kecamatan Ambalau.

Sebelum bertugas di Puskemas, Tuti pernah mencicipi “kesengsaraan” bertugas di Desa Menantak selama dua tahun.

Di hulu desa ini, ada satu desa terakhir, namanya Desa Deme.

 Tribun Pontianak pada awal Maret 2019 lalu berkesempatan berkunjung ke desa tersebut.

Perjalanan ditempuh selama tiga hari dari Sintang.

Bisa dibilang, setiap bulan Tuti rutin berkunjung ke beberapa desa yang masuk dalam binaan tenaga kesehatan yang dipusatkan di Desa Menantak.

Stok obat-obatan juga dipusatkan di Menantak.

Ketiadaan jaringan telekomunikasi juga menyulitkan komunikasi antara tenaga kesehatan dan masyarakat.

Setiap ada layanan Posyandu, warga dan Tuti harus membuat janji terlebih dahulu  untuk dijemput.

Kalau warga butuh obat, biasa berkirim surat.

“Posyandu setiap bulan. Mereka yang jemput petugas. Asal kita menepati kesepakatan tanggalnya,” kata Tuti.

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved