Sejarah Kota Pontianak - Dari Pohon Punti, Khun Tien hingga Mitos Mistis Masa Lalu 'Kuntilanak'
Nama Pontianak bermula dari kisah Syarif Abdurrahman yang sering diganggu oleh hantu berwujud kuntilanak saat menyusuri Sungai Kapuas.
Penulis: Rizky Zulham | Editor: Rizky Zulham
Di wilayah Banjarmasin, ia menikah dengan adik sultan Banjar Sunan Nata Alam dan dilantik sebagai Pangeran.
Ia berhasil dalam perniagaan dan mengumpulkan cukup modal untuk mempersenjatai kapal pencalang dan perahu lancangnya, kemudian ia mulai melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Dengan bantuan Sultan Pasir, Syarif Abdurrahman kemudian berhasil membajak kapal Belanda di dekat Bangka, juga kapal Inggris dan Perancis di Pelabuhan Pasir.
Abdurrahman menjadi seorang kaya dan kemudian mencoba mendirikan pemukiman di sebuah pulau di Sungai Kapuas.
Ia menemukan percabangan Sungai Landak dan kemudian mengembangkan daerah itu menjadi pusat perdagangan yang makmur. Wilayah inilah yang kini bernama Pontianak.
Asal Usul Kota Pontianak
Pontianak dikenal sebagai kota khatulistiwa yang dilalui garis lintang nol derajat bumi.
Berada di posisi langka, maka dibangunlah sebuah monumen atau tugu khatulistiwa di Siantan.
Selain itu, ibukota Provinsi Kalimantan Barat ini juga menyimpan legenda yang unik untuk disimak.
Tak banyak orang yang tahu mengenai asal-usul kota yang ternyata berawal dari sebuah mitos mistis masa lalu.
Melalui beberapa sumber, nama Pontianak bermula dari kisah Syarif Abdurrahman yang sering diganggu oleh hantu berwujud kuntilanak saat menyusuri Sungai Kapuas.
Pada awalnya tempat ini bernama Khun Tien yang banyak dihuni oleh para etnis Tionghoa di sepanjang pesisir sungai Kapuas.
Ketika mencapai daerah pertemuan Sungai Kapuas Besar dan Sungai Landak, Syarif Abdurrahman merasa terganggu dengan ulah kuntilanak.
Ia kemudian melepaskan tembakan meriam untuk mengusir hantu yang digambarkan berwujud sesosok perempuan berbaju putih dan berambut panjang ini.
Lalu pada tahun 1192, Syarif Abdurrahman dinobatkan sebagai Sultan Pontianak Pertama.