Ribuan Ikan Mati Mendadak di Sungai Kapuas, Petani Temukan Hal Tak Biasa Pada Insang Ikan
Inilah kondisi alam Sungai Kapuas sewaktu-waktu berubah. Jadi ini adalah pengaruh alam dan biasanya terjadi pada musim kemarau
"Mati total dengan jumlah 1,2 ton itukan masih bibit ini tidak bisa diselamatkan. Ini bibit yang baru ditaburkan sekitar satu bulan dan tidak bisa dikonsumsi," ucap Bintoro.
Selanjutnya tahap kedua ikan yang mati ukuran empat ons, namun masih bisa diselamatkan dengan menjual harga murah.
"Jumlahnya mencapai dua ton lebih dengan harga Rp 16-18 ribu perkilo dijual para petani keramba," jelas Bintoro.
Sedangkan ukuran diatas enam ons sudah kebal dan dapat diselamatkan. Harga jualnya juga masih stabil dengan harga diatas Rp25 ribu perkilo.
"Total semua dari jumlah yang mati, mencapai 5 ton dari tiga kecamatan. Sedangkaan yang tidak dijual sama sekali berjulah 1,2 ton karena masih kecil," ungkapnya.
Banyaknya ikan dikeramba petani mati, menurut Bintoro lantaran adanya perubahan air akibat asimilasi air laut dengan air Sungai Kapuas dan Landak.
Hal itu terjadinya setelah kemarau sekitar 1,5 bulan dimana tidak ada hujan bahkan terjadi interupsi air laut.
"Ini yang menjadikan asimilasi air Kapuas maupun Landak sehingga setelah musim hujan datang sungai itu terjadi kejernihan yang luar biasa. Dengan kejadian itu, membuat kehidupan di sungai yang ada mengalami perubahan drastis. Kemudian PH air hanya 4,6-5,2. Sehingga tidak layak untuk kehidipan ikan air tawar," tambah Bintoro.
Adanya penurunan PH dan terjadinya perubahan air ini banyak ikan dikeramba petani mati.
Langkah kedepannya, Bintoro akan menyampaikan laporan pada Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono untuk memberikan bantuan pada petani.
Pemerintah Kota Pontianak sendiri mengadakan pemijahan ikan nila dan pihaknya akan berikan subsidi harga bibit.
Subsidi tersebut bisa Rp100-150 rupiah perekor ikan dengan ukuran 4-6 cm. Sehingga petani hanya membayar Rp150 atau Rp200 rupiah perekor.
"Ini solusi yang diberikan oleh Pemkot Pontianak untuk membantu para petani keramba. Jumlah petani di Pontianak Utara 12, Barat ada enam dan Pontianak Timur ada 15 petani," ucap Bintoro.
Setelah dilakukan pendataan, memang tidak semua ikan diremba petani yang mati. Ia bersyukur karena tidak menimbulkan banyak kerugian bagi semua petani keramba.
"Memang tidak semua terkena dampak dan mati dan hari ini kondisi air Kapuas dan Landak sudah normal," pungkasnya.
Gas Amoniak
Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono menegaskan memang dengan adanya perubahan kondisi air Kapuas dan Landak sepekan lalu membuat ikan para petani keramba mati.