Citizen Reporter

KSEI IAIN Pontianak Gelar Kajian, Bahas Komponen Ekonomi Syariah

Dulu orang hanya mengenal label halal pada makanan saja, tetapi sekarang menyebar ke semua bidang.

Penulis: Syahroni | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA
Suasana Foto bersama 

Citizen Reporter
Kepala Departemen Kominfo KSEI FEBI, Juharis

PONTIANAK - Kelompok Studi Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis (KSEI FEBI) IAIN Pontianak kembali selenggarakan kajian keilmuan Ekonomi Islam.

Salah satu program departemen keilmuan di bawah pimpinan, Muhammad Fauzi ini dilaksanakan  di Gedung MNC Securitas FEBI, Senin, (07/10).

Pemateri dalam dakwah ini adalah kepala dan sekretaris prodi Ekonomi Syariah yaitu Anggatia Ariza dan Rahmah Yulisa Kalbarini.

Dihadiri oleh puluhan kader KSEI dan calon anggota baru klub kampus ini. Mereka antusias mengikuti jalannya diskusi dua arah ini.

Baca: VIDEO: Sukirmanto Bongkar Sendiri Bangunan Terdampak Jalan Penghubung Jembatan Landak

Baca: BNI Minta Pemkab Kubu Raya Sediakan Jaringan Internet

Dalam kesempatannya kedua pemateri menyampaikan materi sederhana layaknya diskusi santai. Ini dimaksudkan agar berjalan baik dan tidak membosankan.

Kajian ke sekian kalinya ini mengusung tema "Halalin Aku Dulu (Ekonominya) Baru Halalin Si Dia" membahas komponen utama kegiatan ekonomi yakni produksi, distribusi, dan konsumsi berdasarkan sudut pandang Islam.

Kasus produksi dan konsumsi yang terjadi sekarang ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Bagaimana tidak, ada beberapa produksi yang memang sesuai tuntunan Rasulullah dan tidak sedikit pula keluar dari ajaran sang pembawa cahaya umat. Baik itu produksi makanan, fashion, atau jenis kegiatan ekonomi yang sifatnya memonopoli.

Sekretaris Prodi, Rahma  menjelaskan perkara makanan yang tersebar di kawasan sekitar. Ia mengungkapkan bahwa makanan seperti ayam yang dibuat di restoran-restoran atau mall hendaknya diperhatikan betul.

Meski pada dasarnya ayam adalah halal, tetapi apabila dalam proses produksi dicampur adukan dengan bahan haram, kondisinya akan berubah menjadi haram pula.

Terlepas dari makanan, fashion yang kini banyak disoroti oleh kawula muda pun wajib diperhatikan kehalalannya. Utamanya pada kosmetik kaum hawa.

Beberapa kosmetik berdasarkan keputusan MUI dinyatakan tidak layak karena mengandung unsur haram.

Dalam perkara konsumsi, masa kini kesadaran masyarakat akan produk-produk halal semakin tinggi. 

Dulu orang hanya mengenal label halal pada makanan saja, tetapi sekarang menyebar ke semua bidang.

Ini suatu yang baik, konsumen lebih berhati-hati memilah barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya.

Praktik memenuhi kebutuhan, menurut ajaran Islam tidak boleh berlebihan. Sesuatu yang berlebihan dapat menyebabkan ketidakbaikan bagi pribadi sendiri dan orang lain.

Sementata itu, ada pula ketimpangan yang terjadi pada pelaksanaan distribusi. Saat diskusi, beberapa mahasiswa menilai ada ketidakadilan pada praktik distribusi. Khususnya perbedaan harga jual.

Baca: Bagi Hasil Ekspor Bauksit Kalbar Turun, Sutarmidji Meradang dan Surati Kementerian ESDM

Dalam distribusi perbedaan harga antara yang satu dengan lainnya merupakan kelaziman. Selama tidak menzalimi satu pihak yang lain. Perbedaan ini bisa dilatarbelakangi oleh jarak, waktu, dan sebab-sebab semisal.

Ekonomi Syariah mengenal konsep keadilan, nah pada ranah ini adil tidaklah bernilai sama. Ada pula indikator lain yang dikatakan adil walau volumenya berbeda. Selama masih memegang teguh prinsip berekonomi syariah.

Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved