GMNI Komisariat FISIP Gelar Diskusi Bertajuk Gerakan 1 Oktober 1965
Dalam diskusi ini diikuti belasan kader GMNI Komisariat Fisip, dengan menghadirkan, Jimmi Abraham dan Tustias sebagai pematik diskusi.
Penulis: Anggita Putri | Editor: Maudy Asri Gita Utami
Citizen Reporter
GMNI Komisariat FISIP
Ardianus Ardi
GMNI Komisariat FISIP Gelar Diskusi Bertajuk Gerakan 1 Oktober 1965
PONTIANAK- Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat Fisip menggelar diskusi “Bertajuk Gerakan 1 Otktober 1965” di Warung V Reformasi Pontianak, Jumat (04/06/2019).
Dalam diskusi ini diikuti belasan kader GMNI Komisariat Fisip, dengan menghadirkan, Jimmi Abraham dan Tustias sebagai pematik diskusi.
Kegiatan diskusi berlangsung sejak pukul 19.30 sampai dengan 23.00 WIB.
Banyak sekali dinamika yang terjadi dalam proses diskusi ini setiap kader saling lempar pertanyaan dan tanggapan dalam memaknai gerakan 1 oktober.
Baca: HMI Komisariat Syariah Cabang Pontianak Gelar Diskusi Rutin, Ini Bahasannya
Baca: Cacat Administratif, Konfercab Luar Biasa GMNI Pontianak Dinilai Sarat Kepentingan
Nia, peserta diskusi mengatakan berbicara Gerakan 1 Oktober, berarti berbicara Gerakan 30 September juga yang diketahui bersama Gerakan 30 September ini merupakan sejarah kelam bagi bangsa Indonesia yang mana seperti telah diketahui sendiri bahwasanya ribuan orang dibunuh dengan tidak berperikemanusiaan termasuk para jendral.
Masih banyak teka-teki yang harus dipecahkan untuk mendapatkan dalang dari gerakan ini.
"Namun percuma saja untuk dibahas kembali mengingat PKI sudah sangat dilarang dan saksi hidup atas peristiwa tersebut pun mungkin tidak ada lagi," ujar Nia.
Ia mengatakan cukuplah sejarah ini menjadi sejarah kelam bagi bangsa Indonesia.
"Cukuplah kita tau dan menyadari bahwa kejadian seperti ini pernah ada di Indonesia dan jangan sampai terulang kembali ," ujarnya.
Selanjutnya, ia berharap diskusi ini bisa menambah wawasan, meningkatkan daya kritis para kader, menjadi ajang pelatihan untuk mengembangkan diri dalam kemampuan berbicara serta menjadi tempat menjalin silaturhami antar sesama warga negara Indonesia yang berbeda-beda namun tetap satu jua.
Diwaktu yang sama, Tia Wulandari peserta diskusi juga mengatakan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai hari Kesaktian Pancasila bahwa dasarnya memperkokoh peran Pancasila sebagai dasar dan pedoman bangsa Indonesia.
Sebagai dasar pancasila memiliki peran strategis sebagai pondasi dasar sebuah negara.
Pancasila memiliki makna sebagai pedoman bangsa untuk mengatur penyelenggaraan ketatanegaraan yang meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Oleh karena itu menurutnya peringkatan hari Kesaktian Pancasila bisa dijadikan kebangkitan kita semua untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme yang cenderung mulai luntur.
"Nilai-nilai itulah yang kemudian kita maknai sebagai semangat untuk membangun kembali jati diri bangsa. Bangsa ini bisa berdiri tegak, hanya jika mau kembali menghidupkan dan sekaligus mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila," ujarnya.
Tia mengatakan Pancasila adalah dasar negara dan menjadi sumber hukum yang mengatur masyarakat Indonesia, termasuk kehidupan berpolitik, partai politik sebagai salah satu infrastuktur politik dan segala sesuatu yang hadir dan lahir di negara ini, harus mestinya tunduk pada Pancasila.
Lanjutnya ia berharap dengan berbagai macam persoalan yang menimpa Indonesia Pancasila masih berdiri kokoh tegak.
"Sebagai negara Republik Indonesia, Pancasila memiliki peran penting dalam perjalan bangsa ini dengan kelima sila yang berkesinambungan dan menghimpun seluruh lapisan kelompok masyarakat tentunya kelima sila ini menjadi dasar dan pedoman dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara,” ujarnya.
Sementara itu, Bidang Pengamalan Ideologi Pancasila, Tustias Mengungkapkan Pancasila adalah Ideologi yang sangat kuat bahkan sampai hari ini masih eksis berdiri dengan kokoh.
Hal itu jelas merupakan suatu wadah yang dapat menghimpun semua kepentingan bangsa yang memiliki kultur berbeda-beda.
"Hanya saja Pancasila telah mampu dan terbukti tidak bisa tergantikan karena itu memang murni jiwa bangsa yang sudah lama terpendam oleh imprealisme, kolonialisme dan murni digali oleh anak bangsa tanpa ada intervensi dari pihak luar”. Ujar Tustias.
Tustias menuturkan, kendati begitu Kesaktian Pancasila dan Peristiwa kelam Gerakan 30 September tentu tidak dapat dipisah tapi kita semua dapat merubah cara pandang.
Berhentilah berdebat masalah tersebut, namun mari bersama-sama gaungkan bahwa pancasila itu benar-benar sakti dan kuat sehingga tidak bisa di robohkan sekuat angin puting beling sekalipun. (*)
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak