HATTRICK OTT KPK, dari Sumsel, Jakarta lalu Kalbar, Kasus Komitmen Fee hingga Distribusi Gula
HATTRICK OTT KPK, dari Sumsel, Jakarta lalu Kalbar, Kasus Komitmen Fee hingga Distribusi Gula
HATTRICK OTT KPK, dari Sumsel, Jakarta lalu Kalbar, Kasus Komitmen Fee hingga Distribusi Gula
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi menggelar operasi tangkap tangan ( OTT) maraton sejak Senin (2/9/2019) lalu hingga Selasa (3/9/2019) kemarin.
Operasi tersebut digelar di tiga lokasi berbeda yakni Sumatera Selatan, DKI Jakarta, dan Kalimantan Barat untuk tiga kasus yang berbeda pula.
Baca: Dukung KPK RI Berantas Korupsi, Ini Yang Dilakukan Wali Kota Singkawang
OTT Bupati Muara Enim
OTT pertama berlangsung di Palembang dan Muara Enim, Sumatera Selatan pada Senin.
Dalam OTT ini, KPK menangkap Bupati Muara Enim Ahmad Yani yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Mulanya, pada Senin sore pukul 15.30 tim KPK mendapati pemilik PT Enra Sari Robi Okta Fahlefi bersama stafnya, Edy Rahmadi menemui Kepala Bidang Pembangunan Jalan Dinas PUPR Muara Enim Elfin Muhtar di sebuah restoran mi ayam di Palembang.
Pada pukul 15.40 WIB, tim KPK melihat adanya penyerahan uang dari Robi ke Elfin. Setelah melihat penyerahan uang, tim KPK pun segera melakukan penangkapan.
"Setelah penyerahan uang terlaksana, sekitar pukul 17.00 WIB, tim mengamankan EM dan ROF beserta staf dan mengamankan uang sejumlah 35.000 dollar AS," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Selasa malam.
Baca: KPK Segel Ruang Bupati Bengkayang, Kadis PUPR dan Kadis Pendidikan Pasca OTT Suryadman Gidot
Secara paralel pada pukul 17.31 WIB, tim KPK mengamankan Bupati Ahmad Yani di kantornya di Muara Enim.
Tim juga mengamankan sejumlah dokumen. Namun, KPK tidak menjelaskan detail dokumen apa saja yang diamankan.
Dalam kasus ini, Ahmad Yani diduga menerima fee atau upah Rp 13,4 miliar dari Robi.
Uang tersebut merupakan bagian dari commitment fee 10 persen untuk 16 paket pekerjaan jalan tahun anggaran 2019 dengan nilai proyek sekitar Rp 130 miliar.
"Tim KPK mengidentifikasi, dugaan penerimaan sudah terjadi sebelumnya dengan total Rp 13,4 miliar sebagai fee yang diterima bupati dari berbagai paket pekerjaan di lingkungan pemerintah Kabupaten Muara Enim," kata Basaria.
Baca: REKAM JEJAK Bupati Gidot | Meniti Karier dari Nol, Tenaga Sukarela di Puncak Keriernya Ditangkap KPK
Menurut Basaria, pada awal tahun 2019, Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim melaksanakan pengadaan pekerjaan fisik pembangunan jalan tahun anggaran 2019.
"Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga terdapat syarat pemberian commitment fee sebesar 10 persen sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan," kata Basaria.
Dalam kasus ini, Ahmad Yani dan Elfin ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, sedangkan Robi ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
OTT di Jakarta terkait distribusi gula
Pada hari yang sama, KPK juga menggelar operasi tangkap tangan di Jakarta yang menjaring lima orang yakni Direktur Pemasaran PT Perkebunan Nusantara III I Kadek Kertha Laksana; pengelola money changer bernama Freddy Tandou, orang kepercayaan pemilik PT Fajar Mulia Transindo Pieko Njoto Setiadi bernama Ramlin.

Kemudian, Direktur Utama PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara Edward S Ginting dan pegawainya bernama Corry Luca.
"KPK mendapat informasi adanya dugaan permintaan uang dari DPU (Dolly Pulungan, Direktur Utama PT PN III) kepada PNO (Pieko) yang bergerak di bidang distribusi gula," kata Wakil Ketua KPK Laode Syarif.
Pada Senin lalu, Pieko diduga meminta Freddy mencairkan sejumlah uang yang rencananya diberikan kepada Dolly.
"PNO kemudian memerintahkan RM (Ramlin) untuk mengambil uang dari kantor money changer FT (Freddy) dan menyerahkan kepada CLU (Corry) pukul 17.00 WIB di Kantor PT PN di Kuningan, Jakarta. CLU mengantarkan uang sejumlah 345.000 dollar Singapura ke IKL (Kadek)," kata Laode.
Baca: BREAKING NEWS - Bupati Bengkayang Suryadman Gidot Kena OTT KPK! Gidot Tak Sendirian
Pada pukul 20.00 WIB, tim KPK mengamankan Corry di rumahnya. Lalu, pukul 20.30 WIB, tim KPK mengamankan Ramlin di kantornya.
"Tim kemudian bergerak ke kantor IKL dan mengamankan IKL dan EG (Edward) di Jakarta pukul 21.00 WIB. FT kemudian diamankan di kantornya pukul 09.00 pagi ini, Selasa 3 September 2019," ujar Laode.
Sementara itu, kata Laode, tim KPK belum menemukan Dolly dan Pieko saat OTT berlangsung. Dalam kasus ini, Dolly diduga menerima fee 345.000 dollar Singapura dari pemilik Pieko.
"Uang 345.000 dollar Singapura diduga merupakan fee terkait dengan distribusi gula yang termasuk ruang lingkup pekerjaan PT PN III di mana DPU (Dolly) merupakan Direktur Utama di BUMN tersebut," kata Laode.
Pada 31 Agustus 2019, Pieko, Dolly dan seseorang berinisial ASB bertemu di Hotel Shangrila.
Dalam pertemuan itu, diduga Dolly meminta uang ke Pieko untuk menyelesaikan urusan pribadinya.
"Terdapat permintaan DPU ke PNO karena DPU membutuhkan uang terkait persoalan pribadinya untuk menyelesaikannya melalui ASB," kata Laode.
Baca: Profil Bupati Bengkayang Suryadman Gidot: Terjaring OTT KPK di Pontianak, Awali Karir Sebagai Guru
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Dolly meminta Direktur Pemasaran PT PN III I Kadek Kertha Laksana menemui Pieko guna mengurus permintaan uang itu.
Uang 345.000 dollar Singapura itu diantar ke kantor PT PN III dan diserahkan ke Kadek.
Atas perbuatannya, Dolly dan I Kadek ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sementara itu, Pieko menjadi tersangka pemberi suap.
OTT di Kalimantan Barat
Baru saja KPK selesai menggelar konferensi pers yang menjelaskan duduk perkara OTT di Sumatera Selatan dan Jakarta, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut ada OTT lainnya yang berlangsung di Kalimantan Barat pada Selasa kemarin.
Ada kegiatan anak-anak (tim KPK) di Kalimantan Barat tetapi detailnya belum kami bisa sebutkan sekarang," kata Laode.
Ia enggan menjelaskan rinci terkait siapa saja pihak yang diamankan dan pokok perkara dalam OTT ini.
"Jumlah orangnya kami belum tahu persis tapi bahwa ada kegiatan di Kalimantan Barat ada. Tunggu besok, kita belum bisa sampaikan. Besok itu," kata dia.
KPK biasanya akan menentukan status hukum dari orang-orang yang diamankan dalam waktu 1x24 jam.
Lebih lanjut, dalam OTT di Kalbar ini, KPK menangkap lima orang dalam operasi tangkap tangan yang berlangsung di Kalimantan Barat, Selasa (3/9/2019) kemarin.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, salah satu orang yang ditangkap yakni Bupati Bengkayang Suryadman Gidot.
"Lima orang (ditangkap) termasuk bupati," kata Febri kepada wartawan, Rabu (4/9/2019).
Febri mengatakan, KPK juga menangkap sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten Bengkayang. Namun, Febri tidak menyebut nama-nama mereka.
Menurut Febri, dua orang pejabat Pemkab Bengkayang yang ditangkap dibawa dari Pontianak ke Jakarta pagi tadi.
Baca: Suryadman Gidot Temui OSO, Bengkayang Siap Untuk Jadi Kawasan Industri dan Pembangunan PLTN
Baca: PROFIL 10 Calon Pimpinan KPK yang Diserahkan ke Presiden Jokowi! Lili Satu-satunya Perempuan
Sementara itu, pejabat Pemkab Bengkayang lainnya sudah berada di Gedung KPK dan tengah menjalani pemeriksaan intensif.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut ada OTT lainnya yang berlangsung di Kalimantan Barat pada Selasa kemarin.
"Ada kegiatan anak-anak (tim KPK) di Kalimantan Barat tetapi detailnya belum kami bisa sebutkan sekarang," kata Laode, Selasa (3/9/2019) malam.
Laode enggan menjelaskan secara rinci terkait siapa saja pihak yang diamankan dan pokok perkara dalam OTT ini.
Adapun hasil OTT akan disampaikan secara rinci dalam konferensi pers, Rabu ini.
Jalani Pemeriksaan
Bupati Bengkayang Suryadman Gidot masih menjalani pemeriksaan intensif di gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, setelah diamankan oleh petugas KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Selasa (3/9/2019).
"Lima orang termasuk Bupati Bengkayang, pejabat pemerintah kabupaten lain sudah di KPK. Mereka sedang proses pemeriksaan secara intensif," kata Febri Diansyah.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, selain Bupati Bengkayang, Kalimantan Barat, KPK turut menangkap lima orang lain.
Mereka adalah Sekda Kabupaten Bengkayang, Kadis Pekerjaan Umum Kabupaten Bengkayang, pengawal Bupati, staf honorer PU dan seorang rekanan dari pihak pemberi.
"Dua lainnya dibawa pagi ini ke KPK dari Pontianak," tambah Febri.
Petugas KPK juga mengamankan uang ratusan juta dari OTT tersebut.
"Ada uang ratusan juta juga yang kami amankan sebagai barang bukti. Diduga ada transaksi terkait proyek di Pemkab Bengkayang," tambah Febri.
Namun Febri tidak merinci berapa nominal uang tersebut dan dari mana uang itu diperoleh.
KPK punya waktu 1x24 jam untuk menentukan status Bupati Bengkayang dan enam orang lain yang diamankan dalam OTT tersebut.
(*)