Teknologi Sederhana Buatan Mahasiswa UGM untuk Pemurnian Air

Air sungai di belakang puskesmas ini tercampur dengan air gambut dan air sungai kapuas dan akhirnya warnanya merah kecoklatan.

Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ RIZKI FADRIANI
Mahasiswa UGM memperlihatkan air yang dimurnikan 

Teknologi Sederhana Buatan Mahasiswa UGM untuk Pemurnian Air

KUBU RAYA - Wakil Rektor Universitas Gajah Mada (UGM) mengunjungi mahasiswanya yang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN)-Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) di Desa Rasau Jaya 1 pada, Sabtu (27/07/2019). Mahasiswa KKN-PPM UGM menghasilkan pemurnian air untuk digunakan warga.

KKM-PPM mahasiswa UGM di Desa Rasau Jaya 1 ini dibagi menjadi empat kelompok, yakni kelompok medika, sosial humaniora, agro, dan saintek.

Di antara kelompok tersebut, yang menjadi fokus pada KKN kali ini adalah pemurnian air di puskesmas Rasau Jaya 1.

Menurut penanggung jawab kelompok saintek pemurnian air, yakni Fuad air sungai yang berada di belakang Puskesmas Rasau Jaya 1 memiliki pH yang tidak sesuai sehingga dapat menyebabkan iritasi pada kulit.

Baca: VIDEO: Apel Gelar Pasukan Pencegahan dan Kesiapsiagaan Karhutla di Ketapang

Baca: VIDEO: Kunjungi Penderita Jantung Bocor, Ini Penjelasan Suhardi

"Air sungai di belakang puskesmas ini tercampur dengan air gambut dan air sungai Kapuas dan akhirnya warnanya merah kecoklatan. Nah, merah kecoklatan itu disebabkan oleh senyawa organik yang banyak. Disini kami mengolah air hanya untuk MCK saja tida untuk diminum karena keterbatasan alat analisis kami di sini. Kemarin kami menganalisis di universitas yang ada di Pontianak, yang kami anlisis itu Total Suspend Solid (TSS) dan pH, dua parameter ini sebetulnya masih kurang kalau ingin dijadikan air minum. Aor sungai ini pH awalnya itu 3-4 dan setelah saya analisis itu sekitar 3,2 kadang 3,4 dan kalau untuk mandi itu 6-7," ungkapFuad.

Fuad juga mengatakan jika biaya yang dikeluarkan untuk memurnikan air sungai tersebut menjadi air minum tidaklah sedikit mengingat mereka sedang melangsungkan KKM-PPM.

"Untuk 500 liter itu biayanya sekitar Rp. 4000 saja untuk biaya operasional bukan biaya awal. Kalau biaya awal seperti tandon air, filter, klorin sekitar 1,5 juta tanpa pompa dan jika ditambah pompa itu mungkin sekitar 2 jutaan, itu hanya untuk air MCK. Dan kalau untuk air minum itu mungkin harganya akan lebih mahal karena butuh filter karbon aktif, butuh disinfektan, butuh tangki lagi satu sebagai filternya," ungkapnya.

Wakil rektor bidang penelitian dan pengabdian masyarakat UGM, yakni Dr. Ika Dewi Ana mengatakan jika pihak UGM akan mengkaji ulang pemurnian air yang dimulai dari kapasitas kecil ini hingga dapat menjadi kapasitas yang lebih besar dan dapat digunakan di rumah-rumah warga dengan memanfaatkan teknologi yang sederhana. (mg1)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved