Indonesia Lawyers Club
Rizal Ramli Ungkap Biaya Fantastis Calonkan Presiden! Sebut Koalisi Dagang Sapi, Menteri & Uang
Rizal Ramli, mantan Menko Bidang Kemaritiman RI, mengungkap biaya partai politik untuk pencalonan presiden di Indonesia yang mencapai triliun Rupiah.
Penulis: Marlen Sitinjak | Editor: Marlen Sitinjak
Rizal Ramli, mantan Menko Bidang Kemaritiman RI, mengungkap biaya partai politik untuk pencalonan presiden di Indonesia yang mencapai triliun Rupiah.
Hal itu ia ungkapkan saat menjadi narasumber diskusi Indonesia Lawyers Club (ILC) TVOne, mengangkat topik "REBUTAN KURSI, REBUTAN REZEKI?", Selasa (09/07/2019) malam WIB.
Rizal Ramli menilai uang politik di negeri ini sangat fantastis.
"Mohon maaf, koalisi di kita inikan dibangun dengan dagang sapi, menteri sama dagang uang. Dan uangnya besar, bukan kecil," kata Rizal Ramli.
Dari sistem politik seperti itu, Rizal Ramli menilai menjadi pintu masuk dari oligarki ekonomi untuk mengatur politik.
"Karena, mohon maaf, kalau mau jadi presiden, satu partai politik, setengah triliun. Perlu empat mau jadi presiden, maka perlu dua triliun," kata Rizal Ramli.
"Dua triliun itu siapa yang bisa bayar di Indonesia. Dari situlah pintu masuk, yang punya uang terbatas oligarki bisa ngatur politik Indonesia," katanya.
Baca: Fadli Zon Sindir ILC tvOne Cuti Panjang & Kritisi Tema! Alasan Presiden ILC Karni Ilyas Hanya 4 Kata
Baca: VIDEO ILC : Lihat Ekspresi Faldo Maldini Tersipu Malu saat Dapat Pertanyaan Menggelitik Karni Ilyas
Mantan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia) itu pun menawarkan solusi.
Memastikan sistem politik menjadi menjadi betul-betul presidensial, bukan seolah seperti parlementer.
Kemudian menghapuskan ambang batas atau thresholds 20 persen dan perlu mengubah sistem popular vote.
"Menurut saya, sistem 20 persen inilah yang mengakibatkan dan memerkuat oligarki berdasarkan turunan atau oligarki berdasarkan uang," katanya.
"Ini yang kita harus habpuskan. Biayanya lebih mahal? Enggak, sama saja." tambahnya.
Diskusi kali ini mengingatkan perdebatannya dengan almarhum mantan Perdana Menteri pertama Singapura, Lee Kuan Yew, saat makan malam di Jakarta beberapa tahun silam.
Perdebatan keduanya tentang sistem politik Indonesia apakah presidensial atau parlementer.
Kala itu, Perdana Menteri Lee Kuan Yew bertanya kepada Rizal Ramli terkait sistem politik Indonesia.
"Dengan gagah saya menjawab presidensial, namun Lee Kuan Yew bilang No, bukan presidensial. Indonesia itu parlementer. Saya bantah, tapi apapun Lee Kuan Yew jago hukum, kita ini lulusan ekonomi. Kalah lah saya debat sama dia," kenang Rizal Ramli.
Tonton Video Selengkapnya:
Siapa Rizal Ramli?
Rizal Ramli adalah seorang mantan tokoh mahasiswa, pakar ekonomi dan politikus Indonesia.
Ia lahir di Padang, Sumatera Barat, 10 Desember 1954 (umur 64 tahun).
Ia pernah menjabat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia menggantikan Indroyono Soesilo, 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016.
Sebelumnya, ia juga pernah menjabat Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog), Menteri Koordinator bidang Perekonomian, serta Menteri Keuangan Indonesia pada Kabinet Persatuan Nasional pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Di tingkat internasional, Rizal pernah dipercaya sebagai anggota tim panel penasihat ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersama beberapa tokoh ekonom dari berbagai negara lainnya.
Karena ingin fokus mengabdi pada negara dan bangsa Indonesia, Rizal pernah menolak jabatan internasional sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Economic & Social Commission of Asia and Pacific (ESCAP) yang ditawarkan PBB pada November 2013.
Baca: Menkeu Diminta Tak Ladeni Tantangan Debat Rizal Ramli soal Utang Negara
Baca: Rizal Ramli Mengaku Difitnah Surya Paloh dan Nasdem, Begini Kasusnya!
Oleh sebagian kalangan, Rizal Ramli dijuluki sebagai "Sang Penerobos" karena ide-idenya yang tidak konvensional namun tepat sasaran, dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Ia juga pernah didaulat sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia) tandingan pada September 2013, setelah terjadinya perpecahan dalam tubuh organisasi itu.
Pada Oktober 2015, posisi Rizal sebagai ketua umum Kadin Indonesia digantikan oleh Eddy Ganefo.
Setelah sekian lama tidak masuk dalam lingkaran utama kekuasaan, pada Agustus 2015, Rizal Ramli diminta oleh Presiden Joko Widodo untuk bertugas mengurus bidang kemaritiman dan sumber daya.
Walau sudah berada dalam pemerintahan, sikap kritis Rizal tidak berubah.
Ia sering melontarkan kritik pedas (yang diistilahkan kepret) terhadap sesuatu yang dianggapnya tidak berpihak pada kepentingan bangsa dan negara, sehingga ia mendapat julukan "Rajawali Ngepret". (*)