Ustadz Abdul Somad
Ustadz Abdul Somad Tak Mampu Lanjutkan Ceramah Saat Kenang Ibunya, "Satu Hal yang Bikin Saya Kesal"
Ustadz Abdul Somad Tak Mampu Lanjutkan Ceramah Saat Kenang Ibunya, "Satu Hal yang Bikin Saya Kesal"
Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
Ustadz Abdul Somad Tak Mampu Lanjutkan Ceramah Saat Kenang Ibunya, "Satu Hal yang Bikin Saya Kesal"
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Ustadz Abdul Somad tak mampu selesaikan ceramah saat kenang Ibunya, "Satu Hal yang Bikin Saya Kesal".
Ustadz Abdul Somad tak kuasa menahan tangis saat mengenang sosok Ibundanya.
Suara Ustadz Abdul Somad bergetar saat bercerita hal yang tak dilakukannya di pertemuan terakhir bersama sang ibunda.
Ustadz Abdul Somad menceritakan, ada 4 hal yang beliau teladani dari sosok ibunda, yaitu: rajin sedekah kepada orang lain, suka bercerita kepada anak, tidak meninggalkan ibadah, dan memperhatikan pendidikan anak.
Mengawali ceramahnya, Ustadz Abdul Somad menyampaikan, dalam hadits Rasullah SAW mengabarkan orang yang sudah meninggal sebut baik-baiknya.
Baca: Bacaan Niat Solat Maghrib dan Lafaz Wirid Doa Setelah Salat Magrib & Keutamaan Shalat di Awal Waktu
Baca: Bacaan Niat Solat Isya dan Bacaan Wirid Setelah Sholat, Cek Jadwal Salat Isya di Sini!
Baca: Niat Solat Asar & Jadwal Sholat Asar Hari Ini, Ustadz Abdul Somad Ungkap Keutamaan Salat Awal Waktu
Baca: Bacaan Wirid Setelah Sholat sesuai Sunnah Nabi Muhammad SAW & Jadwal Solat Sepanjang Waktu
"Yang tak baiknya, yang pernah menginggung perasaan, menyakiti hati maukah bapak ibu memaafkan silap salah mak saya?," kata Ustadz Abdul Somad mengawali ceramahnya, yang diunggah channel Youtube Tafaqquh.
"Dah. Mudah-mudahan diringankan Allah azabnya, dilapangkan Allah kuburnya," kata UAS.
Ustadz Abdul Somad mengatakan, hal pertama yang sering dilakukan ibunya adalah bersedekah.
Dua kali setahun ibunya datang ke Silau Laut untuk memberikan sedekah.
"Dia kesini setahun dua kali. Hanya untuk kenduri saja. Saya bilang sama dia, Mak aku tak sanggup datang ke Silau, jauh. Naik mobil 12 jam, naik pesawat, barang yang mau dibawa banyak. Penuh mobil," kata UAS.
"Jadi aku hanya sanggup mengantar Emak setahun sekali saja. Seminggu menjelang puasa, yang lain aku tak sanggup. Kata Adik saya begitu juga," lanjut UAS.
Maksud menyampaikan hal itu, kata Ustadz Abdul Somad, agar ibunya kenduri sekali saja.
"Pergi dia ke Pasar, dibelinya baskom kecil dua puluh biji. Dibelinya daging, Dimasaknya rendang sendiri, naik bis Makmur dia ke Kisaran. Sampai ke Kisaran naik becak dia kesini. Lama-lama saya berfikir, kalau kita halang dia pergi sendiri," ungkap Ustadz Abdul Somad.
"Kalau kita antar kita tak cukup waktu. Akhirnya win-win solution, bawalah mobil itu mak. Supir kusediakan," lanjut UAS.
Ibunya, Hj Rohana tak ada takut sama bis meski harus bepergian sendiri. Namun rupanya ada satu yang dia takut.
"Aku pergi sendiri biasa. Cuman yang kutakutkan, lewat nanti ujung Bagan Batu, ha itu banyak razia. Asal keluar nanti perbatasan tu ada ajalah salah motor ni nanti," kata Ustadz Abdul Somad mengenang cerita ibundanya.
Mendengar hal itu Ustadz Abdul Somad kemudian bertanya bagaimana ibunya tahu hal itu.
"Aku dah kena selalu rajia katanya. Lama saya berfikir, cammanalah biar supaya mak ini tak ditangkap Polisi. Saya carilah yang saya ada acara, yang ada polisinya saya print. Poto itu saya bingkai. Nanti kalau ada razia tunjukkan gambarnya Mak," kata UAS.
"Terakhir ada poto sama Jenderal Tito Karnavian. Mak saya tak tahu, dia tak bisa bedakan mana jenderal mana kopral. Saya tunjukkan potonya dia tanya, ini siapa? Segala polisi di Indonesia inilah induknya Mak," ujar UAS kepada ibundanya saat itu.
UAS melanjutkan sesudah ibundanya meninggal dunia barulah nampak balasan Allah.
"Dikatakan menyesal, saya menyesal. Barulah saya nampak balasan Allah terhadap mangkok yang sederhana 20 biji. 10 kenduri di makan tuan Syekh, 10 di makam atok di belakang. Malam ini dibalas Allah," kata Ustadz Abdul Somad seraya menyampaikan nama para dermawan yang menyumbang selama takziyah meninggalnya ibunda UAS.
Ustadz Abdul Somad juga menyampaikan, gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi juga memberikan sejumlah uang kepada dirinya.
Uang itu, menurut UAS tak akan digunakan untuk pribadi.
Dirinya akan membeli tanah dan membangun rumah tahfidz Quran di tempat ibundanya biasa menggelar kenduri.
"Akan saya buat rumah Tahfid Quran Hajah Rohana. Anak-anak tetap sekolah di An Najah, tapi kalau dia mau menghafal quran di sini. Di atas dibuat kelas, di bawah kosong untuk tempat belajar fardhu kifayah, untuk wirid yasin ibu-ibu, untuk belajar macam-maca. Asal jangan begitar-gitar main gaplek," kata UAS.
Ustadz Abdul Somad mengatakan, setiap singgah ke rumah ibunya, selalu ada cerita yang disampaikan ibundanya.
"Ada tukang cuci di Panam, tukang cuci itu bejalan kaki ke Sudirman, 15 kilometer. Saya sudah tahu ni, ujung-ujungnya pasti tak sedap," cerita UAS.
UAS melanjutkan ceritanya.
"Mau kubelikan dia sepeda. Baguslah saya bilang. Duit tu kurang katanya. Berapa kurangnya?," kata UAS bercerita.
"Kemarin singgah saya, katanya ada muallaf baru. Muallaf itu kerjanya mengumpulkan kara-kara (barang bekas). Tapi dia mengumpulkan ini bejalan kaki. Kalau pakai motor dia pasti lebih banyak. Dia tetap ngasi dia. Cuman kurangnya itu," kata UAS tersenyum.
UAS juga pernah diminta ibunya untuk membantu janda yang nyaris diusir karena tak mampu membayar kontrakan.
"Itu rumah yang di ujung itu janda. Cucunya lima. Anak kandung dia mengusir tak dikasi makan. Rumah tu ngontrak. Ini akhir bulan dia mau diusir. Aku dah nolong sikit. Kau sikit lagi," lanjut UAS.
"Jadi asal singgah tu ada saja cerita. Jadi seolah-olah malam ini macam nampak dia, habis sudah. Nanti kau singgah ke rumahku cerita itu tak ada lagi. Cerita yang kau risaukan selama ini, aku minta duit untuk belikan sepeda tukang cuci, minta sewa rumah, udah. Kau letih mendengar cerita, habis," kata UAS.
Selain sedekah, Ustadz Abdul Somad mengatakan ibundanya selalu mengajak cerita.
"Kampong ni, kata dia yang membuka atok aku. Dia cerita selalu sombong. Orang semua ni menumpang, katanya.
"Atok aku punya tanah ini. Kok bisa atok emak punya tanah? Atok aku balek dari Makkah, datang Sultan Asahan mengundang dia. Apa kata sultan asahan? Syekh Abdurrahman, tanah mulai dari Serbangan sampai tepi laut ambek untuk kau," cerita UAS.
Jadi kalau ikutlah peraturan itu, andai Syekh Abdurrahman mengurus tanah itu, bayangkan kalau orang Silau ni membayar pajak ke Syekh Abdurrahman.
"Jadi atok umak kayo mak?," kata UAS melanjutkan cerita.
"Kau tengok rumahnya. Sama dengan istana Lima Laraskan? Kami bukan orang susah. Kami orang kaya. Atok aku syekh abdurrahman, tau kau dimana anaknya dia kirim sekolah? Ke Makkah. Itulah dia Syekh Muhammad Ali," lanjut UAS.
Saat itu ibundnaya menunjukkan foto Hajjah Hadiah anak dari Syekh Muhammad Ali.
"Saya tengok gelang kaki Hajjah Hadiah itu, kepala ular naga. Berangkat ke Makkah sebelom akil baligh. Jadi dalam hati saya, kaya rupanya mak ini. Tapi dia bercerita itu ke kami, bukan ke orang. Sombong itu membangkitkan semangat kami supaya jangan kami miskin. Jangan kami susah, jangan berpangku tangan," papar UAS.
Ustadz Abdul Somad juga menyampaikan luar biasanya ibadah sang ibunda.
Menurut UAS, ibunya dari Maghrib ke Isya duduk di sajadah.
"Tak ada tv tak ada hape. Nanti habis isya dia baru makan. Habis itu dia tidur. Lima jam dia tidur, jam 2 dia bangun. Tahajjud, witir. Buku zikirnya tebal. Habis itu baru dia mandi sebelum Subuh," kata UAS.
"Kalau Senin Kamis, dia puasa. Makanya meninggalnya selesai makan sahur. Habis makan sahur sempat dia nengok Youtube ceramah saya. Di depan saya dia tak pernah nengok ceramah saya, rupanya pas saya pergi ditontonnya saya," lanjut UAS.
UAS menceritakan, setelah selesai mandi, ibunya merasa sakit kepala.
"Habis mandi berwudhu mau salat Subuh. Makin sakit. Jatuh dia tak sadarkan diri, dibawa ke rumah sakit. Makin lemah jantungnya, kemudian meninggal," lanjut UAS.
Ustadz Abdul Somad bercerita, suatu waktu ibunya pernah ditanya mengenai doa apa yang dibawa HJ Rohana untuk UAS.
"Apa doamu untuk anakmu? Dulu waktu dia di mesir di maroko 100 kali anakku kubacakan fatihah tiap malam. Sekalipun tak pernah dia cerita ke saya," lanjut UAS.
"Patutlah saya di mesir tak pernah sakit tak pernah demam. Di Maroko sehat. Rupanya doanya ya Allah. Bangga saya dengan Emak saya," paparnya.
Kebanggaan Ustadz Abdul Somad dengan ibundanya ditunjukkan dengan membawa emaknya kemana-mana.
Apa yang menjadi keinginan ibundanya selalu ditunaikan.
"Saya paling benci, paling marah menengok orang ketika emaknya meninggal barulah mencakar dinding. Kalau menengok itu rasa mau saya hantukkan kepalanya. Dulu waktu dia hidup kenapa tak kau kasi? Dah meninggal barulah kau. Waktu idup tu lah kau senangkan dia. Waktu hidup tu supaya kau tak menyesal," kata UAS.
Pada akhir ceramahnya, Ustadz Abdul Somad mengatakan, orangtua seperti Quran buruk.
Dibaca tak terbaca, dibuang berdosa. Jadi biarkan sajalah sampai masanya hilang juga dia.
"Saat dia hilang itulah baru kau berkata andai dia ada. Andai kubiarkan dulu dia merepek, andai kuturut dulu cakapnya. Ada guna menyesal?," kata UAS.
"Ada yang yang Ustadz kesalkan? Nggak. Apa yang dia minta kukasi. Kenapa dikasi? Supaya aku tak menyesal. Tapi namanya manusia tentu. Kalau diurut-urut balik, apalah yang kesal?," kata UAS
"Satu kesal. Sebelum pergi itu tak saya peluk dia. Mustinya dipeluk kuat-kuat. Dicium dia. Makanya kalau masih hidup emak kalian peluk dia. Sebelum pergi itu peluk dia. Cium keningnya. Supaya tak menyesal," kata UAS.
"Tak bisa saya lanjutkan, terima kasih," pungkas UAS.
Simak selengkapnya dalam video berikut:
Cita - Cita Ibunda UAS yang Belum Terwujud
Ustadz Abdul Somad mengungkap cita-cita Ibundanya yang belum terwujud hingga saat ini.
Cita-cita ibunda Ustadz Abdul Somad yang belum terwujud itu disampaikan UAS setelah pemakaman ibundanya.
Menurut Ustadz Abdul Somad, ada dua cita-cita ibundanya yang belum terwujud hingga meninggal dunia.
Ustadz Abdul Somad mengatakan, tak ada firasat yang dirasakan menjelang ibundanya meninggal dunia.
Selama ini, setiap bertemu ibundanya selalu bercerita tentang kematian.
"Karena selalu ingat mati. Jadi kita sudah siap," kata Ustadz Abdul Somad saat bercerita kenangan bersama ibundanya.
"Makanya ketika adik saya kirim berita Mak meninggal, kita sudah siap semua. Dulu dia mau makamnya di sini, kemudian setiap mau Ramadhan sedekah, jadi selalu dia ngomong itu," ungkap Ustadz Abdul Somad, saat tampil perdana di layar kaca usai ibundanya meninggal dunia.
Ustadz Abdul Somad mengatakan ibundanya tak pernah mau memberatkan.
Cuman waktu berziarah bersama lima bulan lalu, ibunda Ustadz Abdul Somad mengatakan sesuatu.
"Ini aku mungkin di bagian kaki ni, katanya. Jadi saya memahami kalau setiap tahun beliau kesini. Kumpulkan anak yatim, fakir miskin anak sekolah. Jadi kalau makamnya di Pekanbaru kami ndak kemari. Mungkin itu cara dia," kata UAS.
Ustadz Abdul Somad kemudian bercerita tentang ibunya. Hajah Rohana, menurut Ustadz Abdul Somad lahir di Kampung Silau Laut.
Kampung Silau Laut didirikan oleh Syekh Abdurrahman atau Syekh Silau.
Syekh Silau itu ulama besar, murid dari Syekh Sulaiman Zuhdi.
"Jadi di kampung inilah beliau mendidik kami. Saya di sini sampai umur sembilan tahun. Ayah sibuk mencari nafkah," cerita Ustadz Abdul Somad.
UAS mengatakan ibunya yang sewaktu kecil menyerahkan ke guru mengaji.
Kemudian waktu pindah, di masa libur panjang UAS pulang ke Silau Laut dan disuruh mengaji.
"Waktu tuan Syekh masih hidup saya disuruh ngaji walaupun hanya mendengarkan bacaan fatihah. Untuk ngambil barokah," ceritanya.
Dulu saat ada anak pesantren lewat di depan rumahnya, Ibunda Hj Rohana menyampaikan pesan ke Ustadz Abdul Somad yang masih kecil.
"Kamu harus seperti dia. Harus pesantren," kata UAS menirukan mendiang ibunya.
Ustadz Abdul Somad mengatakan, saat itu ada anak tuan syekh bernama Drs H Muhammad Ali, almarhum, dialah doktorandus pertama di kampung Silau Laut.
"Ketika Mak saya tahu, Mak saya bilang kamu musti doktorandus. Makanya ketika saya pulang LC MA, cita-cita dia belom sampai karena saya musti doktorandus," ungkap UAS.
Ustadz Abdul Somad bersyukur dirinya mendapat ijin untuk kuliah di Maroko dan Mesir meski hanya dua bersaudara.
Hal itu berbeda dengan nasib temannya yang meski 10 bersaudara tak mendapat izin dari orangtua.
"Jadi saya bersyukur sekali. Kami cuman dua nggak ada perempuan. Laki-laki dua-duanya. Tapi saya diizinkan pergi jauh. Jadi saya empat tahun di mesir, dua tahun di maroko itu sudah," katanya.
"Maka ketika saya mau lanjut S3, dia tidak larang. Cuman kau pulang doktor tapi aku almarhumah," kata UAS.
Ustadz Abdul Somad mengatakan, dirinya sejak kecil tinggal berpisah dengan ibunya.
Baru pada tahun 1998 sampai 2019 atau kurang lebih 11 tahun, mereka tinggal bersama.
"Jadi dari yang sejak kecil, pisah, pisah karena beliau pindah ke Riau saya sekolah ke medan, saya ke mesir saya ke Maroko . Jadi selama tinggal bersama, hampir semua yang dia mau saya perturutkan," kata UAS.
"Saya belajar dari Pak Ahmad yang orangtuanya sudah meninggal, setiap tahun kenduri sedekah. Sementara sayakan Mak saya masih hidup maka semua keinginannya saya penuhi," ujar UAS.
Ustadz Abdul Somad mengatakan, ada cita-cita ibundanya yang belum tercapai.
"Dia ingin saya hafal Quran. Dia ingin saya Qori," kata UAS.
Dulu di pesantren Darul Ulum, ada Ustadz Armawi Abdurrahman. Hj Rohana menyerahkan UAS ke sang Ustadz.
"Dia datang ke Ustadz Armawi, Ustadz Armawi ini anak aku (waktu itu saya kelas 5 SD), tolong didik dia," jelas UAS.
"Tapi waktu itu saya nggak mondok. Saya datang situ kalau saya mau MTQ saja. Mau musabaqoh baru datang," katanya.
Ustadz Abdul Somad mengatakan, setelah ibundanya meninggal dunia banyak orang yang datang. Beberapa memberikan karangan bunga.
Demikian pula di media sosial, Ustadz Abdul Somad mengatakan, baru ini like di akunnya sampai 1 juta lebih.
"Instagram likenya 1,2 juta. Semua komen-komennya ibu sudah melahirkan Ustadz Abdul Somad," kata UAS.
"Jadi saya pikir ternyata selama ini bukan doa kita. Kalau bahasa Melayu kita ini menumpang tuah. Doa dia ternyata," papar UAS.
"Saya nanti mati belum tentu banyak karangan bunga. Belum tentu orang seramai ini. Mungkin nanti saya nggak viral lagi," katanya seraya tersenyum.