Citizen Reporter

Dialog Lintas Agama, Peran Tokoh Agama dalam Mempertahankan Keutuhan NKRI

Ini tampak dalam ketersebaan hoaks yang begitu massif serta meluasnya ujaran kebencian.

Penulis: Syahroni | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA
Para narasumber dalam dialog lintas agama. 

Citizen Reporter
Staf AUAK FUAD IAIN Pontianak, Didi Darmadi 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Dialog lintas agama diselenggarakan oleh Kampus IAIN Pontianak, Rabu (20/3/2019). Sejumlah narasumber diundang dalam dialog itu.

Untuk memulai acara, beberapa sambutan dilakukan mulai dati Kepala Prodi SAA, Dekan FUAD dan lainnya.

Sambutan Dekan FUAD yang juga merupakan Ketua FKUB Kalbar menjabarlan bahwa Keberagaman atau Kebhinnekaan adalah sebuah keniscayaan. Ia adalah kodrat dan fitrah dari penciptaan.

Allah juga telah menegaskannya dalam Al-Qur’an bahwa manusia diciptakan berbeda, baik dari segi jenis kelamin maupun etnisitas, budaya dan sukubangsa. 

Baca: Angin Kencang Sulitkan Petugas Jinakkan Karhutla di Singkawang Selatan

Baca: Kepala LLDIKTI Wilayah III DKI Jakarta Kunjungi Universitas BSI Pontianak

Kenyataan itu dalam tahun politik ini sering dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan picik jangka pendek.

Ini tampak dalam ketersebaan hoaks yang begitu massif serta meluasnya ujaran kebencian.

Kata kunci sebagai penangkalnya adalah: tingkatkan rasa persaudaraan berbasis kemanusiaan. Kita memang berbeda dalam agama, tetapi kita bersaudara atas nama kemanusiaan.

Narasumber lainnya, Pdt. Rolink  dari Walubi menyatakan  perbedaan adalah sumber dari konflik, tak terkecuali perbedaan dalam hal beragama.

Dalam internal Umat Budha sendiri yang mempunyai lebih dari 20 sekte yang berbeda, percikan-percikan konflik itu pernah muncul ke permukaan. Tetapi, semua manusia, semua agama meyakini dan mengajarkan kebaikan. Semangat kebaikan yang disebarkan oleh para tokoh dan pemuka inilah yang mempunyai kekuatan mendamaikan.

Kemudian Soeryanto dari Matakin/Khong Hu Cu, menjelaskan  kerukunan beragama (sesuai SKB 3 menteri) terdiri dari 3 matra: Kerukunan internal umat beragama, Kerukunan antar umat beragama, dan Kerukunan Umat beragama dengan Pemerintah.

Matra yang terakhir tidak terlalu sulit. Umat beragama dengan mudah bisa rukun dengan pemerintah, apalagi jika disertai dukungan perhatian dari pihak pemerintah baik berupa dana maupun kebijakan.

Masalah umumnya banyak terjadi dalam hal kerukunan internal dan antar umat beragama. Peran tokoh agama yang merupakan elite pimpinan organisatoris dari masing-masing agama telah terbukti efektif dalam meredam konflik yang timbul.

Pengalaman Matakin-Walubi dalam menyelesaikann polemic pengelolaan tempat ibadah menunjukkan bahwa kearifan pimpinan dari masing-masing pihak telah berhasil meredam konflik yang terjadi.

Kemudian Pdt. Iwan Luwuk dari PGI/Kristen Pantekosta yang menyampaikan  siapa itu “Tokoh Agama”? Tokoh adalah pimpinan, panutan, dan membawa pengaruh. 

Agama artinya a=tidak gama=kacau. Maka, Tokoh Agama semestinya adalah pimpinan atau panutan yang membawa pengaruh damai, harmonis dan mencegah kekacauan. 

Kalau ada panutan yang justru menyebabkan kekacauan, dapat dipastikan dia bukan tokoh agama. Dasar dari keutuhan, persatuan dan harmoni adalah cinta kasih. Maka, untuk menjaga keutuhan NKRI kita harus mencintai dan mengasihi dalam konteks sebagai elemen bangsa. Cinta kasih dengan dasar pancasila dan uud 45

Dihadirkan pula, Ida Shri Rsi dari  PHDI/Hindu, yang menjelaskan  NKRI ini adalah negara kesepakatan. Para pendiri bangsa ini telah sepakat bahwa Indonesia dipersatukan oleh sebuah dasar negara yang bernama Pancasila dan UUD 45 sebagai konstitusi. 

Dalam dasar negara dan konstitusi tersebut kita telah sepakat bahwa kita bisa jadi berbeda-beda, berbhinneka, tetapi tetap bersatu sebagai sebuah warga bangsa Indonesia. 

Untuk menyelami dan memperkuat persatuan ini diperlukan sebuah cara pandang: Inklusif !. hanya dengan inklusifisme yang dianut oleh warganya, Indonesia sebagai negara kesatuan akan tetap utuh.

Terkahir adalah Dr. Zulkifli, M.Ag dari MUI, menjelaskan  Ulama adalah pewaris Nabi. Maka Ulama yang benar seharusnya mewarisi sifat nabi sebagai suri tauladan yang baik (uswatun hasanah) dan rahmat bagi semesta alam (Rahmatan Lil Alamin). 

Dewasa ini banyak ulama instant sebagai akibat dari kontestasi politik. Banyak yang hanya bermodalkan tampilan sementara pengetahuan agamanya kurang ditahbiskan sebagai “Ulama” sementara isi ceramahnya lebih banyak mengandung ujaran kebencian dan terkadang fitnah. Kondisi ini memberikan ancaman tersendiri bagi keutuhan NKRI. 

Ancaman itu dapat berasal dari pihak eksternal, tetapi bentuknya tetap menggunakan orang dalam negri dalam bentuk proxy war. 

Sementara ancaman keutuhan NKRI dari dalam yang sangat terasa sekarang adalah beredarnya hoaks, fitnah serta meluasnya ajaran kebencian. Upaya mengatasinya butuh peran tokoh agama/ulama yang berkualifikasi dan berkompetensi serta memiliki komitmen kebangsaan yang kuat.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved