Ajak Media Massa Lindungi Perempuan dan Anak, Winda Ingatkan 12 Point Berikut
Wartawan merahasiakan identitas anak dalam memberikan informasi tentang anak, khususnya yang diduga, disangka
Penulis: Ridhoino Kristo Sebastianus Melano | Editor: Tri Pandito Wibowo
Ajak Media Massa Lindungi Perempuan dan Anak, Winda Ingatkan 12 Point Berikut
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINGKAWANG - Kasi Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Winda Ruliana, M. Psi, Psikolog mengatakan media massa merupakan satu di antara mitra Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam melindungi perempuan dan anak Indonesia
Namun sayangnya masih ada media massa yang melakukan eksploitasi terhadap isu-isu perempuan dan anak.
Bertepatan dengan Puncak Peringatan Hari Pers Nasional 2019 pada 9 Februari 2019, di hadapan Presiden Joko Widodo, Mama Yo menandatangani nota kesepahaman antara Kementerian PPPA dengan Dewan Pers tentang Profesionalitas Pemberitaan Media Massa dalam Perlindungan Perempuan dan Anak.
"Nota kesepahaman ini bertujuan untuk menjaga kemerdekaan pers, meningkatkan kapasitas wartawan, memperluas cara pandang, menumbuhkan kesadaran, dan kepekaan lebih tinggi terhadap perempuan dan anak dalam karya/produk jurnalistik," katanya, Selasa (19/2/2019).
Baca: Kasatlantas Polresta Pontianak Ancam Tindak Pelaku Pungli Parkir Momen Cap Go Meh
Baca: AirAsia Beri Diskon Harga Tiket 20 Persen untuk Semua Rute Penerbangan
Baca: Foto-foto Karnaval Pada Gelaran Cap Go Meh 2019 di Jalan Diponegoro Singkawang
Butir-butir utama dari Nota Kesepahaman Profesionalitas Pemberitaan Media Massa dalam Perlindungan Perempuan dan Anak di antaranya.
1. Wartawan merahasiakan identitas anak dalam memberikan informasi tentang anak, khususnya yang diduga, disangka, didakwa melakukan pelanggaran hukum atau dipidana atas kejahatannya.
2. Wartawan memberitakan secara faktual dengan kalimat/narasi/visual/audio yang bernuansa positif, empati, dan/atau tidak membuat deskripsi/rekonstruksi peristiwa yang bersifat seksual dan sadistis.
3. Wartawan tidak mencari atau menggali informasi mengenai hal-hal di luar kapasitas anak untuk menjawabnya seperti peristiwa kematian, perceraian, perselingkuhan orang tuanya dan/atau keluarga, serta kekerasan atau kejahatan, konflik dan bencana yang menimbulkan dampak traumatik.
4. Wartawan dapat mengambil visual untuk melengkapi informasi tentang peristiwa anak terkait persoalan hukum, namun tidak menyiarkan visual dan audio identitas atau asosiasi identitas anak.
5. Wartawan dalam membuat berita yang bernuansa positif, prestasi, atau pencapaian mempertimbangkan dampak psikologis anak dan efek negatif pemberitaan yang berlebihan.
6. Wartawan tidak menggali informasi dan tidak memberitakan keberadaan anak yang berada dalam perlindungan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).
7. Wartawan tidak mewawancarai saksi anak dalam kasus yang pelaku kejahatannya belum ditangkap/ditahan.
8. Wartawan menghindari pengungkapan identitas pelaku kejahatan seksual yang mengaitkan hubungan darah/keluarga antara korban anak dan pelaku.
Apabila identitas sudah diberitakan, maka wartawan segera menghentikan pengungkapan identitas anak.
Khusus untuk media siber, berita yang menyebutkan identitas dan sudah dimuat, di edit ulang agar identitas anak tersebut tidak terungkap.
Baca: Kuasai Lahan 340.000 Hektare, Fadli Zon: Prabowo Punya Nasionalisme dan Patriot Gitu Lho
Baca: Demi Kualitas, Mini Brown Cheese Cake Datangkan Keju dari Australia
9. Dalam hal berita anak hilang atau disandera diperbolehkan mengungkapkan identitas anak, tapi apabila kemudian diketahui keberadaannya, maka dalam pemberitaan berikutnya segala identitas anak tidak boleh dipublikasikan dan pemberitaan sebelumnya dihapus.
10. Wartawan tidak memberitakan identitas anak yang dilibatkan oleh orang dewasa dalam kegiatan yang terkait politik dan yang mengandung SARA.
11. Wartawan tidak memberitakan tentang anak dengan menggunakan materi (video/foto/status/audio) semata-mata hanya dari media sosial.
12. Dalam peradilan anak, wartawan menghormati ketentuan dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
"Peran pemberitaan sangat penting dalam upaya perlindungan baik pencegahan dan penanganan yang dapat dilakukan dengan kata lain menjadi bagian solusi atas masalah," tuturnya.