Dewi Sembuh Setelah 6 Tahun Didera Gangguan Saraf 9
“Jika sakit datang, maka saya masuk kamar mengunci diri. Tidak mau diganggu atau berakivitas menjauh dari orang-orang di rumah,” tutur Dewi.
Dewi Sembuh Setelah 6 Tahun Didera Gangguan Saraf 9
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Kelainan saraf 9 jarang terdengar! Bahkan termasuk kasus langka di dunia.
Bagi pasien penderita gangguan saraf sembilan atau disebut dengan glassopharyngeal neuralgia (GN), maka dia menderita kesakitan luar biasa di sekitar batang kerongkongan leher, sakit saat menelan, mengecap dan minum.
Seperti dialami Ny Dewi Pratiwi, 53, warga Depok, Jawa Barat.
“Waduh kalau sudah sakitnya datang. Bagian sekitar leher ini kayak disetrum! Cleng...cleng! Sakitnya sekali. Tidak jarang tiba-tiba air mata ini meleleh, padahal saya tidak menangis tetapi menahan sakit luar biasa,” kata Dewi Pratiwi, pada Tribun pekan lalu.
Baca: Sisir Tiga Titik, Bawaslu Kubu Raya Angkut Ratusan Alat Peraga Kampanye
Baca: Foto Ahmad Dhani di Dalam Penjara Viral di Medsos, Duduk di Lantai Bersama Napi Lainnya!
Baca: Hadiri Workshop Merajut Keberagaman Dalam Kebhinekaan, Sekda Landak Sampaikan Pesan Ini
Perempuan ini mengaku didera sakit luar biasa ketika terkena gangguan saraf nomor sembilan, “Jadi, saat gangguan datang, maka setiap makanan yang saya masukan ke mulut selalu otomatis keluar. Seperti tersemprot keluar,” katanya memberi penjelasan.
Bukan hanya itu, saat mengenang rasa sakit itu, Dewi sepertinya memutar kembali sebuah mimiburuk siksaan dan penderitaan yang luar biasa,.
” Jika sudah rasa sakitnya, saya pun tidak mau bicara. Karena setiap ucapan yang keluar dari mulut saya ini menghasilkan kesakitan luar biasa. Jadi, saya harus diam menutup mulut,” tambahnya.
Baca: Foto Ahmad Dhani di Dalam Penjara Viral di Medsos, Duduk di Lantai Bersama Napi Lainnya!
Baca: Heriadi Jadi Irup HUT Pemprov Kalbar di Landak
Baca: TK Aisyiyah Bustanul Athfal 3 Kunjungi Bandara Internasional Supadio
Untuk mengurangi buka mulut, Imam Bahtera, 63, suaminya dalam berkomunikasi terpaksa menggunakan tulisan tangan.
“Ya terpaksa, supaya istri saya tidak semakin kesakitan. Saya tulis di kertas, lalu istri menjawab juga dengan tulisan. Karena memang kesakitan jika bicara,” tegasnya.
Bukan cuma itu, kehidupannya sehari-hari menjadi sangat tersiksa, tidak mampu beraktivitas normal.
Bahkan cenderung menutup diri, karena merasa malu menahan rasa sakit.
“Jika sakit datang, maka saya masuk kamar mengunci diri. Tidak mau diganggu atau berakivitas menjauh dari orang-orang di rumah,” tutur Dewi.
Penderitaan itu sudah dirasakannya selama enam tahun. Persoalan utamanya adalah makan dan minum. Badannya kurus kering, karena memang mulutnya menolah menerima makanan dan minuman. Terpaksa dia menggunakan selang untuk sekadar memasukkan bubur atau minum susu ke kerongkongannya agar makanan dan minuman itu tidak tiba-tiba menyembur keluar.
Untuk mengatasi persoalannya itu, Dewi dan keluarganya sudah mendatangi begitu banyak dokter dan ahli kesehatan di Indonesia.
“Saya sudah datangi para ahli THT, saraf dan para ahli di Jakarta ini. Saya juga meminta bantuan ke penyambuhan alternatif, tetapi dia memang dokter akupuntur yang baru ulang dari luar negeri. Saya diterapi, tetapi juga hanya bisa mengurang rasa sakit sesaat saja. Jarum dicabut, asa sakit datang kembali, tifak sembuh-sembuh,” tuturnya.
Juga pernah dirujuk ke dokter ahli, disarankan agar mulutnya dikuret. “Ya berdarah-darah. Juga beberapa gigi saya dicabut. Terakhir karena ada gigi yang kuat dicabut, mulut saya diganjal. Karena terlalu lebar tahan saya sampai tak bisa menutup. Beruntung ada yang membantu menekan kembali, sehingga mulut saya bisa tertutup,” kata Dewi mengenang.
“Sudahlah pokoknya saya pasrah saja kepada Allah SWT, jika ada dokter yang mau operasi ya saya siap operasi. Asal penyakit saya ini bisa disembuhnya,” tegasnya.
Ternyata jalan menuju kesembuhan itu terbuka, ketika seorang dokter gigi yang tidak lain adalah adik Ny Dewi membawa brosur terbitnya Community Brain and Spine Surabaya (CBSC), dalam brosur itu disebutkan bahwa Comphrenhensive Brain and Spine Center Surabaya menangani kasus-kasus penderita saraf mulai dari otak, batang leher, tulang belakang. Termasuk menangani gangguan saraf yang diderita pasien yang mengalami gangguan saraf nomor 9.
“Saya baca di brosur itu, ciri-ciri yang saya rasakan sama seperti yang tertera dalam brosur. Sudah saya dan suami langsung ke CBSC untuk mencari kesembuhan. Alhamdulillah kok bisa bertemu dr M. Sofyanto, Sp.BS,” tegasnya.
Masuk ruang periksa, dr. Sofyanto menyebutkan bahwa Ny Dewi Pratiwi menderita gangguan saraf no. 9.
“Gangguan saraf sembilan termasuk kasus langka. Jarang terjadi, tetapi ini menimpa Ny Dewi,” kata Sofyanto ketika ditemui di ruang kerjanya, Kamis pekan lalu.
Bagaimana sakit ini menimpa seseorang? “Tidak diketahui penyebabnya, tetapi biasanya sama dengan saraf 7 misalnya penyebab wajah perot. Atau saraf no. 5 yang disebut dengan trigimiminal neuralgia (TN) kesakitan separuh wajah. Ini semua terjadi karena terjadi perlengketan antara pembuluh darah dengan saraf. Istilah gampangnya korsleting antara saraf dengan pembuluh darah di otak. Jika saraf tertekan oleh pembuluh darah itulah sakitnya datang,” katanya dokter yang sudah melakukan operasi kepada 1001 orang pasien penderita gangguan saraf .
Dokter M. Sofyanto Sp.BS menghilangkan beban sakit penderita pasien saraf no. 9, sama dengan operasi yang dilakukan untuk saraf 7 dan 5 menggunaan metode keyhole surgery, yatu teknik bedah saraf mikro hanya dengan luka sayat berdiameter 1 cm saja di atas tengkuk.
“Ibu kena gangguan saraf sembilan. Jadi maunya bagaimana ini?” tanya dokter Sofyan.
“Ya saya minta disembuhkan dok!” jawab Dewi Pratiwi.
Kebanyakan pasien datang takut dioperasi, maklum ini operasi ini adalah operasi sangat njlimet, karena menyangkut saraf yang berada tengkuk.
“Tapi saya nekad dan siap bahkan lebih 100 persen siap dioperasi. Saya ingin sembuh,” kata Ny Dewi.
Keesokan harinya, operasi dilaksanakan. Semua aktivitas operasi yang dilakukan oleh dr M. Sofyan Sp.BS, bisa disaksikan langsung oleh keluarga atau kerabat pasien.
“Jadi saya bisa menyaksikan lewat CCTV yang ada di ruang keluarga, sambil berkomunikasi dengan dokter Sofyan yang menjelasan tentang proses operasi itu dari awal hingga akhir,” kata Imam Bahtera yang ketika itu mengantar istrinya melakukan operasi di Surabaya.
Kini setelah menjalani operasi menggunaan teknologi keyhole surgery, maka perlengketan antara saraf 9 dengan pembuluh darah di kepala Ny Dewi Pratiwi bisa diatasi. Hanya membutuhkan waktu operasi dua jam bisa menghilangkan derita menyiksa selama enam tahun. (*)