Setelah Tahun 2018 Ada 922 Janda Baru di Kota Pontianak, Wali Kota Bingung Banyak Guru ASN

"Saya paling berat menandatangani persetujuan perceraian ASN, Kalau sudah saya tanya betul maka saya ucap Bismillah, kemudian teken," kata Edi

Penulis: Syahroni | Editor: Didit Widodo
Net
Ilustrasi Cerai 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak; Syahroni

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, TRIBUN - Hubungan suami istri Aparatur Sipil Negara (ASN) khususnya guru dalam lingkup Pemerintah Kota Pontianak mulai tidak harmonis. Pengadilan Agama Kelas IA Pontianak mencatat, sepanjang tahun 2018, jumlah kasus gugatan cerai ASN guru mencapai 16 kasus.

Fenomena ini membuat Wali Kota Pontianak, Edi R Kamtono heran. Pasalnya dari 36 kasus perceraian ASN di Kota Pontianak, 16 kasusnya adalah gugatan yang diajukan oleh guru. Sebelum bercerai para ASN ini telah melapor ke Pemkot Pontianak.

"Sepanjang 2018, seingat saya ada 36 kasus perceraian pegawai. Dan yang paling mendominasi adalah guru," ucap Edi Kamtono di Pengadilan Agama Kelas IA Pontianak, Rabu (9/1/2019). Edi menambahkan, bahkan ada seorang guru yang sudah berumu kepala lima masih mengajukan gugatan cerai.

"Saya paling berat menandatangani persetujuan perceraian ASN, maka saya harus tanya betul-betul alasannya. Kalau sudah saya tanya betul maka saya ucapkan Bismillah saat tanda tangan," ceritanya.

Baca: Penemuan Bangkai Cicak di Pentol Kuah yang Dijajakannya, WR Beri Penjelasan

Baca: IAIN Raih Akreditasi B, Alumni Apresiasi Kinerja Civitas Akademika

Edi menjelaskan angka perceraian di Kota Pontianak yang ia dapatkan setiap tahun berfariasi, tapi gejala peningkatan selalu ada. "Alasannya seperti yang disampailan Bapak Ketua Pengadilan Agama, misalnya gender, ekonomi, informasi dan komunikasi, kemudian persoalan sosial lainnya,"jelas Edi.

Lebih lanjut ia bercerita, berdasarkan informasi yang didapatkan setiap ASN yang menghadap meminta izin cerai dengan dirinya. "Untuk ASN sendiri macam-macam juga penyebabnya, kalau kita lihat banyak faktor ekonomi, perbedaan karakter, atau adanya pihak ketiga," tambahnya.

Terjadinya perceraian, menurut Edi juga menyangkut masalah integritas dari pasangan, harusnya bersabar, memaknai perbedaan karakter, dan internal keluarga.

Gugatan

Sementara itu sepanjang 2018 Pengadilan Agama (PA) Kelas IA Pontianak menerima 1.575 perkara. Dari jumlah perkara yang masuk didominasi oleh gugatan perceraian yang dilakukan oleh perempuan di Kota Pontianak.

Ketua Pengadilan Agama Pontianak, Darmuji menjelaskan fenomena saat ini lebih banyak
perempuan yang mengajukan gugatan perceraian ketimbang cerai talak yang dilakukan oleh para suami.

Dari data yang ada, setidaknya 922 perkara adalah gugatan cerai. Artinya perempuan mendominasi keinginan bercerai dengan berbagai alasan dan pertimbangan menurut Ketua Pengadilan Agama Pontianak, Darmuji.

Sementara jumlah perkara, ceri talak atau keinginan suami yang ingin menceraikan pasangannya hanya berjumlah 248 perkara.

Mereka yang mengajukan perceraian bukan hanya datang dari masyarakat biasa melainkan ada juga berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN)

"Tahun 2018 kemarin cukup banyak perkara yang masuk, sekitar 1.500 perkara dan itu semua berada di Kota Pontianak karena wilayah kerja Pengadilan Agama ini hanya di Pontianak," terang Darmuji

Darmuji menegaskan, kasus yang ditangani paling banyak adalah gugat cerai yang diajukan perempuan dari pada talak cerai yang dilakukan oleh laki-laki.

"Mendominasi adalah perempuan yang menggugat cerai," ujarnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan tingginya gugatan cerai adanya fenomena kesadaran hukum masyarakat, wanita sekarang merasa adanya persamaan gender maka kaum laki-laki tidak bisa seenaknya sendiri.

"Kemudian perkembangan teknologi informasi yang maju sehingga para istri menyadari mereka punya hak, mereka ditelantarkan maka tidak tinggal diam atas suaminya," tegasnya.

Sementara biaya untuk mengurus perceraian disebutnya Rp 75 ribu sekali sidang.

"Mengurus perceraian pertama namanya panjar biaya, yang disetorkan oleh oknum yang melakukan perceraian. Setiap sidang dikenakan biaya Rp75 ribu maka dikalikan estimaasi berapa kali sidang. Maka biaya yang disrtorkan bisa lebih, bisa kurang," tambahnya.

Setiap biaya yang telah disetorkan setiap perkara, biaya lebih dan adapula yang kurang. Apabila biaya lebih maka akan dikembalikan lagi pada masyarakat yang bersangkutan.

"Radius di Kota Pontianak kita tetapkan Rp 75 ribu sekali panggilan dan hanya itu tidak adalagi biaya lainnya," pungkas Darmuji.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved