Lion Air Jatuh

Akhirnya Terkuak! KNKT Beberkan Rekaman Pilot dan co-Pilot Lion Air JT 610 Hingga Penyebab Jatuhnya

Akhirnya Terkuak! KNKT Beberkan Rekaman Pilot dan co-Pilot Lion Air JT 610 Hingga Penyebab Jatuhnya

Editor: Mirna Tribun
TRIBUNPONTIANAK/ISTIMEWA
Lion Air 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan percakapan terakhir pilot pesawat Lion Air JT 610 (PK-LQP).

TribunJateng.com melihat konfrensi pers pada Rabu (28/11/18).

KNKT mengaku fakta yang disampaikan merupakan data 30 hari pencarian.

Baca: Calon Suami Jadi Korban Lion Air, Indah Syari Teriris Jadi Pengantin Tanpa Pendamping

Baca: Wali Kota Tjhai Chui Mie Melayat ke Rumah Martono, Korban Kecelakaan Lion Air JT 610

Baca: Satu Korban Lion Air JT610 Kelahiran Kota Singkawang

KNKT mengungkapkan bahwa sehari sebelumnya, pesawat tersebut digunakan terbang dari Denpasar menuju Jakarta.

Sebelum penerbangan itu, KNKT mengatakan pesawat mengalami gangguan dan sudah dilakukan perbaikan dan sudah dilakukan tes.

Pada saat terbang, pesawat tersebut terus mengalami masalah hingga berhasil mendarat di Jakarta.

Menurut laporan itu ada perbedaan data sensor Angle of Attack (AoA).

"Data Flight Data Recorder (FDR) merekam adanya perbedaan antara AoA kiri dan kanan sekitar 20 derajat, yang terjadi terus menerus sampai dengan akhir rekaman," ungkap Kapten Nurcahyo Utomo, Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT, di hadapan wartawan.

Sensor yang disebut angle of attack ini memberikan data tentang sudut terkait hembusan angin melalui sayap, sehingga pilot bisa mengetahui daya angkat pesawat saat itu.

AOA adalah parameter penting yang membantu sistem pesawat mengetahui apakah posisi bagian hidung pesawat terlalu tinggi.

Jika terlalu tinggi pesawat bisa mengalami apa yang disebut aerodynamic stall dan jatuh.

Sebagaimana dilaporkan sebelumnya, data penerbangan pesawat Lion Air JT610 yang jatuh itu, menunjukkan pilot dan kopilot kerepotan dalam menerbangkan pesawat sesaat setelah lepas landas.

Hal ini terjadi karena hidung Boeing 737 Max 8 terus-menerus menukik akibat dipicu sistem kendali otomatis yang menerima data keliru dari sensor.

Rekaman data tersebut, yang dirilis Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), menunjukkan tarik-menarik antara pilot dan mesin pesawat selama puluhan kali dalam 11 menit penerbangan.

Pada akhirnya, pilot dan kopilot kehilangan kendali sehingga pesawat itu menukik ke laut dengan kecepatan 724 kilometer per jam dan menewaskan 189 orang di dalamnya.

"Kedua pilot terus berjuang sampai akhir penerbangan," kata Kapten Nurcahyo Utomo selaku Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT, sebagaimana dikutip harian New York Times.

Data penerbangan Lion Air JT610 konsisten dengan penilaian sejumlah pakar bahwa sistem komputer Boeing yang dipasang pada model 737 Max, bermasalah.

Sistem yang dikenal dengan sebutan maneuvering characteristics augmentation system (MCAS) itu berfungsi mencegah pilot menaikkan hidung pesawat terlalu tinggi dengan cara menukikkan pesawat secara otomatis.

Dalam kasus pesawat Lion Air JT610, fungsi itu tidak bekerja dengan baik sehingga setiap kali pilot menaikkan hidung pesawat, MCAS aktif kembali dan menurunkan hidung pesawat.

Pada saat bersamaan sensor AoA yang terpasang pada badan pesawat menampilkan data yang keliru.

Data ini berperan penting dalam pengaktifan MCAS.

Sebagaimana disebutkan laporan KNKT yang dipublikasikan Bloomberg, sensor tersebut telah diganti dan diuji pada 28 Oktober.

Belum jelas apakah data yang keliru itu ditimbulkan dari sensor atau dari komputer yang memproses informasi sensor. Yang terang dalam penerbangan malam sebelumnya—dari Denpasar ke Jakarta—sensor itu tetap menampilkan data keliru

Percakapan terakhir pilot dan perjuangannya

Pada ketinggian 400 kaki, kapten melihat instrumen ada warning bahwa ada penunjukkan kecepatan instrumen kiri dan kanan mengalami perbedaan

Kapten sudah melakukan pengecekan dan kesimpulannya penunjuk kecepatan sebelah kiri yang bermasalah.

Pada saat penerbangan, co pilot bertanya kepada pengatur lalu lintas udara terkait ketinggian radar.

Kemudian pengatur lalu lintas udara mengatakan bahwa ketinggian pesawat yakni 900 kaki.

kemudian, selang beberapa saat pilot menanyakan terkait kecepatan pesawat yang terdeteksi di radar.

Pilot menyampaikan bahwa saat itu dirinya mengalami masalah dengan kendali.

Setelah itu bagian sayap dinaikkan untuk menaikkan daya angkat, flight data recorder merekam pergerakan secara otomatis pergerakan pesawat.

Kemudian pilot mengatakan bahwa ketinggian pesawat tidak bisa dipertahankan karena instrumen di pesawat menunjukkan data yang berbeda.

Pilot meminta kepada controler untuk menutup ketinggian 3000 di atas dan 3000 di bawah agar tidak terjadi tabrakan di udara.

Kemudian, dari data perawatan pesawat sejak tanggal 26 oktober tercatat 6 gangguan di pesawat.

KNKT mengakui bahwa tindakan yang dilakukan oleh beberapa pihak adalah relevan dengan keadaan atau kejadian dan dapat memperbaiki keselamatan di kemudian hari.

Namun, KNKT melihat beberapa hal yang perlu diperbaiki kepada Lion Air.

Yakni Pilot dapat mengambil tindakan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan sebuah penerbangan yakni terkait kasus penerbangan dari Denpasar-Jakarta.

Kedua KNKT meminta agar dokumen penerbangan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, hal ini terkait data menunjukkan pramugari 5, padahal pramugrainya berjumlah 6.

Diketahui sebelumnya, pesawat Lion Air JT 610 jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10/2018).

Pesawat Lion Air JT 610 Miring 20 Derajat

Hasil analisis Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terhadap flight data recorder (FDR), menunjukkan ada kerusakan penunjuk kecepatan atau air speed indicator pada empat penerbangan terakhir pesawat Lion Air PK-LQP.

Diketahui, pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 itu jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat pada Senin (29/10/2018) lalu.

Menurut invesitigasi KNKT, pada penerbangan pesawat Lion Air dari Denpasar ke Jakarta, tercatat adanya perbedaan angle of attack (AOA) atau indikator penunjuk sikap pesawat terhadap arah aliran udara.

Sebelumnya tercatat ada perbedaan sensor AOA pada pilot dan kopilot pesawat Lion Air.

Akibatnya, penunjuk kecepatan di pesawat Lion Air menjadi tidak akurat.

"Pada penerbangan dari Denpasar ke Jakarta muncul perbedaan penunjukkan AOA, yang mana AOA sebelah kiri berbeda atau lebih 20 derajat dibanding sebelah kanan," ujar Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono di gedung KNKT, Jakarta, Rabu (7/11).

Kini, sensor AOA yang telah dilepas itu sudah dibawa ke kantor KNKT untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan di pabrik produsen komponen tersebut di Chicago, Amerika Serikat.

Sementara itu, Kepala Subkomite Penerbangan KNKT, Nurcahyo Utomo mengungkapkan, kerusakan AOA ini merupakan salah satu masalah yang muncul di kokpit.

Ini menjadi alasan pendorong KNKT untuk segera menemukan cockpit voice recorder (CVR) pesawat Boeing 737 MAX 8 tersebut.

"Kita butuh mendengarkan diskusi mereka apa, bagaimana mereka mengambil keputusan dan bagaimana koordinasi kokpit. Ini yang sangat kita butuhkan dari CVR untuk ditemukan," paparnya.

Terkait strategi pencarian CVR Lion Air, seperti diungkapan Nurcahyo, KNKT tetap menggunakan pinger dan mengerahkan penyelam secara manual untuk menggali lumpur yang menimbun CVR.

Namun, karena kemungkinan tertimbun lumpur yang cukup dalam, sinyal "ping" yang didapat sangat lemah.

Adapun upaya menggali menggunakan alat pengeruk, menurutnya, dinilai berisiko lantaran banyaknya pipa di area tersebut.

Kapal tersebut didatangkan dan sejak siang hari ini telah diberangkatkan dari Balikpapan. Kapal diperkirakan tiba di lokasi pada hari tiga hari mendatang.

"Prosedurnya nanti area yang sudah kuat sinyal 'ping'-nya akan kita sedot dan pindahkan, kalau sudah berkurang lumpurnya maka kita akan mencari CVR di situ," ujarnya.

Adapun selain CVR, KNKT kini juga berusaha mencari tahu letak komponen lainnya yang terpasang di pesawat seperti sensor AOA.

Pesawat itu jatuh tak lama setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng, Tangerang, Banten.

Sedianya, pesawat itu mendarat di Pangkal Pinang pukul 07.20 WIB.

Pesawat yang baru beroperasi pada 15 Agustus 2018 itu diketahui membawa 189 orang, yang terdiri dari 178 penumpang dewasa, 1 orang anak, 2 bayi, dan 8 awak pesawat. (TribunJateng.com/Woro Seto)

Yuk Follow Instagram @tribunpontianak.

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved