Ustadz Abdul Somad Jajal Mesin Jahit Fatmawati Soekarno, Ajak Teladani Sikap Ini dari Sang Pahlawan
Ustadz Abdul Somad Jajal Mesin Jahit Fatmawati Soekarno, Ajak Teladani Sikap Sang Pembuat Bendera Pusaka
Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Nasaruddin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Ustadz Abdul Somad berkesempatan berkunjung ke rumah Fatmawati, ibu negara Indonesia pertama di Bengkulu.
Pada kesempatan itu, Ustadz Somad melihat foto yang ada. Dirinya dijelaskan siapa-siapa saja yang ada dalam foto itu.
"Naik ke atas, melihat gambarnya. Ustadz Somad, ini gambar Ibu Fatmawati, ini ayahnya. Ayahnya adalah ulama, tokoh masyarakat Bengkulu, dan beliau (Fatmawati) adalah gadis Aisyiyah," ungkap Abdul Somad salam video yang diposting akun Analisa Kita.
Baca: Ratmi B-29, Satu-satunya Pelawak yang Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata
Baca: Jungkook BTS Duet Dengan Charlie Puth, Idol K-Pop Ini Juga Bertemu dengan Idolanya Setelah Terkenal
Saat melihat foto tersebut, muncul pertanyaan Ustadz Somad terkait jarak antara Bung Karno dan Fatmawati.
Ternyata, foto yang dilihat, direkam sebelum Bung Karno dan Fatmawati menikah.
"Lho, kok jauh sekali ibu Fatmawati berdiri dari bung karno? Bung Karno di sana, dia berdiri di sini. Ternyata mereka belum menikah. Lalu istri Bung Karno yang mana? Yang Ini (Inggit)," cerita Ustadz Somad.
Ustadz Somad kemudian bertanya, kenapa begini?
"Dia perempuan yang beriman, pakai jilbab, pakai kerudung, dia perempuan yang menjaga kehormatannya. Setelah Bung Karno sendiri, barulah dia menikah. Maka, dia adalah perempuan yang terhormat," tegas Ustadz Somad.
"Apa pelajaran dari sini? Orang Bengkulu, Islami, orang Bengkulu religius, orang Bengkulu juga cinta Negara Kesatuan Republik Indonesia," lanjutnya.
Baca: Ratmi B-29, Satu-satunya Pelawak yang Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata
Baca: Komunitas Skenario Hijrah Luncurkan Program TAS Sahabat Yatim
"Tapi jangan lupa, perempuan yang dulu baek, perempuan yang dulu penuh berkah, harus dijaga sampai anak-anak gadis kita sekarang. Alhamdulillah 50 tahun sudah umur Bengkulu, anak-anak gadisnya tetap pakai jilbab," urainya.
Ustadz Somad mengatakan, ibunda Fatmawati sudah menunjukkan puluhan tahun silam, bagaimana perempuan harus berbusana.
"Sampai hari ini, pergi kalian rumahnya masih ada. Lokasinya masih ada," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Ustadz Somad juga melakukan napak tilas pembuatan bendera pusaka merah-putih.
Saat itu dirinya ditunjukkan kain dan juga mesin jahit yang digunakan.
"Ini kainnya Pak Ustadz. Saya coba pegang itu mesin jahit, rupanya mesin jahitnya pakai putar pulak. Jarumnya tak ada lagi," kata Ustadz Somad.
"Lalu kemudian diambil gambar. Masya Allah tabarakallah. Untuk ibunda Fatmawati almarhumah, Presiden Insinyur Soekarno, dan tokoh-tokoh pendiri bangsa, tokoh-tokoh bengkulu untuk mereka semua alfatihah," kata Ustadz Abdul Somad mendoakan.
Selengkapnya, saksikan dalam video berikut:
Kisah Cinta Soekarno-Fatmawati
Kisah cinta Soekarno dan Fatmawati bermula saat masa pembuangan Sang Presiden di Bengkulu.
Fatmawati merupakan putri tokoh Muhammadiyah di Bengkulu.
Kala itu, usia keduanya terpaut 22 tahun lebih muda.
Tahun 1943, Soekarno menceraikan Inggit. Tanggal 1 Juni 1943, Soekarno dan Fatmawati menikah.
Soekarno berusia 42 tahun dan Fatma 20 tahun. Setelah Indonesia merdeka, Fatma menjadi ibu negara yang pertama.
Dia juga yang menjahit bendera pusaka merah putih.
Dari Fatmawati, Soekarno mendapatkan lima orang anak, antara lain, Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.
Sejak pernikahannya dengan Bung Karno ada tahun 1943, Fatmawati selalu mendampingi Bung Karno dalam perjuangan mencapai kemerdekaan.
Kehidupan pernikahan keduanya memang penuh dengan gejolak perjuangan.
Karena dua tahun pasca mereka menikah, Indonesia berhasil mencapai kemerdekaan.
Kehadiran Fatmawati sebagai penjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih menunjukkan adanya peranan wanita dalam proses meraih kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, Fatmawati juga aktif berperan serta dalam proses pembangunan yang salah satunya ditunjukkan melalui kegiatan-kegiatan sosial.
Seperti aktif melakukan pemberantasan buta huruf dan mendorong kegiatan kaum perempuan di bidang pendidikan maupun ekonomi.
Pada 14 Mei 1980, Ibu Negara Pertama Indonesia itu meninggal dunia akibat serangan jantung dalam perjalanan pulang umroh dari Mekkah.
Ia kemudian dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.
Pada masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Fatmawati mendapatkan gelar Pahlawan Nasional melalui Keppres RI Nomor 118/TK/2000.