Ustadz Abdul Somad Terima Gelar dari Kerajaan Matan Tanjungpura, Netizen Takbir!
Ustadz Abdul Somad menghadiri Tabligh Akbar dengan tema Pemuda Hari Ini, Pemimpin Masa Depan, di Ketapang, Kalimantan Barat, Sabtu (20/10/2018).
Penulis: Hasyim Ashari | Editor: Agus Pujianto
Ustadz Abdul Somad Terima Gelar dari Kerajaan Matan Tanjungpura, Netizen Takbir!
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KETAPANG - Ustadz Abdul Somad menghadiri Tabligh Akbar dengan tema Pemuda Hari Ini, Pemimpin Masa Depan, di Ketapang, Kalimantan Barat, Sabtu (20/10/2018).
Di sela-sela kegiatan itu, dirinya menerima gelar kehormatan dari Kesultanan Matan Tanjungpura, Ketapang.
Pangeran Ratu Kartanegara, H Gusti Kamboja, menganugerahi Ustadz Abdul Somad dengan gelar Kayi Mangku Jagadilaga.
Ustadz Abdul Somad mengunggah prosesi pemberian gelar tersebut di akun Instagram miliknya, Minggu (21/10/2018) pagi.
Baca: LIVE STREAMING: kuliah Dhuha bersama Ustadz Abdul Somad dari Ponpes Hidayaturrahman Ketapang
Ini yang ditulisnya:
Sambutan kaum Muslimin di Ketapang, Kalimantan Barat.
Pemberian gelar Kyai Mangku Jagadilaga dari Pangeran Ratu Kartanegara, Kesultanan Matan Tanjung Pura.
Tabligh Akbar "Pemuda hari ini, Pemimpin Masa Depan" di halaman Masjid Agung Ketapang
Ketapang, 12 Safar 1440, 20 Oktober 2018
Melihat unggahan tersebut, Netizen pun takjub dan banyak yang menulis kata takbir, Allahuakbar!
Baca: Ustadz Abdul Somad Bergelar Kayi Mangku Jagadilaga dari Kerajaan Matan Tanjungpura
Berikut beberapa di antaranya:
@ricky_arfandi: Allahu Akbar
@cicinurhidayh: Subhanallah
@arifgarryananda: Terimakasih sudah datang di kota kami
@saraolshop_tokopedia: ALLAHUAKBAR
@dhaicale: Sbhanallah..ALLAH WAKBAR
@de2kharjatou: Masya Allah, semoga tuan guru UAS slalu dlm lindungan Allah Ta'alla, aamiinn...
@maryaagfa69: Masya Allah tabarokallah semoga ustadz selalu dalam keadaan sehat walafiat....Aamiin
@amarmuammarr: Smga ustad selalu diberikan kesehatan dan umur yg panjang. Aaminn
Baca: Hadiri Tabligh Akbar Ustad Abdul Somad, Ribuan Warga Ketapang Padati Halaman Masjid Agung Al-Ikhlas
@antoniodegaard93: Alhamdulillah...sehat slalu ya ustad, semoga slalu dalam lindungan Allah SWT...aamiin ya Allah
@wrina_336: MasyaAllah, sehat terus ustadz
@asyharilayau: Suke nye.... bile nak ke arah sambas...ditunggu ust...
@knia0017: Masya Allaha pak ustad yang satu ini makin Top
@hadiydePas: Ngeliat foto dgn masa segitu banyak, "masyallahh" pak ustadd. Anw, senyum dikit dong pakk
@hajjar_munawaroh: Merinding.. umat islam mendengarkan nasehat ulama. Semoga d mudahkan u mengamalkannya
@suryadharms29: Apa yang terpampang jelas diwajah beliau. Hanya tanpak jelas kelelahan dalam memberikan segala ilmu. Semoga sehat terus @ustadzabdulsomad selalu dapat membimbing ummat ini kejalan terbaik
Baca: Ustadz Abdul Somad Disambut Keluarga Keraton Matan Tanjungpura dengan Acara Tepung Tawar
@annisameilianas: Masyaallah sudah selayaknya tuan guru diperlakukan bak raja
@aisyah_nur_auliyarahmah: Masyallah...Smga beliau diberi kesehatan trs...
@eaminang: Masya Allah. UAS dicintai para ulama, habib, keturunan raja dan umat.
@rahmithainayah: Masyallah UAS makasih dah mau datang. Ke ketapang. Ustad ku kapan kapan bisa main lagi ke tanah kayong
@putriimanda23: MasyaAllah ustadz.. Bny bgt jamaahnya
@putriimanda23: Kunjungan beliau ke Kota Batu & Malang batal. Pdhal udah siap2 dtg ke kajian @ustadzabdulsomad
Baca: Ustadz Abdul Somad Disambut Keluarga Keraton Matan Tanjungpura dengan Acara Tepung Tawar
Sejarah Kerajaan Matan Tanjungpura
Mengutip https://www.traveluxion.web.id, Keraton Matan Tanjungpura berada di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Kerajaan Matan merupakan bagian dari jajaran kerajaan Melayu yang terdapat di Pulau Kalimantan.
Sejarah dan asal-usul Kerajaan Matan sendiri cukup rumit karena kerajaan ini merupakan kelanjutan riwayat dari Kerajaan Tanjungpura yang kemudian melahirkan dua kerajaan turunan, yaitu Kerajaan Sukadana dan Kerajaan Matan.
Oleh karena dilanda konflik internal yang berujung pada perebutan kekuasaan, Kerajaan Matan kemudian terbagi menjadi dua, yakni Kerajaan Simpang-Matan dan Kerajaan Kayong-Matan.
Di sisi lain, Kerajaan Sukadana, sebagai penerus pertama Kerajaan Tanjungpura, masih tetap eksis di samping geliat dua kerajaan pecahan Kerajaan Matan tersebut.
Baca: Datang ke Ketapang, Inilah Suasana Penyambutan Ustadz Abdul Somad oleh Keluarga Keraton
Kerajaan Tanjungpura sendiri pada awalnya merupakan kerajaan yang didirikan oleh Brawijaya yang berasal dari Kerajaan Majapahit di Jawa.
Pada masa Brawijaya, Kerajaan Tanjungpura sempat menjadi kerajaan besar pada zaman Hindu-Buddha di bumi Borneo.
Kerajaan Tanjungpura mengalami masa keemasan pada sekitar abad ke-14. Kerajaan ini adalah kerajaan tertua di Tanah Kayong.
Nama Tanah Kayong digunakan untuk menyebut Ketapang yang terkenal sebagai tanah asal orang-orang sakti.
Dari riwayat sejarah Kerajaan Tanjungpura inilah asal-usul peradaban Kerajaan Matan turut tergurat.
Sumber yang menyatakan tentang keberadaan Kerajaan Tanjungpura dapat dibaca dalam Negarakertagama karangan Mpu Prapanca pada masa Kertanegara (1268—1292) dari Singosari dan pada masa Kerajaan Majapahit dengan Sumpah Palapa Patih Mangkubumi Gajah Mada (Gusti Mhd. Mulia [ed.], 2007:1).
Baca: Wajah Ustadz Abdul Somad Jerawatan di Video Buku Tentang Bid’ah, Begini Kata Netizen
Ibukota Kerajaan Tanjungpura beberapa kali mengalami perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya.
Beberapa penyebab Kerajaan Tanjungpura berpindah ibukota adalah terutama karena serangan dari kawanan perompak (bajak laut) atau dikenal sebagai “Lanon”.
Lonon, di masa itu sepak-terjang gerombolan “Lanon” sangat kejam dan meresahkan penduduk. Kerajaan Tanjungpura sering beralih pusat pemerintahan adalah demi mempertahankan diri karena sering mendapat serangan dari kerajaan lain.
Kerap berpindah-pindahnya ibukota Kerajaan Tanjungpura dibuktikan dengan adanya situs sejarah yang ditemukan di bekas ibukota-ibukota kerajaan tersebut.
Negeri Baru di Ketapang merupakan salah satu tempat yang pernah dijadikan pusat pemerintahan Kerajaan Tanjungpura.
Baca: Berjumpa dengan Ustadz Abdul Somad, Ini yang Dilakukan Aktor Ganteng Dimas Seto
Dari Negeri Baru, ibukota Kerajaan Tanjungpura berpindah ke Sukadana.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Zainuddin (1665−1724), pusat istana bergeser lagi, kali ini ditempatkan di daerah Sungai Matan (Ansar Rahman, tt:110).
Dari sinilah riwayat Kerajaan Matan dimulai.
Seorang penulis Belanda menyebut wilayah itu sebagai Kerajaan Matan, kendati sesungguhnya nama kerajaan tersebut pada waktu itu masih bernama Kerajaan Tanjungpura (Mulia [ed.], 2007:5).
Pusat pemerintahan kerajaan ini kemudian berpindah lagi yakni pada 1637 di wilayah Indra Laya.
Indra Laya adalah nama dari suatu tempat di tepian Sungai Puye, anak Sungai Pawan.
Kerajaan Tanjungpura kembali beringsut ke Kartapura, kemudian ke Desa Tanjungpura, dan terakhir pindah lagi ke Muliakerta di mana Keraton Muhammad Saunan sekarang berdiri.
Nama Matan sendiri mulai digunakan pada era pemerintahan Sultan Muhammad Zainuddin yang merupakan raja pertama Kerajaan Matan.
Baca: Ustadz Abdul Somad Sampai Minta Ampun pada Allah SWT, Ternyata Ini Penyebabnya!
Sultan Muhammad Zainuddin, yang memiliki nama kecil Gusti Jakar Negara, adalah putra sulung dari Raja Sukadana yang terakhir, yaitu Gusti Kesuma Matan alias Gusti Mustika (1622—1665) yang juga memiliki dua anak lainnya, yakni Pangeran Agung dan Indra Mirupa atau Indra Kesuma.
Gusti Mustika sendiri merupakan Raja Matan pertama yang menggunakan gelar sultan, gelar raja yang berciri Islam, dan menyandang gelar Sultan Muhammad Syaifuddin.
Agama Islam sendiri sudah masuk ke Kalimantan sejak permulaan tahun 1550 yang dibawa kaum pedagang Arab dari Palembang.
Pada akhir pemerintahan Kerajaan Sukadana di bawah Sultan Muhammad Syaifuddin, terjadi peperangan yang dikenal sebagai Perang Sanggau.
Selain itu, pada 1622 Kerajaan Sukadana juga mendapat serangan dari Kerajaan Mataram Islam yang dipimpin oleh Sultan Agung.
Tidak hanya itu, gangguan dari gerombolan bajak laut di sepanjang perairan pantai dan Selat Karimata pun semakin merajalela. Kekacauan demi kekacauan inilah yang kemudian berakibat pada runtuhnya Kerajaan Sukadana.
Baca: Kisah Inspiratif yang Mengharukan Ini Membuat Ustadz Abdul Somad Meneteskan Air Mata
Agar tetap bertahan, maka pusat Kerajaan Matan dipindahkan ke wilayah yang kemudian dikenal sebagai tempat berdirinya Kerajaan Matan di bawah pimpinan putra mahkota Sultan Muhammad Zainuddin.
Sultan Muhammad Muazzuddin memiliki tiga orang putra, yaitu Gusti Bendung, Gusti Irawan, dan Gusti Muhammad Ali.
Ketika Sultan Muhammad Muazzuddin wafat, ditunjuklah Gusti Bendung atau Pangeran Ratu Agung sebagai penerus tahta Kerajaan Matan dengan gelar Sultan Muhammad Tajuddin (1738−1749).
Sementara anak kedua Sultan Muhammad Muazzuddin, yaitu Gusti Irawan, menjadi raja di Kayong (Muliakerta).
Dengan gelar Sultan Mangkurat yang membawahi Kerajaan Kayong-Matan (sering pula disebut sebagai Kerajaan Tanjungpura II).
Pada kurun berikutnya (1749−1762), pemerintahan Matan dipegang oleh anak tertua dari Sultan Muhammad Tajuddin yaitu Sultan Ahmad Kamaluddin yang bernama asli Gusti Kencuran (Mulia [ed.], 2007:24).
Terakhir, tahta kuasa Kerajaan Matan diturunkan kepada Gusti Asma yang bergelar Sultan Muhammad Jamaluddin (1762−1819).
Baca: Beli Paket Umrah Alfa Kaza Mustika, Jamaah Bisa Bareng Ustadz Abdul Somad
Sultan inilah yang menjadi raja pamungkas Dinasti Matan.
Karena setelah itu pusat pemerintahan dipindahkan ke wilayah bernama Simpang.
Letaknya tidak seberapa jauh dari Matan. Dan nama kerajaannya pun berubah menjadi Kerajaan Simpang atau sering pula dikenal sebagai Kerajaan Simpang-Matan.
Karena kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Matan.
Dengan demikian, terdapat dua kerajaan yang menyandang nama Matan.
Yaitu Kerajaan Simpang-Matan di bawah komando Sultan Muhammad Jamaluddin, dan Kerajaan Kayong-Matan yang dipimpin oleh Gusti Irawan atau Sultan Mangkurat.
Jika diurutkan, terdapat beberapa kerajaan yang merupakan keturunan dari Kerajaan Tanjungpura.
Yaitu Kerajaan Sukadana, Kerajaan Matan, Kerajaan Simpang-Matan, serta Kerajaan Kayong-Matan.
Di antara kerajaan-kerajaan tersebut masih terjalin hubungan kekerabatan yang cukup erat kendati masih sering terjadi pasang surut. Karena beberapa sebab perselisihan dan campur tangan penjajah Belanda. (*)