Sutarmidji Pun Respons 7 Tuntutan Massa, Sebut Produknya Cacat Hukum
Sutarmidji tidak melakukan persetujuan perpanjangan jabatan Sekda Kalbar M Zeet Hamdy Assovie lantaran sudah menjabat lebih dari lima tahun.
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Marlen Sitinjak
TRIBUNPONTIANAK.co.id/Marlen Sitinjak
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Gubernur Kalimantan Barat, H Sutarmidji menanggapi tuntutan kelompok masyarakat dari Aliansi Rakyat Penegak Demokrasi Kalimantan Barat yang menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Jalan Ahmad Yani 1 Pontianak, Senin (8/10/2018).
Gubernur Kalimantan Barat H Sutarmidji menegaskan pengusulan pergantian pejabat Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Barat M Zeet Hamdy Assovie ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berdasarkan peraturan perundang-undangan berlaku yakni Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 117 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) khususnya ayat 1 dan 2.
Baca: RAMALAN ZODIAK - Jangan Buang Energi Untuk Meladeni Orang Dengki
Baca: Klasemen Liga 2 2018, Derby Tanah Rencong Dimenangkan Persiraja Banda Aceh 6-1
"Prosedur tetap jalan. Masalahnya sekarang Pasal 117 ayat 1 menyebutkan bahwa jabatan tinggi itu hanya boleh diduduki selama 5 tahun. Kalau lebih dari lima tahun bisa diperpanjang dengan memenuhi lima persyaratan. Kalau tidak terpenuhi maka tidak bisa," ungkapnya usai menerima audiensi dan pernyataan sikap dari Aliansi Rakyat Penegak Demokrasi Kalimantan Barat, Senin (8/10/2018) siang.
Sutamidji menimpali dirinya bahkan sudah menyurai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait hal ini.
Bak gayung bersambut, dirinya menerima balasan surat dari Mendagri tertanggal 27 September 2018 lalu.
Pada poin poin dua huruf b surat itu, Mendagri menyatakan Gubernur Kalbar selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dapat mengambil langkah kebijakan pendayagunaan Sekda yang telah menduduki jabatan lebih dari lima tahun.
"Artinya saya diberi kewenangan untuk pemberdayaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sebelum melakukan pergantian, saya diminta berkoordinasi dengan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN). Saya sudah koordinasi dengan KASN. Surat tertulis sudah disampaikan oleh KASN ke kita, tapi belum saya terima. Tapi saya sudah mendapat konfirmasi," paparnya.
Atas dasar itu, Sutarmidji tidak melakukan persetujuan perpanjangan jabatan Sekda Kalbar M Zeet Hamdy Assovie lantaran sudah menjabat lebih dari lima tahun.
Otomatis, jabatan Sekda Kalbar kosong dan langkah dirinya menunjuk Pelaksana Harian (Plh) Sekda Kalbar adalah benar.
"Setalah surat KASN ada, maka saya secara resmi akan mengusulkan yang bersangkutan (M Zeet_red) untuk proses pemberhentian ke Presiden. Kemudian saya tunjuk Plh. Nanti, ketika Presiden sudah mengeluarkan pemberhentian, maka saya akan ajukan Penjabat (Pj) sekaligus mohon izin untuk melantik Pj Sekda," jelasnya.
Menurut dia, aturan tidak hanya mengikat jabatan Sekda.
Semua pejabat eselon II yang lebih dari lima tahun masa jabatan juga harus melalui prosedur itu.
"Nanti akan ada pergeseran yang sudah pensiun. Untuk eselon II, ada lima orang yang jabatannya kosong. Kemudian yang sudah menjabat lebih dari lima tahun juga ada lima orang. Ini Undang-Undang, bukan mau saya. Orang yang tidak kompeten menjabat maka produknya cacat hukum. Ini yang saya tidak mau," tegasnya.
Ia memastikan tidak ada kaitannya kebijakan ini dengan masalah pribadi.
Baca: KLASEMEN Liga 2, Hasil dan Jadwal Lengkap! 3 Terdegradasi, Dua Tim Lolos 8 Besar
Baca: Klasemen Sementara Liga 1 Gojek 2018! Comeback Persija Ancam Persib di Puncak
Meskipun M Zeet Hamdy Assovie pernah mengatakan tidak mau kerjasama dengan dirinya jika terpilih menjadi Gubernur Kalbar.
"Kalau nanti sudah ada keputusan, lalu Pak M Zeet merasa keberatan bisa melalui Tata Usaha Negara (TUN), kan ada pengacaranya," imbuhnya.
KASN, kata Sutarmidji, menyarankan dirinya untuk menawarkan demosi atau penurunan jabatan kepada M Zeet.
Midji sapaannya mengaku sudah menawarkan beberapa pilihan kepada M Zeet diantaranya mengisi jabatan staf ahli, jabatan fungsional tertentu/widyaiswara, staf fungsional umum, mutasi ke instansi lain atau bahkan mutasi dari Pemerintah Provinsi Kalbar.
"Saya sudah izin ke Kemendagri untuk mengajukan usulan pemberhentian Sekda Kalbar secara definitif. Terserahlah mau ngomong begini atau begitu. Kan hak orang memperjuangkan haknya. Saya beri apresiasi. Tapi, aturan harus jelas. Undang-Undang kedudukannya lebih tinggi daripada PP, Perpres dan Permendagri," tukasnya.

7 Tuntutan Kelompok Masyarakat
Aliansi Rakyat Penegak Demokrasi Kalimantan Barat menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Jalan Ahmad Yani 1 Pontianak, Senin (8/10/2018).
Aksi ini ditujukan bagi Gubernur Kalimantan Barat H Sutarmidji.
Sejumlah masyarakat itu terlihat membentangkan berbagai spanduk yang bertuliskan berbagai desakan.
Beberapa spanduk tuntutan itu diantaranya bertuliskan "Kembalikan APBD Yang Dicoret", "Permasalahan Pribadi Jangan Dibawa Dalam Pemerintah", "Stop Arogan Gubernur", "Patuhi UU", "Stop Pemotongan APBD Tanpa Dasar", "Jangan Pangkas Anggaran Tanpa Dasar", "Pak Mendagri Cepat Gubernur", dan berbagai tulisan lainnya.
Beberapa koordinator lapangan terlihat melontarkan berbagai tuntutan bagi Sutarmidji.
Satu di antara koordinator lapangan (korlap), Effendi menegaskan, kedatangan massa bertujuan mempertanyakan keadilan.
"Kami minta keadilan karena kami melihat gubernur tidak adil. Di mana keadilan bapak Gubernur," ungkapnya saat orasi.
Pihaknya menyoroti kebijakan Gubernur Kalbar yang mengusulkan pergantian Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Barat M Zeet Hamdy Assovie secara sepihak.
"Gubernur harus patuhi undang-undang yang ada. Kembalikan M Zeet sebagai Sekda," terangnya.
Ia juga meminta Gubernur Kalbar untuk tidak menjadi pemimpin yang arogan dan tidak boleh sewenang-wenang dengan bawahannya.
Tak hanya itu, massa juga meminta Gubernur Kalbar tidak mencoret atau menunda pelaksanaan proyek-proyek yang sudah dianggarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2018.
Terutama bagi proyek-proyek yang dibutuhkan oleh masyarakat.
"Kami akan terus melakukan aksi lanjutan jika tidak ditindaklanjuti," tukasnya.
Usai orasi sekitar setengah jam lebih, beberapa perwakilan massa diterima audiensi oleh Gubernur Kalimantan Barat secara langsung.

Sementara itu, Korlap aksi damai, Asdi menegaskan pihaknya menyampaikan tujuh poin pernyataan sikap yang ditujukan kepada Gubernur Kalbar Sutarmidji.
Pertama, Gubernur harus taat asas dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai Gubernur tidak boleh menyimpang.
"Kedua, bahwa Gubernur dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya tidak boleh diskriminatif dan harus adil kepada seluruh kabupaten yang ada di Kalimantan Barat dan memperhatikan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Pemerintah berkewajiban untuk melakukan penegakan pemenuhan dan pemajuan HAM," katanya.
Tuntutan ketiga, Gubernur Kalbar adalah gubernur untuk semua suku, agama, ras dan golongan jadi harus mampu merangkul semua suku, agama, ras dan golongan serta tidak boleh membeda-bedakan dalam segala hal, serta mampu mengadvokasi, memberikan perlindungan dan memberi pelayanan kepada semua sebagaimana kehendak Pasal 18 huruf (d) UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
"Keempat, Gubernur harus berdamai dengan Sekda M Zeet Hamdy Assovie. Selanjutnya tidak membawa-bawa persoalan pribadi dalam pemerintahan, serta mengembalikan M Zeet Hamdy Assovie ke tempat semula, serta mampu membangun komunikasi yang baik dengan pemerintah pusat dan bupati serta penyelenggara negara lainnya," pintanya.
Asdi menimpali desakan kelima yakni Gubernur harus mendukung semua pembangunan di Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang dan kabupaten lainnya, serta tidak memotong APBD 2018 yang telah disahkan oleh DPRD Provinsi Kalimantan Barat.
"Keenam, Gubernur tidak boleh sewenang-wenang dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) di kantor Gubernur karena tanpa mereka proses pelayanan tidak akan berjalan dengan maksimal dan baik," terangnya.
Poin ketujuh, bahwa Surat Gubernur Kalbar Nomor:800/1646/BKD Tanggal 18 September 2018 yang ditandatangani oleh Gubernur bertentangan serta tidak sesuai dengan kehendak Pasal 162 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dan Gubernur harus mempelajari UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Manajemen PNS secara baik dan benar.
"Pernyataan sikap ini dibuat dan harus dilihat sebagai kontribusi masyarakat dalam mewujudkan dan mengawal proses pembangunan, serta pembangunan demokrasi di Kalbar," pungkasnya. (*)