Sesalkan Melemahnya Rupiah Dijadikan 'Jualan' Politis, Andreas Acui Himbau Tak Perlu Khawatir
Sebab, kondisi pelemahan rupiah saat ini berbeda dengan yang terjadi di masa lalu, yang pada prosesnya menimbulkan gejolak besar di lapangan.
Penulis: Ishak | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ishak
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya Dollar Amerika Serikat (USD) dinilai tak bisa dilepaskan dari situasi dan kondisi perekonomian global.
Dimanfaatkannya kondisi ini sebagai amunisi politik bagi beberapa para elit, menjadi hal yang disayangkan oleh Ketua Apindo Pontianak, Andreas Acui Simanjaya.
Baca: Ketua Apindo Berharap Pemerintah Beri Insentif Pelaku Usaha Nasional
Baca: Antisipasi Pelemahan Nilai Tukar Rupiah, Acui Nilai Paket Kebijakan Ini Penting Diambil Pemerintah
"Melemahnya rupiah bukan karena kinerja Pemerintah kita. Namun akibat situasi global yang berdampak pada nilai tukar rupiah, namun di tahun politik hal ini dipergunakan sebagai amunisi untuk mempersalahkan Pemerintah," ungkapnya, Senin (08/10/2018).
Ia menilai, kondisi semacam ini sejatinya tidak perlu dikhawatirkan berlebihan.
Sebab, kondisi pelemahan rupiah saat ini berbeda dengan yang terjadi di masa lalu, yang pada prosesnya menimbulkan gejolak besar di lapangan.
"Tidak ada yang perlu di khawatirkan soal melemah nilai tukar Rupiah. Ini kasus yang berbeda dibandingkan dengan masa lalu yang memicu berbagai kejadian besar di Indonesia," sambungnya.
Ia menilai, stabilitas perekonomian nasional sejatinya sejauh ini masih cukup baik. Hal tersebut dapat terlihat dari beberapa indikator seperti Non Performing Loan alias NPL (indikator pengukuran kredit macet di perbankan) dan aspek penting lainnya.
"Kita seharusnya tidak perlu takut pelemahan rupiah ini. Karena stabilitas ekonomi dan keuangan negara kita selama ini terjaga dengan baik. Buktinya Likuiditas terjaga baik. NPL di perbankan Indonesia bahkan menurun dibandingkan 2015, dari 3,2 persen menjadi 2,7 persen," pungkasnya.