Kampanye #2019GantiPresiden Makin Populer, Posisi Jokowi Tak Menguntungkan
Bukan hanya itu, pemilih yang hampir pasti mustahil memilih Jokowi juga cukup besar. Mereka yang militan
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby mengungkapkan, ada tren kenaikan popularitas dan kesukaan pada kampanye #2019GantiPresiden.
Hal itu terungkap dari hasil survei LSI yang dilakukan terhadap 1200 responden pada periode 28 Juni-5 Juli 2018.
"Popularitas #2019GantiPresiden ini cenderung naik kalau dibandingkan dua survei LSI di bulan Mei dan Juni 2018. Di Mei saat itu popularitas #2019GantiPresiden diangka 50,80 persen. Saat ini (Juli) popularitas sudah 60,50 persen," ujar Adjie dalam rilis survei Pasangan Capres dan Cawapres Pascapilkada di kantor LSI Denny JA, Jakarta, Selasa (10/7/2018).
Selain itu, kata dia, kampanye tersebut juga semakin disukai dan diterima oleh publik.
Pada survei Mei lalu, tingkat kesukaan atau penerimaan responden atas kampanye ini sebesar 49,80 persen.
Sementara itu, pada survei bulan Juli ini sudah mencapai angka 54,4 persen.
"Jadi kampanye #2019GantiPresiden cenderung mengalami kenaikan popularitas dan makin disukai," kata dia.
Ia menjelaskan, kampanye ini bergaung cukup keras di Pilkada Jawa Barat dan Jawa Tengah beberapa waktu lalu.
"Menggaungnya isu ini di dua pilkada berkontribusi besar terhadap popularitas tagar tersebut," ujarnya.
Adjie menilai, temuan ini bisa menjadi peringatan bagi calon petahana Presiden Joko Widodo untuk siap menghadapi kampanye seperti ini.
"Jadi walaupun (elektabilitas Jokowi) masih teratas. Namun ini catatan penting, bisa jadi batu sandungan untuk Pak Jokowi," ujar dia.
Survei kuantitatif ini menggunakan metode multistage random sampling di 33 provinsi Indonesia.
Adapun margin of error survei plus minus 2,9 persen.
Artinya, angka survei bisa berkurang atau bertambah sebanyak 2,9 persen.
Survei ini dibiayai secara mandiri oleh LSI Denny JA.
Posisi Jokowi Tak Menguntungkan
Berdasar hasil survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI Denny JA), pemilih yang akan mencoblos Jokowi apabila dilakukan pada Juli 2018 hanya sebesar 49,3 persen.
Meski angka tersebut naik tiga persen saat bulan Mei 2018 lalu.
Angka yang menurut Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfarabi tidak cukup menguntungkan bagi seorang petahana.
"Untuk angka petahana, ini posisi yang tidak menguntungkan karena masih di bawah 50 persen," kata dia di Kantor LSI Denny JA, Jakarta, Selasa (10/7/2019)
Adjie menjelaskan, angka tersebut didapat mengingat masih 45,2 persen yang memilih untuk tidak mencoblos Jokowi pada perhelatan Pemilihan Umum.
Bukan hanya itu, pemilih yang hampir pasti mustahil memilih Jokowi juga cukup besar. Mereka yang militan untuk tidak memilih Jokowi sebesar 30,5 persen.
"Tapi, yang masih militan memilih Jokowi sebesar 32 persen," kata dia.
Survei dilakukan pasca-pilkada serentak 2018 dengan 1200 responden di 33 provinsi yang dipilih secara acak dengan margin error sebesar 2,9 persen.
Duet Prabowo - Gatot
Masih menurut hasil survei LSI, mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo paling berpotensi untuk disandingkan dengan Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019.
Hasil survei terhadap 1.200 responden, setidaknya, pasangan Prabowo-Gatot mendapat 35,6 persen suara pemilih.
"Paling peluang untuk disandingkan memang Pak Prabowo dengan Pak Gatot," jelas Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby di Kantor LSI Denny JA, Jakarta, Selasa (10/7/2018).
Angka itu jauh lebih tinggi dibanding dengan pasangan Prabowo-Anies dengan angka 19,6 persen atau Prabowo-AHY yang ada pada angka 12,3 persen.
Adjie menjelaskan, meski latar belakang kedua tokoh tersebut sama, masyarakat memilih berdasar pada popularitas dan pembicaraan positif keduanya.
"Sudah tidak berpikir ke latar belakang yang sama. Kami menilai memang berdasar keterkenalan kedua tokoh ini dibanding yang lain," ucapnya.